A. Pendahuluan
Setelah kejatuhan Dinasti Umayyah, kekuasaan berpindah kepada Bani Abbasiyah. Untuk pertama kalinya dinasti ini dipimpin oleh para Khalifah yang cerdas dan kuat, seperti al-Mansur, al-Rasyid dan al-Ma’mun, sehingga dinasti ini mampu bertahan selarna berabad-abad.1
Dinasti Abbasiyah mewarisi wilayah kekuasaan dari Bani Umayah yang sangat luas. Perluasan wilayah pada masa Umayyah ini, menjadi salah satu embrio perkembangan peradaban Islam pada masa dinasti ini. Dinasti Abbasiyah telah melewati fase-fase sejarah dan mengukir nama dalam lembaran sejarah sebagai dinasti yang telah membawa dunia Islam ke era keemasan.2 Pada era ini kernajuan di bidang ekonomi, politik, sosial, militer dan ilmu pengetahuan berhasil diraih. Islam benar-benar berada pada puncak kemuliaan, kekayaan, kemajuan, kekuasaan serta peradaban yang sangat tinggi.3 Kemajuan Peradaban Abbasiyah sebagiannya disebabkan oleh stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi kerajaan ini, pusat kekuasaan Abbasiyah berada di Baghdad.4
Diawali dengan jatuhnya Bani Umayyah dan dilanjutkan dengan Bani Abbasiyah, maka dalarn makalah yang sederhana ini akan dibahas tentang kebangkitan Bani Abbasiyah, mulai dari sejarah berdirinya, masa pemerintahan dengan kemajuan dan kemunduran yang dialami dari Bani Abbasiyah.
B. Perkembangan Dinasti Abbasiyah
Daulah Abbasiyah adalah daulat (Negara) yang melanjutkan kekuasaan Daulah Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas (Bani Abbas), paman Nabi Muhammad saw. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas as-Saffah.5 Sebelum Abbas memeluk agama Islam, pernah membantu Nabi Muhammad saw dalam peristiwa Baitul Aqabah kedua, kemudian ia memeluk Islam menjelang Fathul Makkah serta rnenampakkan kegigihannya membela Islam dalam peperangan Hunain.
Untuk melihat perkembangan Dinasti Abbasiyah, penulis membaginya kepada beberapa priode:
1. Periode Awal/ Masa Keemasan(750 - 847)
Masa ini diawali sejak Abu Abbas menjadi khalifah (132 H/750 M) dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Wasiq (232 H/ 847 ), masa ini dianggap sebagai zaman keemasan Abbasyiah antara lain karena keberhasilannya dalam memperluas wilayah kekuasaan. Wilayah kekeuasaan periode ini membentang dari lautan atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut Kaspia hingga ke Sungai Nil.
Salah satu karakteristik pemerintahan Dinasti Abbasiyah yang berbeda dengan pemerintahan Dinasti Umayyah adalah menghilangkan Arabisme dalam pemerintahan. Hal ini menjadikan keragaman masyarakat faktor yang menguntungkan bagi kemajuan negara. Dengan hilangnya Arabisme dalam pemerintahan, unsur-unsur selain Arab mulai terlihat dalam sistem pemerintahan Bani Abbasiyah. Hal inilah yang menjadikan banyak tokoh-tokoh pemerintahan selain dari bangsa Arab.
Di sisi lain, hal ini juga yang menjadikan pemerintahan Dinasti Abbasiyah tidak efektif pada masa-masa selanjutnya, yakni ketika pemerintahan pada umumnya dipegang oleh bangsa Buwaihi dan Saljuk.
2. Periode Lanjutan (847 - 945)
Periode ini diawali dengan meninggalnya khalifah al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihi bangkit memerintah (847 – 932). Sepeninggal al-Wasiq, al-Mutawakkil (847 – 861) naik menjadi khalifah. Masa ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki. Orang-orang Turki memegang jabatan penting di pemerintahan. Mereka semua dibawa oleh Khalifah al-Mu'tasim dan bermukim di Baghdad. Penduduk Ibu Kota umumnya tidak menyukai mereka sehingga al-Mutasim memindahkan mereka ke sebuah kota yang sengaja dibangun buat mereka, yaitu kota Samarra, sebuah kota yang terletak disebelah utara Baghdad. Periode ini ditandai dengan persaingan antara kekuatan Militer di Baghdad dan militer di Samarra, bahkan antar kelompok dimasing-masing kota.
3. Periode Buwaihi (945 -1055)
Masa ini dimulai dengan bangkitnya Bani Buwaihi hingga rnunculnya Bani Saljuk. Kekuasaan buwaihi menyebar sampai ke Irak dan Persia Barat sementara itu, Persia Timur, Transoksania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti Samaniyah, beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak 869, Dinasti Fatimiah berdiri di Mesir. Untuk beberapa lama dinasti ini juga mengontrol sebagian besar wilayah Suriah dan seluruh wilayah di sebelah barat Mesir dan bahkan sebagian mereka mendirikan dinasti yang merdeka. Meskipun begitu dinasti Buwaihi tetap cukup kuat dan berkuasa karena mereka masih mengusai Baghdad yang merupakan pusat Dunia Islam dan lokasi kediaman Khalifah Abbasiyah.
4. Periode Saljuk (1055-1258)
Masa ini diawali ketika Suku Saljuk mengambil alih pemerintahan dan mengonbol kekhalifahan Abbasyiah pada tahun 447 M/ 1055. masa Saljuk berakhir pada tahun 656 H/1258M, ketika balatentara Momngol menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh Dunia Islam terutama bagian timur. Suku Saljuk tidak selamanya mendominasi kekuasaan, karena khalifah Abbasiyah belakangan berhasil membebaskan diri dari Saljuk.
PENGUASA ABBASIYAH DI IRAK10
NAMA BERKUASA TAHUN
BANI ABBAS
1. Abu Abbas as-Saffah 132-137H/750-754M
2. Abu Ja’far al-Mansur 137-159H/754-775M
3. al-Mahdi 159-169H/775-785M
4. al-Hadi 169-170H/785-786M
5. Harun al-Rasyid 170-194H/786-809M
6. al-Amin 194-198H/809-813M
7. al-Ma’mun 198-218H/813-833M
8. al-Mu’tasim 218-227H/883-842M
9. al-Wasiq 227-232H/842-847M
10. al-Mutawakkil 232-247H/847-861M
11. al-Muntasir 247-248H/861-862M
12. al-Musta’in 248-252H/862-866M
13. al-Mu’taz 252-256H/866-869M
14. al-Muhtadi 256-257H/869-870M
15. al-Mu’tamid 257-279H/870-892M
16. al-Mu’tadid 279-290H/892-902M
17. al-Muktafi 290-296H/902-908M
18. al-Muqtadir 296-320H/908-932M
BANI BUWAIHI
19. al-Qohir 320-323H/932-934M
20. ar-Radi 323-329H/934-940M
21. al-Muttaqi 329-333H/940-944M
22. al-Muktakfi 333-335H/944-946M
23. al-Muti 335-364H/946-974M
24. al-Ta’i 364-381H/974-991M
25. al-Qadir 381-423H/991-1031M
26. al-Qa’im 423-468H/1031-1075M
BANI SALJUK
27. al-Muktadi 468-487H/1075-1094M
28. al-Mustazhir 487-512H/1094-1118M
29. al-Mustarshid 512-530/1118-1135
30. ar-Rashid 530-531H/1135-1136M
31. al-Muqtafi 531-555H/1136-1160M
32. al-Mustanjid 555-566H/1160-1170M
33. al-Mustadi 566-576H/1170-1180M
34. an-Nasir 576-622H/1180-1225M
35. az-Zahir 622-623H/1225-1226M
36. al-Mustansir 623-640H/1226-1242M
37. al-Muta’sim 640-656H/1242-1258M
Ada banyak bentuk perkembangan yang dicapai oleh Dinasti Abbasiyah selama pemerintahannya. Sering disebutkan bahwa umat Islam mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Untuk itu ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh yang selanjutnya mendorong kemajuan peradaban umat Islam pada masa pemerintahan Abbasiyah, antara lain:
1. Terjadinya assimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. seperti pengaruh Persia sangat kuat dibidang pemerintahan. Di samping itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu terutama filsafat.
Berkat penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab lahir tokoh-tokoh Islam yang ahli berbagai ilmu, antara lain al Farabi ahli filsafat (Ara’ ahl madinah, al aql dan lain-lain), Ibn Sina ahli kedokteran (al Qanun fi Tibb), Ibn Khaldun ahli sejarah (al Muqaddimah), al Khawariz ahli matematika, khaizura ahli ketatanegaraan, Jabir ibn Hayyan ahli kimia, Jibril ibn Bajhtisyu ahli penyakit mata, Badi al Zaman al Hamadzani pencipta maqamah sejenis anekdot dramatis dan masih banyak lagi nama tokoh-tokoh Islam yang telah melahirkan berbagai ilmu pengetahuan.
2. Keberhasilan Dakwah Islam pada Abad ketiga Hijriah
Dengan keberhasilan dakwah Islam pada masa ini terjadilah perbauran terhadap kebiasaan antara daerah-daerah perluasan dengan Arab. Bahasa Arab menjadi bahasa percakapan bagi jutaan kaum muslimin. Bahkan banyak kaum muslimin non Arab yang menguasai bahasa Arab dengan benar dan mampu membuat sya’ir yang baik, menulis surat yang indah, menerjemah, mengarang buku fiqih dan ilmu bahasa.
3. Stabilitas Sosial Politik
Pada masa ini terjadi stabilitas politik yang mantap dengan menekan bibit pemberontakan dan memberikan kebebasan terhadap lapisan pekerja sehingga mempunyai dampak positif terhadap karya sastra. Kestabilan ini memberikan inspirasi kepada sastrawan untuk menghasilkan karya sastra. Kestabilan ini memberikan inspirasi kepada sastrawan untuk menghasilkan karya sastra yang bermutu. Syai’ir-sya’ir pada masa Abbasiyah pertama merupakan cerminan dari kehidupan sosial yang stabil.
4. Kemajuan Ekonomi
Kemajuan ekonomi pada masa ini terlihat pada kebebasan buruh dan petani dan ikut-sertanya mereka dalam produksi, disamping berkembangnya perdangan internasional dan meningkatnya standar keidupan masyarakat secara umum, serta melimpah-ruahnya harta yang dimiliki para khalifah, menteri-menteri dan pejabat-pejabat negara lainnya. Para Khalifah tidak segan-segan memberikan jasa yang besar kepada para penyair dan memberikan dorongan yang kuat terhadap para pemikir dan cendekiawan dan sewaktu-waktu istana khalifah itu berubah menjadi pasar seni.
5. Berpindahnya ibukota dari Damaskus ke Bagdad
Berpindah ibukota kekhalifahan dari Damaskus ke Bagdad juga ikut mempengaruhi perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Bagdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia dan berarti semakin jauh dari pengaruh Arab. Kota Baqdad sendiri telah lama mengenal ilmu pengetahuan dan Kebudayaan yang tinggi. Membaurnya bangsa-bangsa di Baqdad mempunyai pengaruh yang besar.
6. Gerakan Penerjemahan yang berlangsung dalam tiga Fase
Fase pertama, pada masa Khalifah Al-Mansur hingga Khalifah Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahan adalah karya-karya dalam bidang Astronomi dan Mantiq. Fase kedua berlangsung mulai dari Khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas.
C. KEMAJUAN DINASTI ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah mencapai masa kemajuan mereka antara masa Khalifah ketiga, al-Mahdi dan Khalifah kesembilan, al-Watsiq, dan lebih khusus lagi pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid dan anaknya a1-Ma'mun.11 Secara politis para khalifah saat itu benar-benar tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Stabilitas negara juga dapat terjaga. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Rumah sakit-rumah sakit, tempat-tempat pemandian umum, dokter-dokter, perpustakaan-perpustakaan, madrasah-rnadrasah adalah beberapa contoh sarana umum yang disediakan oleh pemerintah Abbasiyah.
Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Penerjemahan buku-buku asing dan produksi buku-buku dari segala bidang ilmu (naqli dan aqli) adalah bentuk perkembangan peradaban12 Pada masa dinasti ini.13 Memuncaknya peradapan Islam juga terlihat dari lahirnya ilmuwan yang mampu menciptakan ilmu dengan kemampuan diri sendiri bahkan sering membantah dan membatalkan teori ilmu Yunani.14
Kesimpulannya adalah bahwa semua aspek mengalami kemajuan pada masa awal dari dinasti Abbasiyah ini, baik dibidang politik, ekonomi, maupun peradaban. Tentunya kemajuan-kemajuan ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor. Disini penulis hanya mencantumkan taktor-faktor pendukung kemajuan yang penulis rasa paling menonjol dan yang mewakili aspek-aspek tersebut.
Kemajuan yang diraih oleh Dinasti Abbasiyah berangkat dari penyebab jatuhnya dinasti Ummayah pelajaran berharga ini akhirnya memberi inspirasi untuk membuat beberapa kebijakan-kebijakan baru (tentunya kebijakan-kebijakan tersebut berbeda dengan kebijakan-kebijakan pada masa Dinasti Umayyah) oleh Dinasti Abbasiyah dalam rangka menjalankan kepemimpinannya yaitu:
1. Adanya suatu strategi yang berilian yaitu dengan menerapkan kembali prinsip-prinsip kesataraan, keadilan dan persaudaraan (musawah, adalah dan ukhuwah)
Strategi ini dianggap penting mengingat masyarakat yang sangat bervariasi latar belakang suku dan rasnya, maka dengan prinsip ini berubahlah pola pikir masyarakat, dari pola pikir yang simbolik menjadi pola pikir yang berwawasan ukhuwah Islamiah. Makna ukhuwah Islamiyah pada masa ini juga mengalami perluasan makna yaitu: persaudaraan tidak hanya kepada masyarakat muslim semata tetapi pada masyarakat non muslim, hingga pada prinsip ini terciptalah egaliterian.15 dalam masyarakat. Prinsip egaliter ini merupakan salah satu strategi jitu bagi Abbasiyah untuk menjaga kelanggengan dinastinya selama kurun waktu yang cukup lama.16 Dengan kata lain tidak ada lagi stratifikasi sosial yang mencolok seperti yang terjadi pada masa Dinasti Ummayah dulu, yakni tiada perbedaan lagi antar mawalli17 dengan orang arab asli.
2. Pembentukan ketentaraan professional
Sebelumnya belum ada tentara khusus yang professional seperti ini.18 Abbasiyah rmelepaskan privilise19 kemiliteran bangsa arab dan menumbuhkan sebuah kelcuatan militer baru yang direkrut dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga mereka harus loyal kepada dinasti semata dan tidak pada kepentingan kesukuan atau kasta tertentu serta menggaji mereka.20 Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah berhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional, bukan hanya cakap dalam peperangan akan tetapi mampu bagairnana mempertahankan dan mengamankan negara sehingga stabilitas negara dapat terjaga. Dengan kondisi pemerintahan yang mantap konsentrasi tidak lagi hanya pada bidang politik semata tetapi juga dapat diarahkan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan bidang lainnya.21
3. Adanya perbaikan pada sektor-sektor perekonomian pada masa khalifah al-Mahdi)
Upaya yang dilakukan adalah dengan mempermudah transportasi jalur perdagangan yaitu dengan dibangunnya stasiun kafilah dagang dan tersedianya air yang cukup pada tempat tersebut. Adanya kuda-kuda yang tangguh untuk mempermudah dan mempercepat layanan pos. Ditingkatkannya armada dagang dari teJuk Persia dan Teluk Aden ke pesisir India dan wilayah Asia Tenggara, sehingga perdagangan eropa sangat tergantung sekali pada pedagang-pedagang muslim yang berkedudukan di pesisir Laventine dan pesisir Afrika Utara. Perbaikan tidak hanya pada penyediaan fasilitas fisik saja namun fasilitas keamanan dan kenyamanan juga, sehingga mendukung kelancaran lalu lintas pedagang dan tentunya menambah income yang sangat besar bagi perbendaharaan negara (bait a-mal).22 Dengan banyaknya uang kas negara tentunya dapat meningkatkan bidang lainnya seperti perindustrian pertanian dan lain sebagainya.
4. Adanya Asimilasi23 dalam Dinasti Abbasiyah
Berpartisipasinya unsur-unsur non Arab (terutama bangsa Persia)24 pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Saat itu bangsa-bangsa non arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan berdaya guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam pertimbangan ilmu pengetahuan alam dalam Islam. Kontak antara Persia dengan Abbasiyah dimulai ketika Ibu kota negara dipindahkan Dari Damaskus ke Baghdad. Perpindahan ibu kota ini memberikan pengaruh yang besar terhadap masuknya budaya-budaya Persia ke dalam dunia Islam saat itu. Pengaruh Persia ini sangat kuat dibidang pemerintahan,25 seperti sakralisasi khalifah Abbasiyah yang mengklaim bahwa mereka adalah bayangan Allah di muka bumi ini (innama ana sultan Allah fi ardhihi) adalah mencontoh dari budaya Persia.26 Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam kedokteran, ilmu matematika dan astronomi Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Madrasah-madrasah perpustakaan-perpustakaan mulai didirikan sebagai fasilitas dari pengembangan peradaban ini, seperti universitas Nizamiyyah di Baghdad, Nisabur, Balkh, Heart, dan lain-lain.
Dari faktor-faktor pendukung kemajuan Dinasti Abbasiyah maka hasil yang di peroleh adalah Islam berada pada puncak peradaban dunia. Peradaban Islam adalah peradaban yang paling maju sehingga banyak para mahasiswa dari Eropa dan belahan dunia lainnya yang datang untuk belajar diberbagai perguruan tinggi yang didirikan umat Islam.29 Baghdad sebagai ibukota negara menjadi kota yang tiada bandingannya diseluruh dunia.30 Baghdad menjadi pusat metropolitan dan kosmopolitan. Sebagai pusat kegiatan ekonomi Baghdad tumbuh menjadi kota besar bagi perdagangan Internasional dan sangat produktif dengan sejumlah industri yang menghasilkan tekstil, sutra, kertas dan berbagai hasil industri lainnya.31
Adapun kemajuan-kemajuan yang dilakukan pada masa Bani Abbaiyah antara lain:
1. Gerakan Penerjemah
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak masa Daulah Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama Bahasa Yunani dan Persia ke dalam Bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan di utus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu terutarna filsafat dan kedokteran. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata negara dan sastra.32
2. llmu-llmu Agama
Kemajuan peradaban lslam era Abbasiyah ini juga ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu keIslaman lain yang meliputi teologi/ilmu kalam dan fikih. Para khalifah dan pembesar lain mendorong dan bahkan mensponsori aliran teologi yang sesuai dengan pemahamannya. Hal ini menimbulkan perdebatan terbuka dan terkadang meningkat rnenjadi konflik. Meskipun demikian, polarisasi paham keagamaan menjadi Jabariah-Qadariah dan kemudian Asy'ariyah-Maturidiyah, telah ikut menyuburkan semangat pencarian kebenaran di kalangan masyarakat.33
Beberapa tokoh penting dalam ilmu keagamaan, antara lain: Ibnu Sina (filsafat), az-Zamakhsyari (tafsir), Sibawaihi (tata-bahasa), Bukhari (Kitab Shahih Bukhari), Muslim (Kitab Shahih Muslim), selain kedua tokoh tersebut hadir pula Sunan Abu Daud. Sunan An Nasa’I, Sunan Ibn Majah para ahli hadis. Kemudian imam Syafi’I, imam Maliki, imam Hambali, imam Nahafi para fuqaha yang melahirkan mazhab-mazhab fiqh. al-Ghazali, rabi’ah al Adawiyah para sufi besar yang tidak kalah banyak pengikutnya.
3. Matematika dan Astronomi
Pada masa ini matematika dan astronomi juga berkembang. Karya Claudius Ptolemaeus (ahli astronomi sekitar 100-178). Megale Syntaxis, diterjemahkan atas perintah khalifah al-Ma'mun oleh al-Hajaj bin Yusuf, yang sebelumnya juga menghadiahkan terjemahan kitab Elements karya Euclides (ahli matematika sekitar 300 SM) kepada khalifah Harun ar-Rasyid. Pengetahuan umat Islam dalam bidang ini juga diperkaya dengan warisan ilmu dari India.34 Salah satu tokoh Islam terkenal dalam bidang matematika adalah al-Biruni, kemudian al Khawarizmi (kitab Hisab al Jabr wa al maqabilah), al Battani perumus teori trigonometri hingga melahirkan sains modern.
4. Baitul Hikmah: Perpustakaan dan Observatorium
Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa Imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy.35 Namun, berbeda dari institusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah, institusi ini diperluas penggunaanya. Pada masa Harun ar-Rasyid, institusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Hazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Sejak 815 M, al-Ma'mun mengembangkan lembaga ini dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah. Pada masa ini, Baitul al-Hikmah dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium dan bahkan Etiopia dan India.
5. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi Imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah timur Imperium diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian barat. Di kerajaan ini, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen dari Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarqand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Irak. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan barat (termasuk wilayah yang kini bernama Mali dan Niger) melambungkan perekonomian Abbasiyah.36
D. Penutup
Perkembangan Daulat Abbasiyah dapat dibagi kepada beberapa priode, yakni:
1. Periode Awal/masa Keemasan (750 - 847)
Masa ini diawali sejak Abu Abbas menjadi khalifah (132 H/750 M) dan berlangsung selama satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Wasiq (232 H/ 847 ), masa ini dianggap sebagai zaman keemasan.
2. Periode Lanjutan (847 - 945)
Periode ini djawali dengan meninggalnya khalifah al-Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihi bangkit memerintah (847 – 932).
3. Periode Kemunduran Dengan munculnya Kerajaan-Kerajaan Kecil
a. Periode Buwaihi (945 -1055)
Masa ini dimulai dengan bangkitnya Bani Buwaihi hingga rnunculnya Bani Saljuk.
b. Periode Saljuk (1055-1258)
Masa ini diawali ketika Suku Saljuk mengambil alih pemerintahan dan mengonbol kekhalifahan Abbasyiah pada tahun 447 M/ 1055.
Umat Islam mencapai kemajuannya paling pesat pada masa pemerintahan Daulat Abbasiyah, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan yang mengakibatkan dinamisnya kehidupan sosial masyarakat. Ada beberapa faktor yang mendorong kemajuan peradaban umat Islam pada masa pemerintahan Abbasiyah, antara lain:
1. Terjadinya assimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
2. Keberhasilan Dakwah Islam pada Abad ketiga Hijriah.
3. Stabilitas Sosial Politik.
4. Kemajuan Ekonomi.
5. Berpindahnya ibukota dari Damaskus ke Bagdad.
6. Gerakan Penerjemahan.
7. Merapkan kembali prinsip-prinsip kesataraan, keadilan dan persaudaraan (musawah, adalah dan ukhuwah).
8. Pembentukan ketentaraan professional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Lesfi, 2002.
Ali, K. A Study Of Islamic History. India: Idarah Adabiyah Delli, 1980.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Irulonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Dewan Redaksi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam, jilid I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Hitti, Philip K. History of The Arabs; Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serarnbi Ilmu Semesta, 2005.
Lapidus, Ira. M. A History Of Islamic Society. New York: Cambridge University Press, 1993.
Mahmuasir, Syed. Islam lts Concept and History, terj. Adang Affandi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.
Qardhawi, Yusuf. Meluruskan Sejarah Umat Islam, terj. Cecep Taufiqurrahman. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Shiddiq, Nouruzzaman. Tamadun Muslim. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik Perlrembangn Ilmu Pengetahuan Islam. Bogor: Kencana, 2003.
Syalabi, A. Sejarah Kebudayaan Islam I, terj Mukhtar Yahya. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003.
Wakil, Muhmmad Sayyid. Wajah Dunia Islam terj. Fadhli Bachri. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998.
Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono Hadikusumo. Yogjakarta: Tiara Wacana, 1990.
www.pesantrenonline.com.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
Zaidan, Jurji. History of Islamic Civilization. New Delhi: Khitab Bhavan, 1978.
Zuhaili, Wahbah. Al-Qur'an dan Paradigma Peradaban. Yogjakarta: Dinamika, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar