Minggu, 02 Juni 2013

AQSAM AL – QURAN

A. Pendahuluan 
Bersumpah merupakan salah satu upaya yang dilakukan manusia dalam rangka meyakinkan orang lain bahwa dirinya berada di atas kebenaran, tidak berdusta. Dengan diucapkannya sumpah oleh seseorang maka orang lain yang pada awalnya ragu atau tidak percaya tentang informasi yang disampaikan menjadi yakin dan  percaya. Jadi tujuan  manusia bersumpah adalah untuk membuktikan bahwa dia benar, sehingga orang lain mempercayai berita yang dibawanya. Bersumpah adalah dengan menggunakan kalimat sumpah.
Lalu bagaimana halnya jika Allah Swt yang bersumpah. Padahal kita meyakini sepenuh hati bahwa Allah Maha Sempurna, Maha Kuasa dan Maha Benar tidak pernah berdusta. Dalam kondisi yang begitu mengagumkan, menurut pikiran kita, tentu tak perlu Allah memakai kalimat sumpah untuk meyakinkan manusia. Bagi seorang mukmin ada atau tidak ada sumpah sama saja, orang mukmin akan tetap percaya. Sebaliknya, bagi orang yang kufur, kalimat sumpah tidak akan memberi pengaruh apapun, kecuali dia mendapat hidayah. Walaupun demikian, Allah memakai sumpah dalam al-Quran.

Berangkat dari kenyataan sebagaimana diuraikan di atas, maka kita mendapat kesan bahwa antara sumpah Allah dan sumpah manusia terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Allah Swt dapat saja bersumpah dengan muqsam bihnya adalah diri-Nya, zat sifat-Nya ataupun dengan makhluk-Nya. Hukum dan kafarat sumpah juga tidak berlaku bagi Allah. Berbeda halnya dengan manusia, manusia haram hukumnya bersumpah dengan muqsam bih selain Allah dan tujuan sumpah manusia juga berbeda dengan sumpah Allah. Bila manusia bersumpah dan ada kebohongan dalam sumpah itu atau tidak ditepatinya, maka bagi manusia itu akan kena kutukan, dosa dan kafarat. Dalam al-Qur’an ada tiga yang bersumpah. Pertama: Allah SWT. Kedua, Manusia, baik mukmin maupun kafir, Ketiga yaitu, setan.
Adapun makalah ini akan membahas ayat-ayat al-Quran tentang sumpah Allah, merupakan bahagian dari pokok bahasan Ulum al Quran. Sebagai seorang mukmin, kajian ini tidak bermaksud untuk menguji kebenaran ajaran yang terkandung dalam al-Quran tentang sumpah Allah.  melainkan berusaha untuk mencari petunjuk dan rahasia apa  yang terkandung dalam sumpah-Nya. Hal ini berguna untuk menjadi pedoman bagi umat manusia khususnya umat Islam agar bertambah keimanannya terhadap Allah dan kepada kitab suci al-Quran sebagai sumber ajaran agama Islam.

B. Definisi dan Sighat Qasam
    Definisi Aqsām al-Qur’ān   
Kata “Aqsām” merupakan bentuk plural dari kata “qasam”.     Secara etimologi kata “al-Qasam” sama dengan kata “al-Yamīn” yang berarti: “sumpah”.2 Kata “al-Half” juga sama artinya dengan “al-Qasam, karena sama tujuannya yaitu untuk menghilangkan pertentangan atau bantahan.3 Kata “aqsama bi Allāh” sama dengan “ahlafa billah” yang berarti bersumpah dengan nama Allah.4 Namun ada perbedaan yang sangat kecil antara “al-Qasam” dengan “al-half”, yaitu kata “al-Qasam lebih balaghah dari kata “al-half”, karena apabila dikatakan aqsama bi Āllah, berarti ia menghilangkan pertentangan dengan nama Allah dan apa yang dipertentangkannya itu dapat dipertahankannya. Sedangkankan kata ahlafa bi Āllah, hanya bisa menghilangkan pertentangannya saja, belum tentu dapat mempertahankannya.5
Namun sumpah Allah tidak pernah memakai lafal ” حلف ” melainkan memakai lafal atau kata kerja ” اقسم ” atau cukup dengan huruf (adat) qasam tanpa menyebut lafal ” اقسم ”. Jika diamati hal tersebut, ternyata lafal ” حلف ” berbeda konotasinya dari ” اقسم ” sebab lafal ”  حلف ” tidak menjamin bahwa sipelaku sumpah berada di atas kebenaran; boleh jadi ia berbohong seperti diisyaratkan Allah dalam ayat 56 surat at-Taubah:
  •     •     
Artinya: ”Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa Sesungguhnya mereka Termasuk golonganmu; Padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu”. (QS 9: 56)

 Sighat asli qasam ialah fi'il atau kata kerja aqsama" atau "ahlafa" yang di-muta `addi (transitif)-kan dengan "ba" untuk sampai kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah), lalu disusul dengan mugsam 'alaih (sesuatu yang karena sumpah diucapkan) yang dinamakan dengan jawab qasam. Misalnya firman Allah: "Mereka bersumpah dengan nama Allah, dengan sumpah yang sungguh-sungguh, bahwasanya Allah tidak akan membangkitkan orang yang mati." (an-Nahl [16]:38).
 Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim, mempunyai makna yang sama. Qasam didefinisikan sebagai "mengikat jiwa (hati) dengan 'suatu makna' yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i`tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu." Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan mukhathabnya.
Sedangkan Qasam secara terminologi telah banyak didefinisikan oleh ulama, diantaranya adalah:
1.    Al-Zarkasyi, yang mengatakan bahwa qasam adalah suatu kalimat yang memberi penegasan atau taukid terhadap berita yang disampaikan (ﺭﺑﺧﻟﺍﺎﻬﺑ ﺩﻜﺅﻴ ﺔﻠﻤﺠ ).6
2.    Jalal al-Din al-Sayuthi, mendefinisikan bahwa qasam itu adalah suatu pembenaran dan penegas terhadap suatu berita (ﻩﺩﻳﻜﻮﺘﻭﺭﺑﺧﻟﺍﻕﯿﻗﺣﺘ ).7
3.    Musthafa Dib al-Bigha:
8 ﺍﺩﺍﻗﺘﻋﻭﺍ ﺔﻗﻳﻗﺤ ﻑﻠﺎﺤﻟﺍ ﺪﻧﻋ ﻢﻅﻌﻣ ﻰﻧﻌﻤﺒ ﻪﻴﻠﻋﻢﺍﺩﻗﻷﺍﻮﺍ ﺊﻴﺷ ﻥﻋ ﻉﺍﻧﺗﻣﻹﺎﺑ ﺲﻔﻨﻟﺍ ﻄﺒﺭ
    “Mengikat jiwa untuk menjauhi suatu perbuatan atau melaksanakannya dengan suatu makna (ungkapan) yang diagungkan oleh yang bersumpah, baik secara hakikat ataupun i’tikad ”.
4. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya al-Tibyan fi aqsam al-Quran yang dikutip oleh Nashruddin Baidan menjelaskan bahwa defenisi qasam  adalah menguatkannya (muqsam alaih) isi informasi dan memastikannya. 
Dari empat definisi qasam di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa qasam adalah suatu kalimat yang mengandung pembenaran atau penegasan terhadap suatu berita maupun tuntutan yang ada dalam jiwa orang yang bersumpah unsur mengagungkan,  baik secara hakiki ataupun i’tikadi.
Dengan demikian, ada tiga unsur dalam sighat qasam yaitu: fi'il yang ditransitifkan dengan "ba", muqsam bih dan muqsam 'alaih.
Oleh karena qasam itu sering dipergunakan dalam percakapan maka ia diringkas, yaitu fi`il qasam dihilangkan dan dicukupkan dengan "ba". Kemudian "ba" pun diganti dengan "wawu" pada isim zahir, seperti: وَالليلِ إِذَا يَغْشَى (Demi malam, bila menutupi [cahaya siang]) (al-Lail [92]:1), dan diganti dengan "ta" pada lafaz  jalalah, misalnya : وَتَااللهِ لأَكِيْدَنَّ أَصْنَامَكُمْ (Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu.) (al-Anbiya' [21]:57). Namun qasam dengan "ta" ini jarang dipergunakan, sedang yang banyak ialah dengan "wawu".
Huruf  “ta” yang disambungkan dengan kata Allah sehingga menjadi ta ‘l-lah-i ditemukan 9 kali dalam al-Quran. Sedangkan bi’l-lah-i ditemukan 14 kali (8 kali dengan fi’il qasam aqsama dan 6 kali dengan fi’il qasam ahlafa), wa ‘llah-i ditemukan satu kali dalam al-Quran. Adapun yang menggunakan huruf sumpah “waw” banyak terdapat dalam al-Quran.

C. Unsur-unsur yang membentuk qasam (sumpah) Allah  dalam al-Qur’an
Lahirnya suatu sumpah mengandaikan adanya unsur-unsur yang mendukungnya, yaitu hal-hal yang dengannya terbentuk sumpah Allah. Menurut Hasan Mansur Nasution, Unsur-unsur yang membentuk qasam (sumpah) Allah  dalam al-Qur’an,sedikitnya ada tiga unsur yang harus dipenuhi agar ucapan itu dapat dikatakan sebuah sumpah, yaitu: muqsam bih, muqsam ‘alaih, dan adat qasam.9 unsur-unsur sumpah itu dengan muqsim dan sabab qasam.10
1. Muqsim
Muqsim atau qāsim atau hālif adalah kata yang maknanya sama, yaitu “yang bersumpah”.11 Dalam al-Qur’an ada tiga yang bersumpah. Pertama: Allah SWT. Kedua, Manusia, baik mukmin maupun kafir. Ketiga, setan.12 Apabila al-hālif itu adalah Allah, maka muqsam bih yang digunakan adakalanya zat-Nya sendiri, dengan perbuatanNya atau dengan objek ciptaanNya.13 Contohnya sebagai berikut:
a.     Allah telah bersumpah dengan zat-Nya sendiri dalam al-Qur’an terdapat pada tujuh tempat.14
1). Dalam surat al-Taghabun ayat 7:                        ﻥﺛﻌﺑﺗﻠ ﻲﺒﺭﻮ ﻰﻠﺒ ﻞﻘ       
2). Dalam surat Saba’ ayat 3:                                ﻢﻜﻧﯾﺘﺄﺘﻟ ﻲﺒﺭﻮ ﻰﻠﺒ ﻞﻘ
3). Dalam surat yunus ayat 53:                              ﻖﺤﻠ ﻪﻧﺇ ﻲﺒﺭﻮ ﻱﺇ ﻞﻘ
4). Dalam surat Maryam ayat 68 :                    ﻥﯾﻂﺎﯾﺷﻠﺍﻮ ﻢﻬﻧﺭﺷﺣﻧﻠ ﻚﺑﺭﻮﻔ
5). Dalam surat al-Hijr ayat 92 :                         ﻥﯾﻌﻣﺠﺃ ﻢﻬﻧﻠﺄﺴﻧﻠ ﻚﺑﺭﻮﻔ
6). Dalam surat al-Nisa’ ayat 65 :                              …ﻥﻭﻧﻤﺆﯾﻻﻚﺒﺮﻮ ﻼﻔ
7). Dalam surat al-Ma’arij ayat 40:         ﺐﺭﺎﻐﻤﻠﺍﻮ ﻖﺭﺎﺷﻣﻠﺍ ﺐﺮﺒ  ﻢﺴﻗﺃ ﻶﻔ

b. Allah bersumpah dengan perbuatan-Nya,15 seperti dalam surat al-Syams(91:5-8)                         
Artinya: dan langit serta pembinaannya,dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.(Q.S 91: 5-8)

c. Allah bersumpah dengan objek ciptaanNya,16 contohnya dalam surat al Najm         (Q.S 53:1):
   •    
Artinya: “Demi bintang ketika terbenam”. (Q.S 53:1)
Quran Surah at-Tin 1-5:
 •                       
Artinya: “Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun[, . dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman, Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” .(Q.S 95: 1-5)

Namun apabila al-hālif itu adalah manusia, muqsam bih nya harus zat Allah, karena bersumpah dengan  selain zat Allah adalah syirik.17 Nabi bersabda:

.ﻚﺭﺷﺃﻮﺃﺮﻔﻛ ﺪﻗﻔ ﷲﺍﺭﯾﻐﺑ ﻒﻟﺣ ﻥﻣ ﻞﺎﻗ ﷲﺍﻰﻠﺼ ﻪﯾﻠﻋﻢﻟﺴﻮ ﷲﺍ ﻞﻭﺴﺮ ﻦﺃ ﻪﻧﻋ ﷲﺍ ﻲﺿﺭ ﺏﺎﻄﺨﻦﺒ ﺮﻣﻋ ﻦﻋ  (ﻱﺫﯾﻣﺮﺗﻟﺍ ﻩﺍﻮﺭ)
Hadits di atas dengan jelas melarang seseorang bersumpah dengan selain nama Allah, sebab bisa menyebabkan seseorang jadi syirik. Selain itu bersumpah dengan selain Allah berarti mengagungkan selain Allah SWT. Contoh sumpah manusia seperti yang terdapat di dalam firman Allah SWT dalam surat al-Nisa’(4:62) berbunyi:                                                           
        
Artinya: “Kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, Kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".

Walaupun demikian, Allah sendiri bersumpah dengan nama makhluknya. Padahal kalau dilihat berdasarkan hadits di atas tentunya tidak diperbolehkan. Dalam hal ini ada beberapa alasan. Alasan ini dikemukakan oleh Imam Jalaluddin al-Suyuthi.18 Diantaranya:
1.     Ada kata yang dibuang yaitu mudlafnya, seperti ﺭﺠﻔﻠﺍﻮ bila dinampakkan mudlafnya maka menjadi : ﺭﺠﻔﻠﺍ ﺐﺭﻮ
2.     Bahwa orang Arab sangat mengagumi kata-kata yang dilihatnya sehari-hari, seperti: ﻢﺠﻧﻠﺍ  - ﺮﺟﻔﻟﺍ  - ﻞﯾﻟﺍ  - ﺭﻤﻗﻟﺍ  - ﺲﻣﺷﻟﺍ 
3.     Qasam itu biasanya untuk mengagungkan sesuatu yang di melebihinya. Sedangkan Allah tidak ada sesuatupun melebihinya. Oleh karenanya, Allah kadangkala bersumpah dengan zat-Nya dan kadangkala dengan ciptaannya.
4.     Menyebutkan yang diciptakan memastikan untuk menyebutkan yang menciptakan. Seperti kata “Demi Matahari”, maka orang akan ingat atau diingatkan terhadap penciptanya yaitu Allah SWT, karena mustahil adanya ciptaan tanpa ada yang menciptakan. Allah bersumpah dengan nama yang diciptakan-Nya, tidak terlepas dari dua hal, yaitu; karena kelebihannya atau karena ada manfaatnya.19
   Sedangkan dalam kaitannya dengan setan sebagai yang bersumpah ditemukan hanya satu kali di dalam al-Qur’an dan menggunakan kata qāsama, seperti firman Allah:
    • 
Artinya: “Dan Dia (syaitan) bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah Termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua". (QS 7:21)

2. Shighah

    Shighah artinya lafal, yaitu lafal yang diucapkan. Dalam sumpah lafal tersebut dapat dinyatakan secara jelas (zhāhir) dan dapat pula disembunyikan (mudlmar).21 Al-qasam al-zāhir adalah sumpah yang fi’l al-qasam dan al-muqsam bihnya jelas tampak, namun terkadang fi’l al-qasam nya dibuang. Hal ini biasa. Karena itu dicukupkan dengan memakai harf jar ba, waw, atau ta. Terkadang masuk la al-nāfiyah pada fi’l al-qasam.22
Contoh sumpah fi’l qasam dan muqsam bih nya disebutkan adalah:
23.ﻥﺛﻌﺑﺗﻠ ﻲﺒﺭﻮ ﻰﻠﺒ ﻞﻘ
Sedangkan  yang memakai huruf qasam dan lā nafiyah adalah:
    24ﺭﺼﻌﻟ   
25. ﺔﻣﺍﻮﻟﻟﺍ ﺲﻔﻧﻠﺎﺒ ﻢﺳﻗﺃ ﻻﻮ ﺔﻣﺎﯾﻘﻠﺍﻢﻮﯾﺒ ﻢﺳﻘﺃ ﻻ
Sedangkan al-qasam al-mudlmar adalah sumpah yang fi’l al-qasam dan al-muqsam bih nya  tidak jelas. Hanya saja disyaratkan oleh lām mu’akkidah yang masuk pada jawab al-qasam. Seperti firman Allah dalamsurat Ali ‘Imrān ayat 186 :
26.ﻢﻛﺴﻔﻧﺃﻮ ﻡﻜﻟﺍﻮﻣﺃﻲﻔ ﻦﻮﻟﺒﺘﻠ  
Sighat (lafal) yang biasa digunakan untuk sumpah dalam bahasa Arab adalah aqsama (ﻢﺴﻗﺃ) dan ahlafa (ﻒﻟﺤﺃ), yang ditransitifkan dengan “ba”  kepada muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah). Kemudian dilengkapi dengan muqsam ‘alaih (sesuatu yang karenanya sumpah itu diucapkan) atau biasa disebut dengan jawab al-qasam.27 Contohnya, firman Allah SWT:
28.ﺖﻭﻣﯿ ﻥﻣ ﷲﺍ ﺙﻌﺒﯾﻻﻢﻬﻧﺎﻣﯾﺃﺩﻬﺠ ﷲﺎﺒ ﺍﻮﻤﺳﻗﺃﻮ         
   29.ﻦﻮﺮ ﺪﺎﻗﻟ ﺎﻧﺇ ﺐﺭﻐﻣﻠﺍﻭ ﻕﺮﺸﻣﻠﺍ ﺐﺭﺒ ﻢﺴﻗﺃ ﻵﻮ

3. Muqsam Bih dalam Qur'an
Allah bersumpah dengan Zat-Nya yang kudus dan mempunyai sifat-sifat khusus, atau dengan ayat-ayat-Nya yang memantapkan eksis¬tensi dan sifat-sifat-Nya. Dan sumpah-Nya dengan sebagian makhluk menunjukkan bahwa makhluk itu termasuk salah satu ayat-Nya yang besar.
Allah telah bersumpah dengan Zat-Nya sendiri dalam Qur'an pada tujuh tempat:
1)    "Orang-orang kafir menyangka bahwa mereka sekali-kali ti¬dak akan dibangkitkan. Katakanlah: Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan"  (at-Tagabun [64]:7),
2)    "Dan orang-orang kafir berkata: Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami. Katakanlah: Pasti datang, demi Tuhanku, sungguh kiamat itu pasti akan datang kepadamu. " (Saba' [34]:3),
3)    "Dan mereka menanyakan kepadamu: Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu benar. " (Yunus [10]:53),
Dalam ketiga ayat ini Allah memerintahkan Nabi agar bersumpah dengan zat-Nya.
4)    "Demi Tuhanmu, sungguh Kami akan membangkitkan mereka bersama syaitan". (Maryam [19]:68),
5) "Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua". (al-Hijr [15]:92)
6)    "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara mereka perselisihkan. " (an-Nisa' [4]:65) dan
7)    "Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat. " (al-Ma'arij [70]:40).
Selain ketujuh tempat ini semua sumpah dalam Qur'an adalah dengan makhluk-Nya. Misalnya:
1."Demi matahari dan cahayanya di pagi hari dan bulan apabila mengiringinya... " (asy-Syams [91]:1-7),   
2. "Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan"  (al-Lail [92]:1-3),
3. "Demi fajar, dan malam yang sepuluh... " (al-Fajr [89]:1-4),
4. "Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang." (at-Takwir [81]:15) dan
5. "Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai" (Tin [95]:1-2).

Bentuk sumpah Allah atas nama makhluk-Nya inilah yang paling banyak dalam Qur'an.   
Apabila Allah bersumpah dengan diri-Nya maka itu adalah untuk menunjukkan keagungan-Nya. Sementara jika Ia bersumpah dengan makhluk-Nya, hal itu menunjukkan bahwa makhluk tesebut merupakan salah satu diantara tanda-tanda kebesaran-Nya. Jika diamati sesuatu atau media yang digunakan Allah dalam bersumpah adalah media yang memiliki peranan yang amat besar dalam kehidupan memiliki keagungan, keutamaan dan manfaat.
Bentuk sumpah Allah yang demikian dapat saja terjadi dan dengan apa yang dikehendaki-Nya. Akan tetapi sumpah manusia dengan selain Allah merupakan salah satu bentuk kemusyrikan. Dari Umar bin Khattab r.a. diceritakan bahwa Rasulullah berkata:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ (رواه الترمذى)
"Barang siapa bersumpah dengan selain (nama) Allah, maka ia telah kafir atau telah mempersekutukan (Allah).
Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu me¬nunjukkan Penciptanya, yaitu Allah, di samping menunjukkan pula akan keutamaan dan kemanfaatan makhluk tersebut, agar dijadikan pelajaran bagi manusia. Dari al-Hasan diriwayatkan, ia berkata:
إِنَّ اللهَ يُقْسِمُ بِمَا شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ وَلَيْسَ ِلأَحَدٍ أَنْ يُقْسِمَ إِلاَّ بِاللهِ.أخرجه إبن أبى حاتم.
Artinya: "Allah boleh bersumpah dengan makhluk yang dikehendaki-Nya. Namun tidak boleh bagi seorang pun bersumpah kecuali dengan (nama) Allah."
Sama halnya dengan ungkapan dari Ibnu Qayim Al-Jauziah dalam bukunya, ia mengemukakan bahwasanya Allah dapat bersumpah atas nama makhluqnya dan berbeda halnya dengan makhluqnya yang hanya boleh bersumpah atas nama Tuhannya.

4. Muqsam 'Alaih dalam al – Quran
1)    Tujuan qasam adalah untuk mengukuhkan dan mewujudkan muqsam 'alaih (Jawab qasam, pernyataan yang karenanya qasam diucapkan). Karena itu, muqsam 'alaih haruslah berupa hal-hal yang layak didatangkan qasam baginya, seperti hal-hal gaib dan tersembunyi jika qasam itu dimaksudkan untuk menetapkan keberadaannya.
2)    Jawab qasam  itu pada umumnya disebutkan. Namun terkadang ada juga yang dihilangkan, sebagaimana jawab "lau" (jika) sering dibuang, seperti firman Allah: كَلاَّ لَوْ تَعْلَمُوْنَ عِلْمَ اْليَقِيْنِ (Janganlab begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.) (at-Takasur [102]:5).

Penghilangan seperti ini merupakan salah satu uslub paling baik, sebab menunjukkan kebesaran dan keagungan. Dan taqdir ayat ini ialah: "Seandainya kamu mengetahui apa yang akan kamu hadapi secara yakin, tentulah kamu akan melakukan kebaikan yang tidak terlukiskan banyaknya."
Penghilangan jawab qasam, misalnya:
 وَاْلفَجْرِ, وَلَيَالٍ عَشْرٍ, وَالشَّفْعِ وَاْلوَتْرِ وَاللَّيْلِ إِذَا يَسَرَ, هَلْ فيِ ذلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ 

Artinya: Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal. Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhan mu berbuat terhadap kaum `Ad?) (al-Fajr [89]:1-6).

Adapun yang dimaksud dengan qasam di sini ialah, waktu yang mengandung amal-amal seperti ini pantas untuk dijadikan oleh Allah sebagai muqsam bih. Karena itu ia tidak memerlukan jawaban lagi. Namun demikian, ada sementara pendapat mengatakan, jawab qasam itu dihilangkan, yakni: pasti akan disiksa wahai orang kafir Mekah." Juga ada pendapat fail' mengatakan, jawab itu disebutkan, yaitu firman-Nya: إِنَّ رَبَّكَ لَبِاالْمِرْصَادِ (Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.) (al-Fajr [89]:14). Pendapat yang benar dan sesuai dalam hal ini adalah bahwa qasam tidak memerlukan jawaban.
Jawab qasam terkadang dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh perkataan yang disebutkan sesudahnya, seperti:  لاَأُقْسِمُ بِيَوْمِ اْلقِـيَامَةِ  (Aku bersumpah dengan hari kiamat dan Aku bersum¬pah dengan jiwa yang banyak mencela.) (al-Qiyamah [75]:12). Jawab qasam di sini dihilangkan karena sudah ditunjukkan oleh firman sesudahnya, yaitu …. أَيَحْسَبُ اْلاِنْسَانُ أَنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ     (Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulang¬nya?) (al-Qiyamah [75]:3). Taqdirnya ialah: Sungguh kamu akan di¬bangkitkan dan dihisab.

3). Fi'il madi musbat mutasarrif yang tidak didahului ma`lum-nya apabila menjadi jawab qasam, harus disertai dengan "lam" dan "qad". Dan salah satu keduanya ini tidak boleh dihilangkan kecuali jika kalimat terlalu panjang, seperti berikut: 
     (Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan ma¬lam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ke¬takwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.) (asy-Syams [91]:1-9).
Jawab qasamnya ialah قد أفلح من زكاها (ayat ke-9). "Lam" pada ayat ini dihilangkan karena kalam terlalu panjang.
Atas dasar itu para ulama berpendapat tentang firman Allah:
(Demi langit yangmempunyai gugusan bintang, dan hari yang dijanjikan, dan yang me¬nyaksikan dan yang disaksikan. Telah dibinasakan orang-orang yang membuat parit.) (al-Buruj [85]:1-4): Yang paling baik ialah qasam di sini tidak memerlukan jawab, sebab maksudnya adalah mengingatkan akan muqsam bih karena ia termasuk ayat-ayat Tuhan yang besar. Da¬lam pada itu ada yang berpendapat, jawab qasam tersebut dihilangkan dan ditunjukkan oleh ayat keempat. Maksudnya, mereka itu - yakni orang kafir Mekah - terkutuk sebagaimana ashabul ukhdud terkutuk. Juga ada yang mengatakan, yang dihilangkan itu hanyalah permulaan¬nya saja, dan taqdirnya ialah: لقد قُتِلَ sebab fi'il madi jika menjadi jawab qasam harus disertai "lam" dan "qad", dan tidak boleh dihilangkan salah satunya kecuali jika kalam terlalu panjang sebagaimana telah dikemukakan di atas, berkenaan dengan firman-Nya Q.S. 91:1-9)
4)    Allah bersumpah atas (untuk menetapkan) pokok-pokok keimanan yang wajib diketahui makhluk. Dalam hal ini terkadang bersumpah untuk menjelaskan tauhid, seperti firman-Nya:   
"Demi (rombongan) yang bersaf-saf dengan sebenar-benarnya, dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat), dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. " (as-Saffat [37]:1-4).

Terkadang untuk menegaskan bahwa Qur'an itu hak, seperti firman-Nya:
"Maka Aku bersumpah dengan masa turunnya bagian-bagian Qur'an. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. Sesungguhnya Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia." (al-Waqi'ah [56]:75-77).
Terkadang untuk menjelaskan bahwa Rasul itu benar, seperti :
"Ya sin. Demi Qur'an yang penuh hikmah, sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari rasul-rasul. " (Ya Sin [361:1-3).
Terkadang untuk menjelaskan balasan, janji dan ancaman, seperti :
"Demi (angin) yang menebarkan debu dengan sekuat-kuatnya dan awan yang mengandung hujan, dan kapal-kapal yang berlayar denga mudah, dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar, dan se¬sungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi. " (az-Zariyat [51]:1-6). Kadangkala  untuk menerangkan keadaan manusia, seperti :
"Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, se¬sungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. " (al-Lail [92]:1-4). ,
Siapa saja yang meneliti dengan cermat qasam-qasam dalam Qur'an, tentu ia akan memperoleh berbagai macam pengetahuan yang tidak sedikit.
5)    Qasam itu adakalanya atas jumlah khabariyah, dan inilah yang paling banyak, seperti firman-Nya :
    "Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi)." (az-Zariyat [51]:23). Kemudian adakalanya dengan jumlah talabiyah secara maknawi,5 seperti :
"Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu." (al-Hijr [15]: 92-93. Yang dimaksud dengan ayat ini ialah ancaman dan peringatan.

D. Macam-macam Qasam
Qasam itu adakalanya zahir (jelas, tegas) dan adakalanya mud¬mar (tidak jelas, tersirat).
1. Zahir, ialah sumpah yang di dalamnya disebutkan fi'il qasam dan muqsam bih, di antaranya ada yang dihilangkan fi'il qasam¬nya, sebagaimana pada umumnya, karena dicukupkan dengan huruf jarr berupa "ba", "wawu" dan "ta".
Di beberapa tempat, fi'il qasam terkadang didahului (dimasuki) "la" nafy, seperti: لاَ أَقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَلاَ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (Tidak, Aku ber¬sumpah dengan hari kiamat. Dan tidak, Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).) (al-Qiyamah [75]:1-2)
    Sebagian mufassir berpendapat bahwa لاَ أَقْسِم ُ  ( aku tidak bersumpah ), makna  َ أَقْسِمُ  ( aku bersumpah ),  la  ditambahkan untuk penegasan, tanpa tuntutan keterangan untuk penyimpangan dari Uqsimu menjadi la uqsimu. Di dalam lafal uqsimu terdapat pertimbangan yang penting. Mungkin akan tampak mudah disini jika kita menafsirkan uqsimu  dengan lafal ahlufu (aku bersumpah). Dalam penggunaan orang Arab, keduanya tidak ada yang menghalangi penafsiran salah satunya dengan yang lain.  
Dikatakan, "la" di dua tempat ini adalah "la" nafy yang berar¬ti "tidak", untuk menafikan sesuatu yang tidak disebutkan yang sesuai dengan konteks sumpah. Tagdir (perkiraan) artinya adalah: "Ti¬dak benar apa yang kamu sangka, bahwa hisab dan siksa itu tidak ada." Kemudian baru dilanjutkan dengan kalimat berikutnya: "Aku bersumpah dengan hari kiamat dan dengan nafsu lawwamah, bahwa kamu kelak akan dibangkitkan." Dikatakan pula bahwa "la" tersebut untuk menafikan qasam, seakan-akan Ia mengatakan: "Aku tidak ber¬sumpah kepadamu dengan hari itu dan nafsu itu. Tetapi Aku bertanya kepadamu tanpa sumpah, apakah kamu mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangmu setelah hancur berantakan ka¬rena kematian? Sungguh masalahnya teramat jelas, sehingga tidak lagi memerlukan sumpah." Tetapi dikatakan pula, "la" tersebut za'idah (tambahan). Pernyataan jawab qasam dalam ayat di atas tidak disebutkan tetapi telah ditunjukkan oleh perkataan sesudahnya, "Apakah manusia mengira….    (al-Qiyamah [75]:3). Taqdirnya ialah: "Sungguh kamu akan dibangkitkan dan akan dihisab."
2. Mudmar, yaitu tidak dijelaskan fi`il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh "lam taukid" yang masuk ke dalam jawab qasam, seperti firman Allah: لَنَبْلُوَنَّ فيِ أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ  (Kamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu (Ali 'Imran [3]:186). Maksudnya, Demi Allah, kamu sungguh-sungguh akan diuji.

E. Faedah Qasam dalam Qur'an
Bahasa Arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelem¬butan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu Ma`ani disebut adrubul khabar as-salasah atau tiga macam pola penggunaan kalimat berita; ibtida'i, talabi dan inkari.
Mukhatab terkadang seorang berhati kosong (khaliyuz zihni), sa¬ma sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yag diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta'kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida'i.
Ibnu Qayyim Al-Jauziah menyebutkan fungsi dari qasam berupa penekanan dan tahqiq terhadap khabar. Ia mengatakan: “Dan berlakunya qasam dimaksudkan untuk penekanan dan pentahqiqan”.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan ke¬raguannya. Perkataan demikian dinamakan talabi.
 Terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Pem¬bicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pembicaraan demikian dinamakan inkari.
Dengan adanya Allah bersumpah dalam al-Quran maka akan menambah keimanan bagi orang yang beriman dan menjadi bahan pemikiran bagi orang yang mau berpikir sehingga nantinya akan membukakan pintu hatinya tentang Keagungan Allah dan mangakui kebenaran al-Quran sebagai kitab suci atau kalamullah. 

F. Penutup dan Kesimpulan
Berdasarkan  pembahasan sumpah dalam al-Quran sebagaimana dijelaskan di atas maka maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Setiap muslim perlu memahami sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Quran, secara baik agar tidak timbul anggapan yang keliru terhadp kalam suci tersebut.
2. Meskipun unsur atau rukun sumpah tak berbeda dari sumpah yang dilakukan manusia, namun tujuan qasam dalam al-Quran berbeda secara substansial dari sumpah yang dilakukan manusia.
3. Selain memberikan penegasan tentang pentingnya isi berita yang memakai kalimat sumpah dalam al-Quran dalam kalimat itu juga tersirat bahwa muqsambih mempunyai peranan penting dan menentukan dalam kehidupan manusia.
4. Diturunkan ayat-ayat al-Quran yang mengandung sumpah  Allah  merupakan salah satu bukti bahwa al-Quran memang dalam bahasa Arab dan sejalan dengan budaya yang berlaku di kalangan mereka dalam berkomunikasi.
    Maksud dari adanya sumpah adalah untuk menekankan atau mengkuatkan  berita atau informasi sesudahnya. Sesungguhnya bagi orang mukmin sendiri  telah membenarkan berita atau kandungan al-Quran tanpa adanya sumpah Al sekalipun. Sedangkan bagi orang kafir, sumpah tersebut tidaklah menjadikan mereka beriman dan tida pula bermamfaat bagi mereka.

DAFTAR PUSTAKA

A’isyah ‘Abdulrahman Bintusy Syathi’, Al – tafsir Al Bayani Lil Qur’an Al – Karim. Kairo : Dar  Al–Ma’arif. 1962.

Abu al-Fadl Jalal al-Din al-Sayuthi, Samudera al-Quran, Bierut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1991. 

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah. Semarang : Al-Kautsar, 2001
Ibnu Qayyim Al-Jauziah, At-Tibyan Fi Aqsamil Qur’an, Beirut : Darul Fikri, t.th
Ibrahim Anis dkk, Al-Mu’jam al-Wasith, Juz II, Cet. II. (Mesir: Dār Ihya’ al-Turāś al-‘Arabi, 1973
Jalaluddin Abdurrahman Assayuti. Al-Itqan fi Ulumul Qur’an. Beirut : Darul Fikri. t.th

Manna’ Khalil al-Qattan, Mabāhiś fi  ‘Ulūm al-Qur’an. al-Dār al-Sa’udiyah li al-nasyi, tt

M.Qusraish Shihab. Tafsir Al – Misbah Pesan Kesan dan Keserasian al- Qur’an. Vol 7. Jakarta : Lentera Hati .2002

______, Mukjizat Al-Quran, Bandung: Mizan, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar