Makalah
A. PENDAHULUAN
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Saljuk atas Baghdad atau Khilafah
Abbasyiah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini Khalifah
Abbasyiah tidak lagi berada di bawah kekuasaan satu dinasti tertentu. Walaupun
banyak sekali Dinasti Islam berdiri ada yang besar namun yang banyak adalah
dinasti-dinasti kecil. Perpecahan-perpecahan yang terjadi inilah membuat
lemahnya Dinasti Abbasyiah, sehingga pada masa inilah Bangsa Mongol dan Tartar
menyerang Baghdad .
Baghdad hancur
lebur akibat serangan Mongol yang kejam, bengis dan tidak berperikemanusiaan
itu. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Bani Abbasyiah setelah berkuasa
selama 500 tahun lamanya. Adakah efek serangan Mongol terhadap kemajuan
peradaban dunia?
Makalah
ini akan menguraikan secara global tentang Bangsa Mongol, ekspansi Mongol,
jatuhnya Baghdad
dan efek serangan Mongol.
B. PEMBAHASAN
- Mengenai Bangsa
Mongol
Orang Mongol, yang terdiri dari kelompok-kelompok
klan yang berdiri sendiri, pada awalnya hidup di dataran tinggi sebelah utara
Gurun Gobi. Sesekali mereka menyerang Cina atau menjarah kafilah yang menyusuri
jalur sutera yang menghubungkan Cina , Persia dan India . Sebagian besar bangsa Mongol
tidak terpengaruh oleh peradaban dan agama yang mengelilingi mereka.
Suku-suku yang ada pada bangsa Mongol
berhasil disatukan oleh sesorang bernama Jengiz Khan.[1]
Bangsa Mongol berasal dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia
Tengah sampai ke Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuria Barat serta
Turkistan Timur. Nenek moyang mereka bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua
putera kembar Tartar dan Mongol.[2]
Kedua putera itu melahirkan dua suku bangsa besar Mongol
dan Tartar. Mongol mempunyai anak yang
bernama Ilkhan yang melahirkan keturunan
pimpinan bangsa Mongol di kemudian hari kelak.[3]
Dalam
rentang waktu yang sangat panjang, kehidupan bangsa Mongol tetap sederhana.
Mereka mendirikan kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain, menggembala kambing dan hidup dari hasil perdagangan tradisonal, yaitu
mempertukarkan kulit binatang dengan binatang lain, baik antara sesama mereka
maupun dengan bangsa Turki dan Cina yang
bertetangga dengan mereka.[4]
Karakteristik
orang Mongol keras, kasar, suka berperang dan berani menghadang maut dalam
mencapai keinginannya. Namun walaupun demikian mereka sangat patuh kepada
pimpinannya. Mereka menganut agama Syamaniyah yang menyembah binatang-binatang
dan sujud kepada matahari yang sedang terbit.[5]
Kemajuan bangsa Mongol secara besar-besaran terjadi pada masa kepemimpinan
Yasughi Bahdar Khan. Ia berhasil menyatukan 13 kelompok pada waktu itu. Setelah
Yasughi meninggal, putranya Timujin yang masih berusia 13 tahun tampil sebagai
pemimpin. Ia berusaha memperkuat angkatan perangnya dengan menyatukan bangsa
mongol dengan suku bangsa lain, sehingga menjadi satu pasukan yang teratur dan
tangguh. Tahun 1206, ia mendapat gelar Jengis Khan (raja yang perkasa). Ia
menetapkan suatu undang-undang yang disebut al-Yasakh atau al-Yasah untuk
mengatur kehidupan rakyatnya. Isinya antara lain, wanita mempunyai hak yang
sama dengan laki-laki dalam kemiliteran, kemudian siapa yang berbuat zina,
sengaja berbohong, mata-mata, membantu salah satu dari dua orang yang
berselisih, memberi makan atau pakaian kepada tawanan perang tanpa izin,
dan mereka yang gagal
melaporkan budak belian yang melarikan diri akan dikenakan hukuman
mati.[6]
Diantara ajarannya yang lain, ia mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh
merugikan antara satu pemeluk agama dengan yang lainnya dan membebaskan pajak
bagi para penghafal al-Qur’an, Ulama, Tabib, Pujangga, orang saleh dan zuhud
serta Muadzin. Dalam undang-undang tersebut disebutkan juga bahwa seorang raja
dipanggil dengan panggilan lengkap, tentara yang mau berperang harus diinspeksi
terlebih dahulu dan perempuan harus siap membayar pajak bila kaum lelakinya
berperang.
Ia
juga mendirikan pos untuk mengetahui berita-berita tentang kerajaannya. Ia
melarang penyerbuan terhadap agama dan sekte agama serta mencegah terjadinya
perbedaan dalam agama. Di sini Jengis Khan ingin mengambil hati kaum Muslimin
dan menghormati agama Islam yang memang sudah meluas ke wilayahnya. Peraturan
itu antara lain dimaksudkan untuk memberi landasan yang kokoh bagi bangsanya
guna menghadapi tantangan dan meluaskan wilayahnya ke luar negeri, baik ke Cina
maupun ke negeri-negeri Islam.[7]
Disamping itu, Jengis Khan adalah seorang raja yang pintar, dimana ia membagi
pasukan perangnya menjadi kelompok besar dan kecil, seribu, dua ratus dan
sepuluh orang. Tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang komandan.[8]
Dengan demikian bangsa Mongol mengalami kemajuan pesat di bidang kemiliteran.
Jadi
dapat kita ketahui bahwa di dalam kepemimpinan bangsa Mongol memang tegas, tapi
berhati mulia. Hal ini dapat dilihat dari pemerintahan yang menerapkan
Undang-undang Yasakh atau Yasakh yang mengatur kehidupan rakyatnya.
- Ekspansi Mongol
Ketika Jengis Khan berhasil memiliki angkatan
perang yang kuat, ia mengadakan ekspansi
untuk memperluas wilayahnya dengan menaklukkan
daerah-daerah lain. Serangan pertama diarahkan ke
Kerajaan Cina dan ia berhasil menduduki Peking
pada tahun 1215 M.[9]
Sasaran selanjutnya adalah negara-negara Islam. Pada tahun 1209 M tentara
Mongol keluar dari negerinya dengan tujuan Turki dan Fergana kemudian terus ke Samarkan. Pada
mulanya, mereka mendapat perlawanan berat dari penguasa Khawarij, Sultan Ala
al-Din di Turkiztan. Pertempuran berlangsung seimbang, karena itu masing-masing
kembali ke negerinya. Dalam buku sejarah lain diterangkan bahwa sebab utama
Mongol menginvasi ke wilayah Islam terjadi karena Gubernur Kwawarizm membunuh
para utusan Jengis Khan. Peristiwa tersebut mengakibatkan Jengis Khan marah dan
menyerbu wilayah Islam.
Kemudian
sekitar sepuluh tahun kemudian sejak terjadi pertempuran yang pertama, Jengis
Khan dan pasukannya memasuki Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamazan dan sampai
ke perbatasan Irak. Di Bukhara, ibukota Khawarizin, mereka kembali mendapat
perlawanan dari Sultan Ala al-Din, tetapi Mongol berhasil mengalahkan Sultan
Ala al-Din yang akhirnya tewas dalam pertempuran di Mazandiran tahun 1220 M. Ia
digantikan oleh putranya, Jalal al-Din yang kemudian melarikan diri ke India
karena terdesak dalam pertempuran di dekat Attock tahun 1224 M. dari sana
pasukan Mongol terus ke Azarbaijin.[10]
Di setiap daerah yang dilaluinya, pembunuhan besar-besaran terjadi.
Bangunan-bangunan indah dihancurkan sehingga tidak berbentuk lagi, demikian
pula isi bangunan yang bernilai sejarah. Sekolah-sekolah, masjid-masjid, dan
gedung lainnya hangus dibakar.
Pada
saat kondisi fisiknya mulai melemah, Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya
menjadi empat bagian kepada empat orang putranya, yaitu Juch, Chagatai, Ogatai dan Tuli. Chagatai berusaha kembali menguasai
daerah-daerah Islam yang pernah
ditaklukkan dan berhasil merebut Fergana ,
Raihamazan dan Azarbaijin. Sultan Khawarizin, Jalal al-Din berusaha keras
membendung serangan tentara Mongol. Namun, ia tidak sehebat dulu dan akhirnya
melarikan diri ke pegunungan dan di sana
ia dibunuh oleh seorang Kurdi. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Khawarizin.
Kemudian
Sultan Khawarizin itu membuka jalan bagi Chagatai untuk melebarkan sayapnya ke
daerah lain. Saudara Chagatai, Tuli Khan menguasai Khurasan. Karena
kerajaan-kerajaan Islam sudah terpecah belah dan kekuasaannya sudah lemah, Tuli
dengan mudah dapat menguasai Irak. Ia meninggal pada tahun 1256 M dan
digantikan oleh putranya, Hulaghu Khan.[11]
Pada tahun 1258 M tentara Mongol berhasil menguasai Baghdad . Kota Baghdad sendiri dihancurkan
rata dengan tanah sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol
tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulaghu Khan memantapkan kedudukannya di Baghdad selama dua tahun,
sebelum melanjutkan gerakannya ke Syiria dan Mesir. Dari Baghdad pasukan Mongol
menyebrangi Sungai Eufrat menuju Syiria, kemudian melintasi Sinai, Mesir. Pada
tahun 1260 M mereka berhasil menduduki Nablus
dan Gaza .
Panglima
tentara Mongol, Kithbugha mengirim utusan ke Mesir meminta supaya Sultan Qutuz
yang menjadi raja Kerajaan Mamalik di sana
menyerah. Permintaan itu ditolak oleh Qutuz, bahkan utusan Kitbugha dibunuhnya.
Tindakan Qutuz ini menimbulkan kemarahan di kalangan tentara Mongol. Kitbugha
kemudian melintasi Yordania menuju Galilie. Pasukan ini kemudian bertemu dengan
pasukan Mamalik yang dipimpin langsung oleh Qutuz dan Baybras di Ain Jalut.
Pertempuran ini terjadi dengan dahsyat dan pasukan Mamalik berhasil
menghancurkan tentara Mongol pada tahun 1260 M.
Selain
Teguder, Mahmud Ghazan raja yang ketujuh dan raja-raja selanjutnya adalah
pemeluk Islam. Dengan masuk Islamnya Mahmud Ghazan yang sebelumnya beragama
Budha, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanisme. Sejak
itulah orang-orang Persia
mendapat kemenangan kembali. Berbeda dengan raja-raja sebelumnya, Ghazan mulai
memperhatikan perkembangan peradaban. Ia seorang pelindung ilmu pengetahuan dan sastra. Ia
amat gemar kepada kesenian, terutama arstektur, astronomi, kimia dan botani. Ia
membangun perguruan tinggi untuk madzhab Syafi’i dan Hanafi, sebuah
perpustakaan, observatorium dan gedung-gedung umum lainnya. Ia wafat pada usia
32 tahun dan digantikan oleh Muhammad Khudabanda Ulijietu seorang penganut
Syiah yang ekstrim. Ia mendirikan kota Raja Sulthaniyah dekat Zanjan. Pada masa
pemerintahan Abu Sa’id pengganti Muhammad Khudabanda, terjadi bencana kelaparan yang sangat menyedihkan dan angin topan dan hujan es yang mendatangkan
malapetaka. Kerajaan Ilkhan yang
didirikan Hulaghu Khan ini terpecah belah sepeninggal Abu Sa’id. Masing-
masing pecahan saling
memerangi. Akhirnya mereka semua ditaklukkan oleh Timur Lenk.
- Jatuhnya Baghdad
Pada tahun 656 H/1258
M, tentara Mongol yang berkekuatan 200.000 orang tiba di salah satu pintu
Baghdad. Setelah diblokade kota seribu satu malam itu, dinding-dinding Baghdad
yang kuat itu diserang dan dihancurkan
oleh pasukan Hulaghu Khan yang mengadakan invasi ke wilayah Islam. Dan pada
waktu Khalifah al-Mu’tshim, penguasa Bani Abbas di Baghdad (1243-1258)
benar-benar tidak mampu membendung gencarnya serangan tentara Hulaghu Khan. Dan
pada saat yang kritis tersebut, Wazir Khilafah Abbasyiah, Ibnu al-Qarni ingin
mengambil kesempatan dengan menipu Khilafah. Ia mengatakan kepada Khilafah,
”Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Raja Hulaghu Khan ingin
mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakar putra Khalifah. Dengan demikian
Hulaghu Khan akan menjamin posisimu. Ia tidak mengingikan sesuatu kecuali
kepatuhan, sebagaimana kakak-kakakmu terhadap Sultan Saljuk.[14]
Kemudian ia menerima usul tersebut dan keluar bersama beberapa orang
pengikutnya dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah lainnya untuk
diserahkan kepada Hulaghu Khan. Berangkatlah Khalifah disusul oleh beberapa
pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih, dan orang-orang terpandang. Tetapi
sambutan Hulaghu Khan sungguh di luar dugaan Khalifah. Apa yang dikatakan
Wazir ternyata tidak benar.
Mereka semua termasuk Wazir sendiri dibunuh dengan leher
dipancung secara bergiliran. Setelah itu Hulaghu Khan dan tentaranya memasuki
Baghdad.
Baghdad yang terkenal dengan pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan Islam dihancurkan oleh tentara Mongol dan Tartar. Mereka membunuh
dan menyembelih seluruh penduduk dan menyapu Baghdad bersih dari permukaan bumi.
Dihancurkanlah segala peradaban dan pusaka yang
telah dibuat beratus-ratus tahun lamanya. Diangkut kitab-kitab yang telah
dikarang oleh ahli ilmu pengetahuan selama bertahun-tahun, lalu dihanyutkan ke
dalam sungai Dajlah sehingga berubah warnanya lantaran tintanya larut. Khalifah
sendiri beserta keluarganya ikut dimusnahkan sehingga putuslah Bani Abbas dan
hancurlah kerajaan yang telah bertahta dengan kebesarannya selama 500 tahun.
Jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri Khilafah
Abbasyiah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan
peradaban Islam, karena Baghdad sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam
yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut lenyap
dibumihanguskan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulaghu Khan.[15]
Sebenarnya kalau dilihat secara keseluruhan sebab-sebab jatuhnya Khalifah Abbasyiah telah
nampak sejak periode kedua, namun benih-benihnya sudah tampak pada periode
pertama. Namun karena periode pertama Khalifah sangat kuat, benih-benih
tersebut tidak sempat berkembang. Secara global K.Ali menjelaskan di antara
sebab lemahnya Khilafah Abbasyiah adalah mayoritas Khalifah Abbasyiah periode
akhir lebih mementingkan urusan pribadi, melalaikan tugas dan kewajiban mereka
terhadap negara. Mereka menjalin kehidupan dengan bermegah-megah dan
bermewah-mewah. Sekalipun mereka terkadang berusaha mengatasi kondisi politik dalam negeri yang kritis, namun mereka lebih memusatkan perhatian dan waktunya
dengan minuman keras, wanita dan musik.[16]
Supremasi bangsa Turki pada periode akhir Abbasyiah juga
turut menyebabkan jatuhnya Dinasti Abbasyiah. Bahwa sepeninggal Khalifah
Mutawakkil pengaruh kekuatan Turki berkembang semakin kuat. Bahkan Khalifah
pengganti Mutawakkil tidak dapat menekannya.
Akibatnya kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan
atas ketinggian posisi mereka. Sikap anti Turki ini pada akhirnya
melatarbelakangi timbulnya gerakan
pengelepasan diri dari ikatan pemerintahan pusat dan menyatakan kemerdekaan
wilayahnya masing-masing.
Permusuhan antarsuku merupakan satu di antara penyebab
jatuhnya Khalifah Abbasyiah. Permusuhan antara kelompok Arab dengan non-Arab
dan antara kelompok muslim dengan non-muslim semakin menegang pada masa ini.
Kelompok persia yang lebih diuntungkan oleh pemerintahan Abbasyiah memandang
remeh terhadap kelompok Arab dan sebaliknya. Sedangkan di sisi lain, Khalifah
tidak mampu menyatukan mereka dalam satu ikatan persatuan. Akibatnya umat Islam
terpecah menjadi beberapa sekte sehingga terjadi disintegrasi di tubuh
pemerintahan Abbasyiah.
Faktor ekonomi pun berperan dalam mendukung kemunduran
Abbasyiah di mana pengeluaran negara jauh lebih besar dari kas negara. Hal ini
disebabkan semakin sempitnya wilayah kekuasaan negara, gerakan pengelepasan
wilayah propinsi dan timbulnya dinasti-dinasti yang merdeka. Di sisi lain, justru
sikap dan pola hidup khalifah dan kalangan istana cenderung boros dan
berlebih-lebihan. Korupsi berkembang di kalangan pejabat negara serta masa
paceklik yang berkepanjangan, wabah penyakit melanda sejumlah wilayah propinsi.
Adapun faktor eksternal runtuhnya Khilafah Abbasyiah
adalah penyerbuan Hulaghu Khan yang menghancurleburkan kota Baghdad. Hancurnya
Baghdad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Abbasyiah.
- Efek Serangan Bangsa Mongol
Masa Mongol dalam
sejarah Kebudayaan Islam dimulai sejak jatuhnya Baghdad tahun 656 H/1258 M
sampai masuknya tentara Utsmani ke Mesir kemudian menguasai Afrika Utara,
Jazirah Arab, Syiria pada tahun 1517 M dibawah pimpinan Sultan Salim.[17]
Dampak negatif
serangan Mongol dapat dilihat dari kehancuran-kehancuran yang nampak jelas
dimana-mana sejak dari wilayah Timur hingga ke Barat. Kehancuran kota-kota yang
indah dengan perpustakaan yang mengoleksi banyak buku. Ibnu Asir (W. 1233)
seorang sejarawan muslim terkenal, pengarang al-Kamil fi al-Tarikh menyatakan
bahwa perusakan yang dilakukan oleh bangsa Mongol seperti di Bukhara adalah
perusakan dengan menjadikan Bukhara rata bagaikan tidak pernah ada sebelumnya.[18]
Pembunuhan terhadap umat Islam bukan hanya pada masa Hulaghu Khan yang membunuh
Khalifah Abbasyiah dan keluarganya. Tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap
umat Islam yang tidak berdosa. Di samping itu telah terjadi perubahan besar
masa Mongol berkuasa di Baghdad yang dapat dilihat dengan ciri-ciri mereka,
antara lain: berpindahnya pusat ilmu pengetahuan, timbulnya ilmu-ilmu baru,
kurangnya kutubul khannah, banyaknya sekolah dan mausu’at, penyelewengan ilmu.
a. Berpindahnya Pusat
Ilmu Pengetahuan
Kegiatan ilmu pengetahuan pada masa Abbasyiah berpusat di
Baghdad, Bukhara, Naisabur, Cordova dan Sevilla. Namun ketika kota-kota itu
hancur maka kegiatan ilmu berpindah ke kota Kairo, Iskandariah, Usyuth,
Damaskus dan kota-kota lain di Mesir dan Syam.
b.
Timbulnya Ilmu-Ilmu Baru
Pada masa ini mulai
matang ilmu-ilmu Sosiologi dan Filsafat Tarikh dengan munculnya Muqaddimah Ibnu
Khaldun sebagai kitab pertama dalam bidang ini, juga mulai disempurnakan
penyusunan ilmu politik, ilmu tatausaha, ilmu peperangan dan ilmu kritik
sejarah.
c.
Kurangnya Kutubul Khannah
Di zaman ini banyak
perpustakaan besar, yang musnah bersama kitabnya karena terbakar atau tenggelam
di tengah suasana yang kacau waktu Mongol menaklukkan di Timur dan peperangan
di Barat. Atau pemusnahan kitab-kitab dan perpustakaan sebagai akibat
terjadinya pertentangan sengit antara firqah-firqah agama atau karena menjadi
rusak kertasnya dan mengaburnya tinta akibat dimakan usia.
d.
Banyaknya Sekolah dan Mausu’at
Pada masa ini
sekolah-sekolah tumbuh dengan segar, terutama di Mesir dan pusatnya ada di
Kairo dan Damaskus. Pembangunan sekolah pertama Nuruddin Zanky yang kemudian
diikuti Sultan sesudahnya.
Berdirilah berbagai
sekolah, ada sekolah untuk tafsir dan hadis, sekolah untuk fikih berbagai
madzhab, sekolah untuk ilmu filsafat dan kedokteran, ada sekolah untuk ilmu
eksakta, sehingga muncullah para ilmuan dan sarjana. Dan pada masa ini muncul
juga mausu’at dan majmu’at yaitu buku kumpulan ilmu dan masalah-masalah, kira-kira
seperti ensiklopedia.
e. Penyelewengan Ilmu
Pada zaman ini umat Islam
dan kaum terpelajar banyak yang melarikan diri ke dunia pembahasan agama,
bahkan banyak di antara mereka yang jatuh ke lembah mistik dan khurafat. Hal
ini dikarenakan kebanyakan manusia telah dihinggapi rasa takut sehingga mereka
mengalihkan ke dunia agama dan mistik untuk menghibur diri.
Di samping itu dampak
positif penyerangan Mongol dapat dilihat
dari:
- Kondisi Keagamaan
Penguasaan
Mongol atas daulah Islam yang hampir memusnahkan unsur-unsur Arab, bahasa,
kebudayaan dan agama Islam. Namun suatu hal yang luar biasa bahwa Jengis Khan
yang meruntuhkan semua itu di antara keturunannya ada yang justru menjadi
pemelihara dan pembangun agama dan kebudayaan Islam. Diantaranya Timur Lenk,
Juchi Khan, Chagatai Khan dan keturunan lainnya yang menguasai India, yaitu
Mughal dengan menjadi Sultan di India dan berjasa besar dalam penyiaran Islam.
Mengapa
mereka dapat menerima dan masuk Islam? Jawabannya karena mereka bergaul dan
berasimilasi dengan masyarakat asli.
- Lahirnya Ilmuwan-ilmuwan Besar
Ketika kaum muslimin
dirundung kesedihan akibat serangan Mongol yang tidak berperikemanusiaan dengan
menghancurkan kebudayaan Islam, ternyata umat Islam masih juga dapat berfikir,
melahirkan ilmuan besar dan berkaliber internasional walaupun jumlahnya
sedikit, di antaranya Ibnu Taimiyah yang lahir pada tahun 661 H/1263M. Beliau
adalah seorang perintis dan pejuang agama. Di antara buku yang diterbitkannya
adalah Al-Jawab al-Shahih Man Balada Du al-Mash. Kemudian ia mengeluarkan buku
kritikan yang ditujukan khusus kepada filsafatnya Ibnu Rusyd, Al-Kasyfu al
Manalm al-Adillah, dalam politik kenegaraan bukunya yang terkenal adalah
Al-Siyasah Syar’iyyah fi Isalah al-Ra al-Ra’ah.
Di samping beliau
terdapat juga Abu Ja’far Muhammad Ibnu Muhammad ibnu Hasan Nasiruddin
Tusi atau yang
dikenal dengan ad-Din Tus. Beliau
membuat jadwal perjalanan bintang baru yang
dinamai jadwal Elkaniyah sebagai penghormatan kepada Raja Mongol yang memberi
sokongan untuk mendirikan observatorium. Ia juga termasyhur dengan ilmu
geometrinya.
Lahir pula pada masa
itu Ulugh Bek, cucu dari Timur Lenk yang termasyhur karena ahli dalam bidang
agama dan ahli dalam ilmu pasti dan sampai pada abad XV M umat Islam masih
menciptakan penemuan baru, namun sangat langka dan sedikit sekali, bagai
kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
- Mengenai Timur Lenk
Sulthan Timur Lenk merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam, dimana sisa-sisa
kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil mengalahkan Tughluk Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya
sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dari keturunan Jengis Khan.
Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha
bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulagu Khan, malapetaka yang
tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan
bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada
dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa
kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur
si Pincang.[19]
Pada tahun 1381 M ia
menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah itu serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga
keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus
melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri
di Afganistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang
ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afganistan, bahkan ia membangun menara,
disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dari mayat-mayat
itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan
ekspansinya ke Irak, Syria dan Jazirah Anatolia (Turki).
Pada Tahun 1393 M ia
menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. Pada tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan
setahun kemudian ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah
satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya.
Utusan-utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian
damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang
ke Timur Lenk. Mesir, sebagaimana pada
masa serangan-serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari
serang bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak
mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan
invasi ke Asia Kecil menjarah kota-kota yaitu, Tikrit, Mardin dan Amid. Di Tikrit, kota kelahiran Shalahuddin
al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya.
Pada tahun 1395 M ia
menyerbu daerah Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih
dari setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan penyerbuannya
adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran
terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat,
semestinya penguasa muslim itu memaksakan Islam kepada penduduknya.
Di India ia membantai lebih dari
80.000 tawanan.
Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan
batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu
besar itu dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi masjid
dibangun, tahun 1399 M Timur Lenk berangkat memerangi
Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia
menduduki kota itu sebelumnya, dan memerangi Daulah Bani Ustmani di bawah Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di kota Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup
untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah.
Pada tahun 1401 M ia
memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari
lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari
20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta
dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid
yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan Ba'labak berturut-turut jatuh
ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam
suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh
ke tangan pasukan Timur lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu
masjid Umayyah
yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak.
Dari Damaskus
para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli dibawanya ke Samarkand. Ia
memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan
tindakan-tindakannya itu. Setelah itu serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil
ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk
sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung
kota itu. Di
sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari
kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan.[20]
Daulah Bani Ustmani, oleh
Timur Lenk
dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak
daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan.
Bahkan, Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah,
penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah
kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk.
Karena
itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan
kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai
pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang
menentukan di Ankara. Tentara Daulah Bani Utsmani kembali menderita kekalahan,
sementara Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Sulthan Yildirim Bayazid I Rahimahullah akhirnya meninggal dalam tawanan. Timur Lenk melanjutkan
serangannya ke Bursa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia
kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah
perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun.
Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan
upacara kebesaran.
Timur Lenk
terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para
penentangnya. Ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam
perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama syi’ah, sastrawan dan seniman. Ulama
syi’ah dan para ilmuwan
dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima
dengan hormat sejarawan terkenal, Syeikh Ibnu Khaldun Rahimahullah yang diutus Sulthan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkayanya dengan
bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar
internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan
tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan
perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia
meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute
perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan
angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya,
Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup
berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu
saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-1447 M), merebut kekuasaan dari
tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan
wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia
diganti oleh anaknya Ulug Beg (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti.
Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh
anaknya yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang
luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke
permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh
ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.[21]
C. PENUTUP
Dalam benak kita, nama
Mongol identik dengan perilaku keras dan kasar (Barbar) yang disertai dengan
penghancuran. Timur Lenk sebagai kelanjutan dari tindakan kekerasan yang
dilakukan oleh bangsa Mongol menampakkan
diri sebagai penguasa yang lebih bengis dari Mongol. Kedua penguasa kejam di
atas adalah aktor utama yang menghancurkan Baghdad sebagai ibukota dari Khalifah Bani
Abbasyiah dan juga menghancurkan pusat-pusat peradaban Islam di daerah lain.
Biasanya tradisi bangsa
yang dikalahkan cenderung mengikuti budaya bangsa yang mengalahkan. Akan tetapi
bangsa Mongol dan Timur Lenk justru mengambil peradaban kaum muslimin yang
dikalahkan.
Penyerangan yang dilakukan
oleh bangsa Mongol dan Timur Lenk memiliki sisi yang menarik untuk diamati.
Sisi tersebut adalah bahwa selain terjadi penaklukkan secara kasar yang
dilakukan oleh bangsa Mongol dan Timur Lenk, ada kondisi positif yang
dihasilkan dari penaklukkan bangsa Mongol terhadap Khilafah Abbasyiah. Walaupun
sebenarnya terdapat sisi negatif yang sangat menyedihkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Taufik,dkk.Ensiklopedi Tematik Dunia Islam,
(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,2002)
Ali,K. Sejarah Islam, (Jakarta:Raja Grafindo,2003)
Ali-Usari,Ahmad,
Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam
Hingga Abad XX, (Jakarta:Akbar Media Eka Sarana, 2003)
Al-Suyuti, Jalaluddin, Tarikh al-Khulafa, (Beirut:Dar
al-Fikri,ttp)
Bek,Muhammad
Hudhori, Muhadharat Tarikh al-Umam al
Islamiyah,(Kairo:Maktabah al-Kubro,1970)
Hasan,Hasan
Ibrahim, Tarikh Islam,
(Kairo:Maktabah al-Nahdah Misriyah,1979)
--------------------------,
Sejarah dan Kebudayaan Islam,
(Yogyakarta:Kota Kembang,1989)
Hitti,P.K,History
of the Arabs,(London:Macmillan Student Editions,1974)
Hoesan, Oemar Amn,Kultur Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang,1964)
Mufradi, Ali,Islam di Kawasan Kebudayaan Arab,
(Jakarta:Logos,1997)
Nasution,Harun,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,
(Jakarta:UI Press,1985)
Penyusun Dewan Redaksi
Ensiklopedia Islam,Ensiklopedia Islam
Jilid 2, (Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,1994)
Sunanto,Musrifah,Sejarah Islam Klasik, (Jakarta:Prenada
Media,2003)
Syalabi, Ahmad,Mausu’ah al-Tarikh al-Islami wal Hudharah
al-Islamiyah,(Kairo:Maktabah al-Nahdhahal-Mishriyah,1979)
Spuler,Bertold,History
of Mongols,(London:Rautledg:1972)
Yatim,Badri,Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta:Grafindo:2002)
SILSILAH PENGUASA BANI ILKHAN*)
Tuli
1.Hulaghu
Khan
(654-663H/1256-1265M)
3. Ahmad
Teguder 4. Abaqa Taraghai
(680-683/1282-1284)
(663-680/1265-1282)
4. Arghun 5. Gayghatu 6. Baydu
(683-690/1284-1291) (690-694/1291-1295) (694H/1295M)
7.Mahmud
Ghazan 8. Oljaytu Ali
(694-703/1295-1304) (703-717/1304-1317)
14. Jahan Timur
(739-741/1338-1340)
11. Musa
(736/1336)
10. Arpa
(736-781/1336-1337)
9.
Abu Said 15. Santi Bek
(717-736/1317-1335) (739-741/1338-1339)
12. Muhammad
16.
Sulaiman (736-781/1336-1337)
(740-744/1339-1343)
*) Dikutip dari Jere L.Bacharavh, A Middle East Studies Handbook,
(London:Cambridge University Press,1984), Hlm. 41
PENGUASA DINASTI TIMURID
1. Penguasa Timurid di Samarkand
1370 : Timur Lenk
1405 : Khalil
1405 : Syahrukh
1447 : Ulugh Beg
1449 : Abdul Latif
1450 : Abdullah Mirza
1451 : Abu Said
1469 : Ahmad
1494-1500 :
Mahmud bin Abu Said
2. Penguasa Timurid di Khurasan
1449 :
Babur
1457 :
Mahmud bin Babur
1459 :
Abu Said
1469 :
Yudighar Muhammad
1470 :
Husein Bayqara
1506 :
Badi ar-Zaman
Dikutip dari Dewan Redaksi Ensiklopedia Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Jilid 2,
(Jakarta:Ichtiar Baru Van Hoeve,1994), hlm.150
[1]
Taufik Abdullah, dkk. Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam. (Jakarta.Ichtiar
Baru Van Hoeve,2002). Hal.81
[2]
Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia
Islam Jilid 2 (Jakarta.Ichtiar Baru Van Hoeve.1994) Hal. 241
[3]
Ahmad Syalabi, Maushu’ah Tarikh al-Islam
ver al-Hadarah al-Islamiyah, (Kairo:Maktabah al-Nahdah al-Mishriyah,
1979).Hal. 745
[4] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam, (Kairo:Maktabah al-Nahdah al-Mishriyah, 1979).
Hal. 132
[5] Ibid
[6]
Ali Mufradi, Islam Di Kawasan Kebudayaan
Arab, (Jakarta .
Logos,1997). Hal. 128
[7] Ibid
[8]
Bertold Spuler. History of The Mongols.
(London.Rautledy, 1972) hal. 26
[9]
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam.
(Jakarta.Grafindo,2002). Hal. 113
[10]
Jalaluddin al-Suyuthi. Tarikh al-Khulafa.
(Beirut . Dar al-Fikri,tanpa tahun penerbit). Hal.
433
[11] Muhammad Hudhori Bek. Muhadharah Tarikh al-Umam al-Islamiyah.(Kairo.Maktabah
al-Kubro,1970). Hal. 480
[12] Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. (Jakarta.A.Press,1985). Hal.
80
[14]
Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam
[15]
K.Ali. Sejarah Islam. (Jakarta.Raja
Grafindo.2003). Hal. 435-438
[16]
Musrifah Sunanto. Sejarah Klasik Islam.
(Jakarta.Prenada Media.2003). Hal. 194
[17] Ibid
[18]
Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam.op.cit.
Hal. 242
[19]
Badri Yatim, op.cit. Hal.118
[20]
Philip.K.Hitti.History of The Arabs.
(London.Macmillan Student Editions.1974). Hal. 670
[21]
Hamka.Sejarah Umat Islam, III
(Jakarta.Bulan Bintang,1981). Hal.53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar