1. Pengertian Filsafat
Secara
etimologis, filsafat berasal dari kata
philo yang berarti kebenaran, ilmu dan hikmah. Filsafat juga
berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta
berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia[1]. secara terminology,
filsafat didefenisikan sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum, dan sebagainya trehadap segala yang ada
di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu.[2] dalam defenisi yang lebih
umum dikatakan bahwa, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik,
radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau
hakekat mehgenaTsegala sesuatu yang ada[3].
Disiplin
filsafat pada dasamya memiliki hubungan yang sangat erat dengan studi agama (theology).
Setidaknya pemyataan ini dinyatakan oleh Betrand Russet Dalam pendahuluan karya
monumetalnya, History of Western Philosophy and its Connection with
Political and Social Circumstances from the Earlierst Time to the Present Day,
ia menyatakan:
Filsafat sejauh pemahaman saya, adalah sesuatu yang berada di
tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan
pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitive
tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bias dipastikan; namun, seperti sains,
filsafat lebih menarik perhatian akal manusia dari pada otoritas tradisi maupun
otoritas wahyu. Semua pengetahuan definitive saya menyebutnya demikian-termasuk
ke dalam sains; semua dogma, yang melampaui pengetahuan definitive, termasuk
dalam teologi. Tetapi, diantara teologi dan sains terdapat sebuah wilayah yang
tidak dimiliki oleh seorang manusia pun, yang tidak terlindung dari seran gan
keduanya; wilayah tak bertuan ini adalah filsafat[4].
Pernyataan
Russel diatas tentu tidak beriebihan, karena pada dasarnya, baik filsafat
maupun agama sama-sama berbicara tentang nilai-nilai fundamental (fundamental
values) dan nilai-nilai etik (ethical values). Dalam pandangan Amin
Abdullah, hanya pendekatan agamis-filosofis yang dapat membantu verifikasi dan
menjernihkan kategori-kategori sosio-politik yang terlanjur mapan dan kokoh
terpatri dalam Khazanah literature islam maupun dalam alam pergaulan
masyarakat. Namun, sayangnya pendekatan filosofis dalam kajian agama justru
cenderung sedapat mungkin dihindari oleh para teolog[5].
Kaitan Agama Dengan Filsafat
Sejak masa
klasik, dialektika agama dan filsafat selalu bergulat dengan pertanyaan dasar
tentang apa kaitan filsafat dan agama ? Menjawab pertanyaan ini, Rob Fisher
mengidentifikasi empat posisi penting yang muncul dalam sejarah perdebatan
filsafat dan agama: posisi pertama, filsafat sebagai agama, sebagaimana
yang di barat banyak disuarakan oleh para pakar kenamaan. Seperti Plato,
Plotinus, Porphiry, Spinoza, Iris Murdoch, Hartshome, dan Griffen. Misi utama
pendekatan ini adalah dalam rangka merefleksikan watak realitas tertinggi,
kebaikan Tuhan (God), ketuhanan (devine) yang memberikan system
nilai bagi kehidupan sehari-hari[6].
Posisi kedua, filsafat sebagai
pelayan agama, yang tercermin dalam pergulatan pemikiran Aquinas, Jhon Lock,
Basil Mitchell, dan Richard Swinburne. Menurut Aquinas, wahyu adalah komunikasi
Tuhan tentang kebenaran yang tanpa bantuan akal, ia tidak dapat diperoleh
dengan sendirinya. Nalar manusia adalah awal dari keimanannya. Senada dengan
Aquinas, John Locke menyatakan bahwa kaal membuat standar kebenaran yang
berlawanan dengan standar yang ditetapkan oleh pengetahuan yang diwahyukan.
Menurut standar kebenaran wahyu tidak boleh bertentangan dengan akal[7].
Posisi ketiga, filsafat sebagai pembuat
ruang bagi keimanan. Hal ini tergambar dalam pemikiran William Ockham, Immanuel
Kant, Karl Bath, dan Alvin Plantinga. Dalam kaca mata para pakar tersebut,
refleksi filosofis hanya akan semakin mempertegas keterbatasannya dalam
memberikan pertimbangan-pertimbangan tentang agama, membuka peluang bagi agama
dan menjelaskan ketergantungan manusia terhadap wahyu
[8].
Posisi keempat, filsafat
sebagai studi analisis terhadap agama. Dipelopori oleh Antony Flew, Paul Van
Buren, R.B. BraithWait, dan D.Z. Philips. Filsafat dalam hal ini berfungsi
untuk menganalisis dan menjelaskan watak dan fimgsi bahasa agama, menemukan
cara kerianya, dan makna yang dibawanya (jika ada). Filsafat berfungsi untuk
memahami bahasa ketuhanan umat beragama, dasar-dasar pengetahuan agama, dalam
hubungannya dengan cara hidup mereka[9].
Posisi kelima, filsafat
sebagai metode nalar keagamaan. Dikembangkan oleh David Pailin, Maurice Wiles,
dan John Hick. Tujuan dari refleksi filsafat pada posisi ini adalah melihat
secara teliti konteks dimana orang beriman melangsungkan kehidupannya,
mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi keyakinan mereka dan bagaimana
mereka mengekspreikan ritus dan doktrin yang diyakini. Yang menjadi titik tekan
dalam hal ini adalah kebudayaan yang menjadi faktor formatif yang mempengaruhi
keberagamaan. Posisi ini membutuhgkan perangakat histories, ilmiah, dan
hermeneutic sebagai alat analisisnya. Lebih lanjut Pailin merekomendasikan
perlunya pendidikan teologis guna menemukan bentuk filsafat agama[10].
Dalam konteks
Islam, menurut Hassan Hanafi, filsafat baru berkembang pada wilayah mantiqiyyah
(logika), tabi'iyyah dan ilahiyyah (ketuhanan)[11]. hal ini tercermin dalam
pemikiran para Filosuf Islam Klasik seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn
Rusyd dan al-Gl^azali. Sementara wilayah kesejarahan (tarikhiyyah), dan
kemanusiaan atau humaniora (insaniyyah) belum banyak dikembangkan[12]. Hal ini dapat dipahami,
karena filsafat islam kisik sangat dipengaruhi oleh Platonism dan
Neoplatonisme. Pendekatan kesejarahan dalam studi Islam baru muncul dalam
pemikiran Ibn Khaldun (1332 – 1406), namun tidak berkembang lebih lanjut karena
kejayaan Islam keburu runtuh ke tangan kolonialisme.
TRANSMISI
FILSAFAT YUNANI KEDUNIA ISLAM
"Filsafat
Islam " bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa
nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam teatu
seluruhnya ialah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat islam dengan
filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali
kembali karya filsafat Yunani terutama Aritoteles dan Plotinus, namun kemudian
menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka,
bila dalam filsafat lain masih "mencari Tuhan", dalam filsafat islam
justru Tuhan " sudah ditemukan".
Pada mulanya
filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada abad ke-6
M yang ditandai dengan pertanyaan- pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar
alam, manusia dan Tuhan. Darisini klahirlah sains-sains besar, seperti fisika,
etika, matematika, dan meta fisika yang menjadi batu bara kebudayaan dunia.
Dari Asia minor
(Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat. ketika
Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merembah
dunia timur.
Ketika Masa
Kristen eropa mengalami abad kegelapan, (periode pertengahan). Masa keemasan
dan kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan- ilmuan islam yang ahli
dibidang masing-masing, berbagai buku diterbitkan dan ditulis. Diantaranya
tokoh- tokoh tersebut yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam
hukum islam, Al-farabi yang ahli astronomi dan matematika, Ibnu sina ahli
kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The canon Of medicine. Al-Kindi ahli
filsafat, Al-Ghajali inteiek yang meramu berbagai ihnu sehingga menjadi
kesatuan dan kesinambungan dan mesintesis antara agama, filsafat, mistik dan
sufisme. Ibnu khaldun ahli sosiologi , filsafat sejarah, politik, ekonomi,
social dan kenegaraan. Anzehel ahli dan penemu teoti peredaran planet tetapi
setelah perang salib terjadi umat islam mengalami kemunduran, umat islam dalam
keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2
pendapat mengenai sumbangaa peradapan islam terhadap filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan
bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof yunani seperti Aristoteles,
melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine (354-430 M), yang kemudian
diteruskan oleh Anieius manlius Boethius (480-524 M) dan John Seotus. Pendapat
kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang orang yunani dari
buku-buku fisafat yunani yang telah diteriemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
filosof Islam seperti Al- Kindi dan Al-farabi terhadap pendapat pertama Hoesin
(1961) dengan tegas menolaknya, karena menurotnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, categories dan porphyry telah dimusnakan oleh
pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius menjadi
sumber perkembangan filsafat dan ihnu pengetahuan di Eropa, maka John
Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas paris, tidak akan
menyalin kembali buku Organon karangan Aritoteles dan terjemahan - terjemahanan
berbahasa arab, yang telah dikerjakan oleh Filosof Islam.
Sebagimana
telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajar filsafat dari
orang orang sophist (500 - 400 SM) adalah Socrates (469-399 SM), kemudian
diteruskan oleh muridnya yang bemama Aristoteles (384 - 322 SM). Setelah saman
Aristoteles sejarah tidak meneatat lagi generasi penerus hingga munculnya
Al-kindi pada tahun 801 M. Al-kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat
karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja harun Al-rasyid
pada zaman Abbasyiah, Al-Kindi diperintahkan untuk melaayani karya Plato dan
Aristoteles tersebut kedalam bahasa arab.
Sepeninggalan
Al-Kindi, muncul Filosof- Filosof islam keamanan yang terus mengembangkan
filsafat . Filosof- Filosof ini diantaranya adalah : Al- Farabi, ibnu sina,
Jamuluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal.dan Ibnu Rushd.
Berbeda dengan
Filosof-Filosof islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd
dilahirkan di Barat (Spanyol) Filosof islam lainnya yang lahir di barat adalah
(Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer)
Ibnu baja dan
Ibnu Tufail [13]merupakan
pendukung raionalisme Aris- toteles, akhimya kedua orang mi bisa menjadi
sahabat.
Sedangkan Ibnu
Rushd [14] yang lahir dan dibesarkan
di Cardova, Spanyol meskipun seorang dokter yang telah mengarang buku Ilmu
Kedokteran bequdul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab canon karangan
Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang Filosof.
Pandangan Ibnu
Rushd menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk meneapai
kebenaran sejati disbanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah
memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meznima kepada
khalifah yang memerintah di spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebogai atheis.
Sebenamya apa yang dikemukan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan puia oleh Ibnu
Al-kindi dalam bukunya Fasafah EI-Ula (First Philosophy). Al-Kindi menyatakan
bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena
pengetahuan mereka yang tipis dan kuran bemilai.
Pertentangan
antara Filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum Ulama yang diwakili oleh Al-Ghajali semakin
memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghajali yang berjudul
Thahufut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh p&ak gereja untuk
menghambat berkembangnya pikiran bebas di eropah pada zaman afaei. Untuk
meneapai kebenaran sejati menurut Al-Gahajali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu
Rusdh dalam karyanya Tahafut-et-tahafot (The Incoherence Of the Incoherence).
Kemenangan
pandangan Al-Ghajali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan dilarangnya
pengajaran ibnu Filsafat diberbagai perguruan- perguruan islam. Hosein (1961)
menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal
keruntuhan peradaban Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu dalam
peradaban islam bermula dengan berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran
dengan kematian filsafat.
Pada
pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu
Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela dan paham yang
menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat ihnu Rushd ini antara
lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang
menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan
oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafiit-el-Falasifah. Dari hal ini dapat
dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropah Barat
pada abad 12 M dan 13 M , tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof
islam.
KESIMPULAN
Jauh sebelum
manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai
suatu disiplin ihnu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matimatika dan lam sebagaimananya, umat manusia lebih dulu memikirkan dengan
bertanya tentang barbagai hakekat apa yang mereka lihat. Dan jawaban itulah
yang nantinya akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filasafati. Kalau ilmu
diibaratkan seabagai sebuah pohon yang memiliki barbagai cabang pemikirab,
ranting pemahaman, serta sebuah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat
pohon tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat
adalah metode bertanya. Objek forma; filsafat adalah ratio yang bertanya sedang
objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia pewriu dipertanyakan
hakikatnya. Maka terjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada
sampai akhimya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang
bertanya Tanya mengapa filsaffat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradapan lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana : di Yunani : tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak
ada kasta pendeta sehingga seeara intelektual orang lebih bebas.
Dalam
perkembangannya, filsfat Yunani sempat mengalami masa pasang suruL Ketika
peradapan Eropah harus berhadapan dengan otoritas Dereja dan Imperium Romawi
yang bertindak tegas terhadap keberadaan filsafat dimana dianggap mengancam kedudukannya
sebagai pengusaha ketika itu.
Filsafat Yunani
kembali muncul pada masa kejayaan Islam dionasti Abbasiyah sekitar awal abad 9
M tetapi di puneak kejayaannya, dunia filsafat islam mulai mengalami kemunduran
ketika antara para kaum fisuf yang diwakili oleh Ibnu Rosdh dengan para kaum
mama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat magerumuskan manusia ke
dalam Atheisme bergolak. Hal itu setelah Ibnu Rushd soadiri menyatakan bahwa jalan filsafat mempakan jalan terbaik
untuk mencapai kebeoaran sejati disbanding jalan yang ditempuh oleh ahli atau
mistikus agama.
Setelah abad ke-13,
peradaban filsafat Islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama
berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kejadian filsafat
dilarang masuk kurikulum pendidikan. Pemerintah mempercayakan semua konsep
berpikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di
Eropa demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim
yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban islam mulai
menerjemakan teks-teks adstoteles dan lain sebagainya oeth, Al-kindhi,
di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat basil peradaban
Yunani.
Entah kebetulan
atau tidak, ketika filsafat islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke
Eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di Eropa sendiri
mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau penerahan, pada
sekitar abad ke-15 M.
DAFTAR PUSTAKA
Amin,Abdullah.
Falsafah kalam di Era Post Modrenisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995
Bettrans,Russel,
Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-politik Zaman Kuno Hingga
Sekarang .Terj.Sigit Jatmiko,dkk.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Fazlur
Rahman, Membuka Pintu Jihad, terj. Anas Wahyudin, Bandung: Pustaka, 1984
Harb,
Aliya, Relativitas Kebenaran Agama, Kritik dan Dialog,terj.Umar bukhori dan
Ghazi Mubarak,Yogyakarta: IRCiSoid, 2001
Hasyimsyah
Nasution, Filsafat Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama, cetakan keempat, 2005
M.Arkoun,
Kritik Konsep Reformasi Islam” dalam Abdullah Ahmad an Naim,dkk, Dekonstruksi
Syariah II, Kritik konsep dan Penjelajahan Lain,terj.Farid wajdi, Yogyakarta:
WS, 1996
Omar
Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, falsafah Pendidikan Islam,terj.Hasan langgulung,Jakarta:
Bulan Bintang, 1979
Peter
Connoly,(ed), Aneka Pendekan Studi Agama,terj.Imam Khoiri : Yogyakarta: Lis,
2002
Sidi
Gazalba, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bingtang,1967
Soroush,
Abdul karim, Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, Terj.Abdullah
Ali,Bandung,Mizan, 2002+
[2] J.S Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia
[3] Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat (Jakarta Bulan Bintang, 1967) hal 15
[4] Bentrand Russel, Sejarah
Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosial Politik Zaman Kuno hingga
sekarang,terj Sigit Jatmiko dkk (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2002) hal.13
[5] Amin
Abdullah, Falsafah kalam dt Era Posmodemlsme, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1995
[7] Ibid hal 166
[8] Lot cit
[9] Ibid, h.167
[10] Ibid hal. 167-168
[11] Agrumen mengenai hal ini
dapat dilihat dalam Hassan hanafi, Dirasat Islamiyah, Mesir, Maktabat al-Anjilu
al-Misriyah, tth.,h.130-133
[12] Ibid hal.393
[13] Menurut Ibnu Tufail, manusia dapat mencapai kebenaran sejati dangan
menggunakan petunjuk akal dan petunjuk wahyu. Pendapat ini dituangkan dengan
baik dalam cerita Hayy-Ibnu Yakdzhan, yang menceritakan bagaimana Havyy yang
tinggal pada suatu pulau terpencil sendirian tanpa manusia lain dapat menemukan
kebenaran sejad melalui petunjuk akal, kemudian bertemu dengan absal yang
memperoleh kebenaran sejati dengan petunjuk wahyu.
[14] Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar
mengenai Aristoteles , yaitu: komentar besar, komentar menengah dan komentar
kecil. Ketiga komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa : Arab, Latin
dan Yahudi. Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam
Stagirite karya Aristoteles dengasn bahasa Arab dan memberi komentar pada
akhir. Dalam komentar kecil filsafat yang diulas mumi p\andngan Ibnu Rushd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar