Minggu, 23 September 2018

TRANSMISI FILSAFAT YUNANI KE DUNIA ISLAM



1. Pengertian Filsafat

Secara etimologis, filsafat berasal dari kata philo yang berarti kebenaran, ilmu dan hikmah. Filsafat juga berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia[1]. secara terminology, filsafat didefenisikan sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum, dan sebagainya trehadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu.[2] dalam defenisi yang lebih umum dikatakan bahwa, filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakekat mehgenaTsegala sesuatu yang ada[3].

Disiplin filsafat pada dasamya memiliki hubungan yang sangat erat dengan studi agama (theology). Setidaknya pemyataan ini dinyatakan oleh Betrand Russet Dalam pendahuluan karya monumetalnya, History of Western Philosophy and its Connection with Political and Social Circumstances from the Earlierst Time to the Present Day, ia menyatakan:
Filsafat sejauh pemahaman saya, adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitive tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bias dipastikan; namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia dari pada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu. Semua pengetahuan definitive saya menyebutnya demikian-termasuk ke dalam sains; semua dogma, yang melampaui pengetahuan definitive, termasuk dalam teologi. Tetapi, diantara teologi dan sains terdapat sebuah wilayah yang tidak dimiliki oleh seorang manusia pun, yang tidak terlindung dari seran gan keduanya; wilayah tak bertuan ini adalah filsafat[4].




Pernyataan Russel diatas tentu tidak beriebihan, karena pada dasarnya, baik filsafat maupun agama sama-sama berbicara tentang nilai-nilai fundamental (fundamental values) dan nilai-nilai etik (ethical values). Dalam pandangan Amin Abdullah, hanya pendekatan agamis-filosofis yang dapat membantu verifikasi dan menjernihkan kategori-kategori sosio-politik yang terlanjur mapan dan kokoh terpatri dalam Khazanah literature islam maupun dalam alam pergaulan masyarakat. Namun, sayangnya pendekatan filosofis dalam kajian agama justru cenderung sedapat mungkin dihindari oleh para teolog[5].

Kaitan Agama Dengan Filsafat
Sejak masa klasik, dialektika agama dan filsafat selalu bergulat dengan pertanyaan dasar tentang apa kaitan filsafat dan agama ? Menjawab pertanyaan ini, Rob Fisher mengidentifikasi empat posisi penting yang muncul dalam sejarah perdebatan filsafat dan agama: posisi pertama, filsafat sebagai agama, sebagaimana yang di barat banyak disuarakan oleh para pakar kenamaan. Seperti Plato, Plotinus, Porphiry, Spinoza, Iris Murdoch, Hartshome, dan Griffen. Misi utama pendekatan ini adalah dalam rangka merefleksikan watak realitas tertinggi, kebaikan Tuhan (God), ketuhanan (devine) yang memberikan system nilai bagi kehidupan sehari-hari[6].
Posisi kedua, filsafat sebagai pelayan agama, yang tercermin dalam pergulatan pemikiran Aquinas, Jhon Lock, Basil Mitchell, dan Richard Swinburne. Menurut Aquinas, wahyu adalah komunikasi Tuhan tentang kebenaran yang tanpa bantuan akal, ia tidak dapat diperoleh dengan sendirinya. Nalar manusia adalah awal dari keimanannya. Senada dengan Aquinas, John Locke menyatakan bahwa kaal membuat standar kebenaran yang berlawanan dengan standar yang ditetapkan oleh pengetahuan yang diwahyukan. Menurut standar kebenaran wahyu tidak boleh bertentangan dengan akal[7].
Posisi ketiga, filsafat sebagai pembuat ruang bagi keimanan. Hal ini tergambar dalam pemikiran William Ockham, Immanuel Kant, Karl Bath, dan Alvin Plantinga. Dalam kaca mata para pakar tersebut, refleksi filosofis hanya akan semakin mempertegas keterbatasannya dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan tentang agama, membuka peluang bagi agama dan menjelaskan ketergantungan manusia terhadap wahyu [8].
Posisi keempat, filsafat sebagai studi analisis terhadap agama. Dipelopori oleh Antony Flew, Paul Van Buren, R.B. BraithWait, dan D.Z. Philips. Filsafat dalam hal ini berfungsi untuk menganalisis dan menjelaskan watak dan fimgsi bahasa agama, menemukan cara kerianya, dan makna yang dibawanya (jika ada). Filsafat berfungsi untuk memahami bahasa ketuhanan umat beragama, dasar-dasar pengetahuan agama, dalam hubungannya dengan cara hidup mereka[9].
Posisi kelima, filsafat sebagai metode nalar keagamaan. Dikembangkan oleh David Pailin, Maurice Wiles, dan John Hick. Tujuan dari refleksi filsafat pada posisi ini adalah melihat secara teliti konteks dimana orang beriman melangsungkan kehidupannya, mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi keyakinan mereka dan bagaimana mereka mengekspreikan ritus dan doktrin yang diyakini. Yang menjadi titik tekan dalam hal ini adalah kebudayaan yang menjadi faktor formatif yang mempengaruhi keberagamaan. Posisi ini membutuhgkan perangakat histories, ilmiah, dan hermeneutic sebagai alat analisisnya. Lebih lanjut Pailin merekomendasikan perlunya pendidikan teologis guna menemukan bentuk filsafat agama[10].
Dalam konteks Islam, menurut Hassan Hanafi, filsafat baru berkembang pada wilayah mantiqiyyah (logika), tabi'iyyah dan ilahiyyah (ketuhanan)[11]. hal ini tercermin dalam pemikiran para Filosuf Islam Klasik seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan al-Gl^azali. Sementara wilayah kesejarahan (tarikhiyyah), dan kemanusiaan atau humaniora (insaniyyah) belum banyak dikembangkan[12]. Hal ini dapat dipahami, karena filsafat islam kisik sangat dipengaruhi oleh Platonism dan Neoplatonisme. Pendekatan kesejarahan dalam studi Islam baru muncul dalam pemikiran Ibn Khaldun (1332 – 1406), namun tidak berkembang lebih lanjut karena kejayaan Islam keburu runtuh ke tangan kolonialisme.



















TRANSMISI FILSAFAT YUNANI KEDUNIA ISLAM

"Filsafat Islam " bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam teatu seluruhnya ialah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aritoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih "mencari Tuhan", dalam filsafat islam justru Tuhan " sudah ditemukan".
Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan- pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia dan Tuhan. Darisini klahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika, dan meta fisika yang menjadi batu bara kebudayaan dunia.
Dari Asia minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat. ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merembah dunia timur.
Ketika Masa Kristen eropa mengalami abad kegelapan, (periode pertengahan). Masa keemasan dan kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan- ilmuan islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku diterbitkan dan ditulis. Diantaranya tokoh- tokoh tersebut yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hukum islam, Al-farabi yang ahli astronomi dan matematika, Ibnu sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The canon Of medicine. Al-Kindi ahli filsafat, Al-Ghajali inteiek yang meramu berbagai ihnu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mesintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme. Ibnu khaldun ahli sosiologi , filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzehel ahli dan penemu teoti peredaran planet tetapi setelah perang salib terjadi umat islam mengalami kemunduran, umat islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangaa peradapan islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine (354-430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anieius manlius Boethius (480-524 M) dan John Seotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat orang orang yunani dari buku-buku fisafat yunani yang telah diteriemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al- Kindi dan Al-farabi terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurotnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, categories dan porphyry telah dimusnakan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ihnu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aritoteles dan terjemahan - terjemahanan berbahasa arab, yang telah dikerjakan oleh Filosof Islam.
Sebagimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajar filsafat dari orang orang sophist (500 - 400 SM) adalah Socrates (469-399 SM), kemudian diteruskan oleh muridnya yang bemama Aristoteles (384 - 322 SM). Setelah saman Aristoteles sejarah tidak meneatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-kindi pada tahun 801 M. Al-kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja harun Al-rasyid pada zaman Abbasyiah, Al-Kindi diperintahkan untuk melaayani karya Plato dan Aristoteles tersebut kedalam bahasa arab.
Sepeninggalan Al-Kindi, muncul Filosof- Filosof islam keamanan yang terus mengembangkan filsafat . Filosof- Filosof ini diantaranya adalah : Al- Farabi, ibnu sina, Jamuluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal.dan Ibnu Rushd.
Berbeda dengan Filosof-Filosof islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat (Spanyol) Filosof islam lainnya yang lahir di barat adalah (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer)

Ibnu baja dan Ibnu Tufail [13]merupakan pendukung raionalisme Aris- toteles, akhimya kedua orang mi bisa menjadi sahabat.
Sedangkan Ibnu Rushd [14] yang lahir dan dibesarkan di Cardova, Spanyol meskipun seorang dokter yang telah mengarang buku Ilmu Kedokteran bequdul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang Filosof.
Pandangan Ibnu Rushd menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk meneapai kebenaran sejati disbanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meznima kepada khalifah yang memerintah di spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebogai atheis. Sebenamya apa yang dikemukan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan puia oleh Ibnu Al-kindi dalam bukunya Fasafah EI-Ula (First Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kuran bemilai.
Pertentangan antara Filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum Ulama yang diwakili oleh Al-Ghajali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghajali yang berjudul Thahufut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh p&ak gereja untuk menghambat berkembangnya pikiran bebas di eropah pada zaman afaei. Untuk meneapai kebenaran sejati menurut Al-Gahajali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rusdh dalam karyanya Tahafut-et-tahafot (The Incoherence Of the Incoherence).
Kemenangan pandangan Al-Ghajali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan dilarangnya pengajaran ibnu Filsafat diberbagai perguruan- perguruan islam. Hosein (1961) menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu dalam peradaban islam bermula dengan berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran dengan kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela dan paham yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat ihnu Rushd ini antara lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafiit-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12 M dan 13 M , tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof islam.













KESIMPULAN

Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ihnu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matimatika dan lam sebagaimananya, umat manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya tentang barbagai hakekat apa yang mereka lihat. Dan jawaban itulah yang nantinya akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filasafati. Kalau ilmu diibaratkan seabagai sebuah pohon yang memiliki barbagai cabang pemikirab, ranting pemahaman, serta sebuah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek forma; filsafat adalah ratio yang bertanya sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia pewriu dipertanyakan hakikatnya. Maka terjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhimya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya Tanya mengapa filsaffat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradapan lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana : di Yunani : tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga seeara intelektual orang lebih bebas.
Dalam perkembangannya, filsfat Yunani sempat mengalami masa pasang suruL Ketika peradapan Eropah harus berhadapan dengan otoritas Dereja dan Imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap keberadaan filsafat dimana dianggap mengancam kedudukannya sebagai pengusaha ketika itu.
Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam dionasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M tetapi di puneak kejayaannya, dunia filsafat islam mulai mengalami kemunduran ketika antara para kaum fisuf yang diwakili oleh Ibnu Rosdh dengan para kaum mama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat magerumuskan manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal itu setelah Ibnu Rushd soadiri menyatakan bahwa jalan filsafat mempakan jalan terbaik untuk mencapai kebeoaran sejati disbanding jalan yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.

Setelah abad ke-13, peradaban filsafat Islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kejadian filsafat dilarang masuk kurikulum pendidikan. Pemerintah mempercayakan semua konsep berpikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di Eropa demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban islam mulai menerjemakan teks-teks adstoteles dan lain sebagainya oeth, Al-kindhi, di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat basil peradaban Yunani.
Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke Eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di Eropa sendiri mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau penerahan, pada sekitar abad ke-15 M.













DAFTAR PUSTAKA

Amin,Abdullah. Falsafah kalam di Era Post Modrenisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1995

Bettrans,Russel, Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-politik Zaman Kuno Hingga Sekarang .Terj.Sigit Jatmiko,dkk.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002

Fazlur Rahman, Membuka Pintu Jihad, terj. Anas Wahyudin, Bandung: Pustaka, 1984

Harb, Aliya, Relativitas Kebenaran Agama, Kritik dan Dialog,terj.Umar bukhori dan Ghazi Mubarak,Yogyakarta: IRCiSoid, 2001

Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta, Gaya Media Pratama, cetakan keempat, 2005

M.Arkoun, Kritik Konsep Reformasi Islam” dalam Abdullah Ahmad an Naim,dkk, Dekonstruksi Syariah II, Kritik konsep dan Penjelajahan Lain,terj.Farid wajdi, Yogyakarta: WS, 1996

Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani, falsafah Pendidikan Islam,terj.Hasan langgulung,Jakarta: Bulan Bintang, 1979

Peter Connoly,(ed), Aneka Pendekan Studi Agama,terj.Imam Khoiri : Yogyakarta: Lis, 2002

Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bingtang,1967
Soroush, Abdul karim, Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, Terj.Abdullah Ali,Bandung,Mizan, 2002+


1. Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibani,Falsafah Pendidikan Islam,terj Hasan Langgulang (Jakarta Bulan Bintang,1979) hal.25
[2]  J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
[3]  Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat (Jakarta Bulan Bintang, 1967) hal 15
[4]  Bentrand Russel, Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosial Politik Zaman Kuno hingga sekarang,terj Sigit Jatmiko dkk (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2002) hal.13
[5]  Amin Abdullah, Falsafah kalam dt Era Posmodemlsme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995
[6]  Peter Connolly, (ed), Anelsa Pendekatan Studi Agama, Imam Khoiri (terj), Yogyakarta: Lis, 2002
[7]  Ibid hal 166
[8]   Lot cit
[9]   Ibid, h.167
[10]  Ibid hal. 167-168
[11]  Agrumen mengenai hal ini dapat dilihat dalam Hassan hanafi, Dirasat Islamiyah, Mesir, Maktabat al-Anjilu al-Misriyah, tth.,h.130-133
[12]   Ibid hal.393
[13] Menurut Ibnu Tufail, manusia dapat mencapai kebenaran sejati dangan menggunakan petunjuk akal dan petunjuk wahyu. Pendapat ini dituangkan dengan baik dalam cerita Hayy-Ibnu Yakdzhan, yang menceritakan bagaimana Havyy yang tinggal pada suatu pulau terpencil sendirian tanpa manusia lain dapat menemukan kebenaran sejad melalui petunjuk akal, kemudian bertemu dengan absal yang memperoleh kebenaran sejati dengan petunjuk wahyu.
[14]     Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar mengenai Aristoteles , yaitu: komentar besar, komentar menengah dan komentar kecil. Ketiga komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa : Arab, Latin dan Yahudi. Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam Stagirite karya Aristoteles dengasn bahasa Arab dan memberi komentar pada akhir. Dalam komentar kecil filsafat yang diulas mumi p\andngan Ibnu Rushd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar