Kamis, 15 Maret 2012

STUDI ISLAM DALAM KONTEKS PENGETAHUAN ILMIAH



STUDI ISLAM DALAM KONTEKS
PENGETAHUAN ILMIAH
Makalah

BAB I
PENDAHULUAN


            Sebagai agama yang sempurna, ajaran agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan dengan berpegang pada ajaran Islam, seluruh aktivitas umat muslim akan bernilai ibadah. Sesungguhnya ajaran yang dibawa oleh Islam bersifat universal, sehingga seluruh aspek kehidupan manusia ini tak satupun yang luput dari jangkauan hukum dan tatanannya.
            Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan bersumber kepada Al-Qur’an, juga dijelaskan bahwa dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah telah memerintahkan manusia untuk berpikir, meneliti, dan belajar. Hal ini lebih jauh mengokohkan Al-Qur’an sebagai sumber petunjuk bagi ilmu pengetahuan.

            Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
            Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia, di samping Hadits-hadits Nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Di dalam Al-Qur’an kata ilmu digunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam. Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu, Al-Qur’an, dan As-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi.


BAB II
PEMBAHASAN STUDI ISLAM DALAM KONTEKS
PENGETAHUAN ILMIAH

A. Studi Islam dalam Konteks Pengetahuan Ilmiah
Prinsip tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin Allah SWT.  Dia-lah Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran (2:31, 55:2, 96:4-5, 2:239). Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa “Dia  telah mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya penjelasan (bayan)”.
 Wahyu, yang diterima oleh semua Nabi SAW/AS berasal dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun, Al-Quran juga menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain disamping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis Islam, ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang kebenarannya pasti. Di sinilah letak perbedaan epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.
            Sumber-sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan langsung misalnya fenomena alam, psikologi manusia, dan sejarah. Al-Quran menggunakan istilah ayat (tanda) untuk menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi (2:164, 42:53). Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Al-Quran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran, petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral (12:111).
            Sebagai akibat wajar dari otoritas ketuhanannya, al-Quran, di samping menunjukkan sumber-sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri merupakan sumber utama pengetahuan. Penunjukkannya terhadap fenomena alam, peristiwa sejarah, metafisis, sosiologis, alami dan eskatologis mesti benar, apakah secara literal atau metaforis. Kaum muslimin mengambil sistem dan subsistem pengetahuan dan kebudayaan dari al-Quran. Dokumen paling otentik tentang subyek ilmu pengetahuan (di mana al-quran sebagai katalisator) dapat ditemukan dalam al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran karya Badruddin al-Zarkasyi.
            Dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata ‘ilm dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau ”lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi ‘alamah juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala.. Karenanya ma’lam (amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Di samping itu, bukan tanpa tujuan al-Quran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di dalam al-Quran tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang-orang yang membaca ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang-orang yang berfikir, mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan (makna)nya.
            Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam al-Quran adalah holistik dan utuh (berbeda dengan konsep sekuler tentang pengetahuan). Pembedaan ini sebagai bukti worldview tauhid dan monoteistik yang tak kenal kompromi. Dalam konteks ini berarti persoalan-persoalan epistemologis harus selalu dikaitkan dengan etika dan spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingkup persoalan epistemologis meluas, baik dari wilayah (yang disebut) bidang  keagamaan dengan wilayah-wilayah (yang disebut sekuler)., karena worldview Islam tidak mengakui adanya perbedaan mendasar antara wilayah-wilayah ini. Adanya pembedaan semacam itu akan memberi implikasi penolokan hikmah dan petunjuk Allah SWT, dan hanya memberi perhatian dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah SWT sebagai sumber semua pengetahuan, secara langsung meliputi kesatuan dan integralitas semua sumber dan tujuan epistemologis. Ini menjadi jelas  jika kita merenungkan  kembali istilah ayat yang menunjuk pada ayat-ayat al-Quran dan semua wujud di alam semesta. Konsep integralitas pengetahuan telah diuraikan al-Ghazali dalam kitabnya Jawahir al-Quran, di mana ia menegaskan bahwa ayat-ayat al-Quran yang menguraikan tentang bintang dan kesehatan, misalnya, hanya sepenuhnya dipahami masing-masing dengan pengetahuan astronomi dan kesehatan. Ibnu Rusyd dalam fasl al-maqal, juga memberikan penjelasan keterkaitan antara penafsiran keagamaan dan kefilsafatan dengan mengutip beberapa ayat al-Quran yang mendorong manusia meneliti dan menggambarkan kajian penciptaan langit dan bumi (7:185, 3:191, 88:17-18). Dengan hal yang sama, al-Quran juga mendorong manusia melakukan perjalanan di bumi untuk mempelajari nasib peradaban sebelumnya. Ini membentuk kajian sejarah, arkeologi, perbandingan agama, sosiologi dan sebagainya secara utuh.
Dalam 41:53, secara kategoris, al-Quran menegaskan bahwa ayat-ayat Allah SWT di alam semesta dan di kedalaman batin manusia merupakan bagian yang berkaitan dengan kebenaran wahyu, dan menegaskan kecocokan dan keutuhan yang saling terkait. Namun, keutuhan  dan kesatuan cabang-cabang pengetahuan ini tidak berarti bahwa disiplin-disiplin itu sama, atau tidak ada prioritas diantara mereka. Pengetahuan wahyu dalam konsep Islam adalah lebih utama, unik karena berasal langsung dari Allah SWT dan memiliki manfaat yang mendasar bagi alam semesta. Semua pengetahuan lain yang benar harus membantu kita memahami dan menyadari arti dan jiwa pengetahuan Allah SWT di dalam al-Quran untuk kemajuan individu dan masyarakat.

B. Penggolongan Pengetahuan Manusia

Perbedaan manusia dan binatang dalam soal pengetahuan terletak pada taraf perkembangannya. Penegasan ini akan lebih mudah dipahami dengan analogi yang dikutip Jujun S. Suryasumantri dari ceramah seorang ilmuan bernama Andi Hakim Nasution: “sekiranya binatang mempunyai kemampuan menalar, maka bukan harimau Jawa yang sekarang ini akan dilestarikan supaya jangan punah, melainkan manusia Jawa”. Jujun selanjutnya menegaskan bahwa kemampuan menalar yang dimiliki manusia menyebabkan manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya.[1] Binatang memang memiliki pengetahuan, namun pengetahuan tersebut terbatas pada usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Jujun S. Suryasumantri lebih jauh menyebutkan penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik kesimpulan berupa pengetahuan. Penalaran ini akan menghasilkan pengetahuan yang ditempuh melalui proses berpikir sebagai upaya untuk menemukan pengetahuan yang benar.[2] Proses penalaran ini pula yang selanjutnya dapat membedakan antara pengetahuan biasa dengan pengetahuan ilmiah. Sebagaimana disebutkan C.A Van Peursen, pengetahuan dalam kajian filsafat memiliki keluasan makna tidak hanya meliputi pengetahuan ilmiah, melainkan juga pengetahuan biasa berupa pengalaman pribadi, melihat dan mendengar, perasaan dan intuisi, dugaan dan suasana jiwa.[3] Proses perkembangan pengetahuan manusia dari pengetahuan biasa ke arah pengetahuan ilmiah yang melibatkan metode dan sistem-sistem tertentu, termasuk di dalamnya pengetahuan yang dihasilkan dengan jalan filsafat, sebagai sebuah gambaran umum akan dipaparkan lebih jauh pada makalah ini.
            Beberapa tipe klasifikasi telah dihasilkan dengan berbagai aspek peninjauan dan penghayatan terhadap ilmu-ilmu yang berkembang, diantaranya klasifikasi oleh Al-Kindi (801 – 873 M), Al-Farabi (870 – 950 M), Al-Ghazali (1058 – 1111 M), dan Ibn Khaldun (wafat 1406 M).
            Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian besar, yakni ilmu-ilmu Tanziliyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia terkait dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah Swt baik dalam kitab-Nya maupun Hadits-hadits Rasulullah Saw, dan ilmu-ilmu Kauniyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam. Bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, ilmu-ilmu Tanziliyah telah berkembang sedemikian rupa ke dalam cabang-cabang yang sangat banyak, diantaranya Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Ushul Fiqh, Tarikhul anbiya, Sirah Nabawiyah, dan lain-lain. Masing-masing ilmu tersebut melahirkan ilmu-ilmu, seperti dalam Ulumul Qur’an ada ilmu Qiroat, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Tajwid, dan lain-lainnya.
Bersumber pada ayat-ayat Allah Swt, di alam raya ini akal manusia melahirkan banyak sekali cabang-cabang ilmu. Ilmu-ilmu yang terkait dengan benda-benda mati melahirkan ilmu kealaman, terkait dengan pribadi manusia melahirkan ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora), dan terkait dengan interaksi antar manusia lahir ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu kealaman melahirkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi, dan lainnya. Ilmu-ilmu humaniora melahirkan psikologi, bahasa, dan lainnya.
Antara ilmu Tanziliyah dan Kauniyah tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling melengkapi bagi kehidupan manusia. Ilmu Tanziliyah berfungsi menuntun jalan kehidupan manusia, sedangkan ilmu Kauniyah menjadi sarana manusia dalam memakmurkan alam ini. Kadangkala ayat- ayat Al-Qur’an atau teks-teks Hadits memberikan rangsangan bagi manusia untuk lebih menekuni lagi ilmu-ilmu Kauniyah. Sebaliknya, ilmu-ilmu Kauniyah dapat memperkuat bukti-bukti keagungan dan kebesaran ayat-ayat Allah.
1. Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu alam adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam. Hubungan agama Islam dengan ilmu pengetahuan dalam bidang alam, Islam bersikap terbuka dan selektif. Dari satu segi Islam terbuka untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi berssamaan dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima seluruh jenis ilmu alam yang tidak sejalan dengan Islam. Dalam bidang ilmu dan teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka. Sekalipun Islam bukan timur dan bukan barat, ini tidak berarti Islam harus menutup diri dari keduanya. Bagaimanapun, Islam adalah sebuah paradigma terbuka. Ia merupakan mata rantai peradaban dunia ilmu dan teknologi. 
Hubungan agama Islam dengan ilmu pengetahuan dalam bidang alam, dapat pula dilihat dari lima ayat Surah Al-’Alaq yang diturunkan Allah SWT, kepada Nabi Muhammad SAW di gua Hira, yang artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Dialah yang mengajarkan manusia dengan pena, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-’Alaq (96 : 1 – 5 )

2. Ilmu-ilmu Sosial
Ilmu-ilmu Sosial, yaitu ke ilmu-ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sifat Ilmu-ilmu Sosial itu spesifik karena disertai kajian mendalam. Ilmu-ilmu Sosial merupakan terjemahan dari Social Sciences. Di antara ilmu-ilmu sosial itu ada: (1). Geografi, yang mempelajari kehidupan bersama manusia dalam hubungan atau interaksinya dengan lingkungan alam dan sosial; (2). Ekonomi, yang mempelajari bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka; (3). Sejarah, yang mempelajari tingkah-laku (aktivitas) manusia pada masa lalu; (4) Antropologi, yang mempelajari kehidupan masyarakat tradisional; (5) Sosiologi, yang mempelajari interaksi antarwarga masyarakat; (6) Hukum, yang mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat diatur dengan undang-undang; (7) Politik, yang mempelajari bagaimana penyelenggaraan negara dilaksanakan supaya tujuan bernegara dapat dicapai.
3. Ilmu Humaniora

Ilmu-ilmu Humaniora adalah ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi, dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Contoh: Teologi, filsafat, hukum, sejarah, fiologi, bahasa, kesusastraan, dan kesenian.
Humaniora atau Humaniteis adalah bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan berusaha menambah martabat kepada penghidupan dan eksistensi manusia menurut Elwood mendefinisikan “Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral manusia terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama, filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.
Ada hubungan sangat erat antara antropologi dan humaniora yang kesemuanya memberikan sumbangan kepada keduanya sebagai kajian umum mengenai manusia. Bagi para humanis, bahan antropologis juga sangat penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat konseptual mereka sendiri.

C. Kajian Islam dalam Ilmu Pengetahuan Alam

            Salah satu fungsi al-Quran adalah sebagai kitab ilmu pengetahuan. Namun demikian, Al-Quran bukanlah kitab ilmiah/kitab sains murni seperti kitab-kitab sains selama ini. Al-Quran adalah kitab petunjuk bagi kebahagiaan dunia dan akhirat, termasuk pula di dalam nya adalah petunjuk tersirat dan tersurat tentang berbagai ilmu pengetahuan.Hakikat ilmu-ilmu pengetahuan yang disebut dalam Al-Quran disebutkan secara singkat namun padat makna, sehingga untuk mengungkap makna yang terkandung di dalamnya, perlu dilakukan kajian yang sangat mendalam, karena keterbatasan ilmu manusia dan luasnya ilmu Allah SWT. Adapun seringkali ditemukan beberapa kasus yang seolah-olah bertentangan antara hasil temuan manusia dengan Al-Quran, pada hakikatnya kesalahan itu terletak pada metodologi tafsir maupun keterbatasan akal manusia saja. Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini dalam ilmu biologi, yang selama lebih dari satu abad mayoritas umat manusia mempercayai adanya teori evolusi, teori asal mula kehidupan yang terjadi secara bertahap dan secara kebetulan, serta menafikkan adanya penciptaan. Akan tetapi, teori-teori yang salah ini akhirnya dapat dipatahkan oleh cendekiawan muslim, Harun Yahya, dengan sangat telak. Asal mula kehidupan tetap dengan adanya penciptaan dan kehendak Tuhan. Hal ini telah ditulis Harun Yahya dalam banyak karyanya. Dalam hal ini, Al-Quran selalu bersesuaian dengan ilmu pengetahuan, namun akal manusia belum menguasai ilmu-ilmu tersebut.
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang mengandung isyarat ilmiah dan ilmu pengetahuan antara lain
1. Tentang Penciptaan
QS. Al-Qiyamah: 36 – 39, QS. An-Najm: 45 – 46, QS. Al-Waqi’ah: 58 – 59, QS. Ali Imran : 190.
2. Tentang Asal Mula Alam Semesta
QS. Al-Anbiya’:30, QS. Az-Dzariyaat:53
3. Tentang Gerakan Awan
QS. An-Nuur: 43, QS. Luqman : 29.
4. Tentang Ilmu Geologi
QS. An-Naml: 88, QS. An Naazi'aat : 30 – 31

Yunus:101,
Katakanlah:”Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfat tanda kekuasaan Allah dan asul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”
Thaahaa:114
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katkanlah:”Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku Ilmu Pengetahuan
Al-Mulk:3-4
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali padamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah.
Al-Alaq:1-5
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang ilmu pengetahuan, seperti tentang pengobatan dengan madu, tentang fotosintesis tumbuhan, ilmu kelautan, tentang kalender syamsiyah dan qomariyah, dan lain-lain.

D. Kajian Islam dalam Ilmu Pengetahuan Sosial
Masalah-masalah sosial telah menghantui manusia sejak adanya peradaban manusia, karena dianggap sebagai mengganggu kesejahteraan hidup mereka. Sehingga, merangsang para warga masyarakat untuk mengidentifikasi, menganalisa, memahami, dan memikirkan cara-cara untuk mengatasinya. Di masa lampau, pada waktu belum ada ahli-ahli ilmu sosial, para warga masyarakat yang biasanya peka terhadap adanya masalah-masalah sosial adalah para ahli filsafat, ahli dan pemuka agama, dan para ahli politik dan kenegaraan.
Di samping pendekatan-pendekatan tersebut, berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang tergolong dalam ilmu-ilmu sosial (seperti antropologi, sosiologi, politik, psikologi sosial, komunikasi), juga mencakup berbagai masalah sosial dalam ruang lingkup studi mereka masing-masing. Walaupun demikian, pusat perhatian studi-studi mereka itu bukanlah pada masalah-masalah sosial itu sendiri tetapi pada usaha untuk memahami hakekat manusia, kehidupan sosial, ekonomi, dan politiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya. Masalah sosial dilihat sebagai hasil atau akibat dari adanya proses perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan adalah proses-proses yang secara tetap dan terus menerus di alami oleh setiap masyarakat manusia, cepat atau lambat, berlangsung dengan tenang ataupun dengan kekacauan.
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang mengandung isyarat terkait dengan ilmu sosial diantaranya:
1. Tentang Sosial Politik
QS. Ali Imran : 26.
2. Tentang Sosial Ekonomi
QS. At Tatfik : 1 – 3.
3. Tentang Sosial Hukum
QS. Al An'aam : 57.
4. Tentang Pendidikan
QS. Al Alaq : 1 – 5.

E. Kajian Islam dalam Ilmu Humaniora
Islamisasi tidak lagi berarti menempatkan berbagai tubuh ilmu pengetahuan dibawah masing-masing dogmatis atau tujuan yang berubah-ubah, tetapi membebaskannya dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya. Islam memandang semua ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang kritis, yakni universal, penting dan rasional. Ia ingin melihat setiap tuntutan melampaui teks hubungan internal, akan sesuai dengan realitas, meninggikan kehidupan manusia dan moralitas. Karenanya, bidang-bidang yang telah kita Islamisasikan akan membuka halaman baru dalam sejarah semangat manusia dan lebih mendekatkan kepada kebenaran.
Humaniora seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, sederhana, tetapi kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan yaitu kebenaran pertama Islam.
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang mengandung isyarat terkait dengan Ilmu Kemanusiaan, diantaranya :
1.      Psikologi (Al Mudatsir : 38)
2.      Bahasa (Ar Ruum : 22)
3.      Sastra (Asy Syu’raa : 224 – 227)

F. Pendekatan Interdisiplin dan Multidisiplin dalam Studi Islam.

            Islam selain sebagai ajaran agama yang khas, juga tampil sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu ilmu keislamam, diantara disiplin ilmu keislaman sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu Al-quran/tafsir, hadis/ilmu hadis, sejarah kebidayaan Islam dan pendidikan Islam.
            Harun Nasution mengatakan bahwa Islam berlainan dengan apa yang umum diketahui. Islam bukan hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek. Islam mempunyai aspek teknologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mitisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek budaya dan aspek ritual lainnya. Inilah yang selanjutnya membawa kepada timbulnya berbagai jurusan dan fakultas di Institut Agama Islam Negri, STAIN, UIN dan sekolah tinggi yang bernafaskan Islam di tanah air.
            Ajaran Islam secara dominan ditandai oleh pendekatan normatif, historis dan filosofis. Ajaran Islam memiliki ciri-ciri yang secara keseluruhan sangat ideal. Islam agama yang mengajarkan perdamaian, toleransi, terbuka, kebersamaan, kerja keras yang bermutu, adil seimbang antara urusan dunia dan skhirat. Islam harus berharta, memiliki kepekaan terhadap masalah sosial kemasyarakatan. Islam wajib mengutamakan pencegahan dalam bidang kesehatan dengan cara memperhatikan segi kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat tinggal dan lingkungan, Islam juga tampil sebagai disiplin ilmu keIslaman dengan berbagai cabangnya.
            Untuk sampai kepada keadaan yang mampu bersentuhan dengan berbagai persoalan aktual berkaitan dengan dimensi kehidupan, manusia memerlukan pendekatan baru yang lebih relevan. Agama tidak cukup dipahami dari suatu pendekatan saja, melainkan harus dipahami dan dianalisis dengan menggunakan berbagai pendekatan yang komperhensif, aktual dan integral. Seseorang yang ingin memahami agama dalam hubungannya dengan berbagai masalah tersebut perlu melengkapi diri dengan ilmu-ilmu bantu seperti filsafat, sejarah, antropologi, sosiologi dan ilmu alam lainnya.
            Ilmu-ilmu keislamam yang selama ini terkesan tertutup, sebenarnya tetap konsis dapat diaktualisasikan dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman. Mengembangkan ilmu-ilmu keislaman, harus melengkapi diri dengan ilmu bantu dan menguasai teori-teori penelitian lengkap dengan metodenya, baik secara teoritis maupun praktis. Pemahaman agama yang komperhensif, aktual dan integral telah memberikan petunjuk praktis tentang bagaimana ilmu agama itu dipelajari dan diajarkan. Dengan cara ini umat Islam dapat memahami agama yang utuh dan integral. Juga dapat mengembangkan dan merespon berbagai persoalan aktual dalam kehidupan modern.




BAB II
KESIMPULAN

Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-quran yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia, disamping Hadis-hadis Nabi Saw yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam melangsungkan kehidupan, seorang muslim (muslimah) diharuskan menutut ilmu sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis bahwa : ”Hendaklah menuntut ilmu sejak dalam buaian sampai ke liang lahat”. Jadi Islam dan pengetahuan sangat berhubungan dalam menyeimbangkan kehidupan serta penting. Untuk itu, semua yang mencakup ilmu pengetahuan dan Islam agar terdapat kesesuaian dalam menjalankan segala aspek yang ada di dalamnya.
Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qaidah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan.
Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu
pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan,
sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar
bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria
inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat
(pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini
mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah
diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun
ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.


DAFTAR PUSTAKA


Ansari, Undang Saifuddin, Kuliah Al-Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 1992
Basri, Cik Hasan, Tradisi Baru Penelitian Islam; Tinjauan Antar Disiplin Ilmu, Bandung, 2001
Faruqi, Ismail R, Islam and Cultur, terj. Bandung: Mizan, 1989
Ma’arif, A. Syafi’i, Islam; Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
National Commission For UNESCO. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, terj. Bandung: Pustaka, 1989
Rahman, Fazlur. Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, terj. Jakarta: Rineka Cipta, 1992
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
Sumaatmajda, Nursid. Pengantar Studi Sosial. Bandung: Alumni, 1986



[1] Jujun S. Suryasumantri.1985. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cetakan ke 2. Jakarta: Sinar Harapan, hlm:39.
[2] Ibid, hlm:42
[3] C.A. Van Peursen. 1983. "Filosofische Orientatie". Terjemah: Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat. Cetakan ke 3. Jakarta: Jakarta, hlm:19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar