Kamis, 26 April 2012

DINASTI MAMALIK


Makalah
BAB I
Pendahuluan.

Negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur lenk, Negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada dibawah kekuasaan Mamalik. Karena, negeri ini terhindar dari kehancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relative terklihat dan beberapa diantara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Mamalik masih dibawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berfikir tradisioanl sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran teologi Asy’ariyah, juga karena Bagdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak memberi inspirasi kepusat-pusat peradaban islam telah hancur.

Kemunculan dan kebangkitan Dinasti Mamalik merupakan satu fenomena yang sangat sulit dipahami. Fenomena ini terbilang ajaib atau unik. Dinasti Mamalik, sebagaimana ditunjukkan oleh namanya,[1] merupakan dinasti para budak, yang berasal dari berbagai suku dan bangsa menciptakan suatu tatanan kekuasaaan militer diwilayah asing. Para sultan-budak ini menegaskan kekuasaan mereka atas wilayah Suriah-Mesir, yang sebelumnya dikuasai tentara salib.
Selama beberapa waktu mereka berhasil menahan laju serangan pasukan Mongol pimpinan Hulagu Khan dan Timur Lenk. Seandainya mereka gagal bertahan, tentu seluruh tatanan sejarah dan kebudayaan di Asia Barat dan Mesir akan berubah drastis. Berkat kegigihan mereka, Mesir bisa bertahan, dan selamat dari serangan Mongol yang telah menghancurkan Suriah dan Iraq, sehingga penduduk Mesir bisa tetap menyaksikan kesinambungan budaya, suatu fenomena yang tidak dinikmati oleh Negara-negara islam lain di luar daratan Arab. Sekitar dua atau tiga perempat abad (1250-1517) Dinasti-dinasti Mamalik menguasai satu kawasan panas di dunia dan memelihara keutuhan daerah tersebut, meskipun mereka terdiri atas berbagai ras yang berbeda-beda.

BAB II
Pembahasan Dinasti Mamalik di Mesir


A. Berdirinya Dinasti Mamalik

            Mamalik adalah jamak dari kata mamluk yang berarti budak. Dinasti mamalik memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, (Al-Malik Al-Shalih Najm al-Din), mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa penguasa ini, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam karier ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan material. Pada umumnya, mereka berasal dari daerah Kaukakus dan Laut Kaspia. Di Mesir, mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan keagamaan. Karena itulah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (laut). Saingan mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku Kurdi.
            Fondasi kekuasaan Mamalik diletakkan oleh Syajar al-Durr,[2] janda dari Al-Malik Al-Shalih Najm al-Din dari dinasti Ayyubiyah. Ketika Al-Malik Al-Shalih Najm al-Din meninggal dunia (1249 M),[3] anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah.[4]
Istri Al-Malik Al-Shalih Najm al-Din, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajarah Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya dan sambil berharap dapat terus berkuasa dibelakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah Al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
           
B. Perkembangan dan kemajuan Dinasti Mamalik
         1. Mamluk Bahri
         Najmuddin[5] dari Daulah Ayyubiyah memiliki banyak pengiring dari hamba sahaya yang di tempatkan di pulau Rawdah di banjaran sungai Nil. Budak (hamba sahaya) ini kebanyakan berasal dari Turki dan Mongol. Mereka disebut dengan Budak Bahri. Keturunan dari hamba sahaya yang bertempat tinggal di pulau itu mendirikan kerajaan bernama Mamalik Bahriyah.
         Aybek (1250-1257) adalah sultan Mamluk yang pertama, tugas pertama dinasti baru ini adalah melakukan konsolidasi atas seluruh wilayah kerajaan dan mengamankan daerah perbatasan. Aybak menghabiskan sebagaian besar waktunya dalam peperangan di Suriah, Palestina, dan Mesir.
         Al-Muzhaffar Sayf al-Din Quthuz (1259-1260), memecat dan merebut tahta kekuasaan dari tangan putra Aybak, al-Manshur ‘Ali, (1257-1259). Pada masa kekuasaannya, para penguasa dari dinasti Ayyubiyah di Suriah menganggap diri mereka sebagai pengganti sah Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Mereka melakukan penyerangan ke Dinasti Mamalik, namun dapat dipukul mundur oleh Quthuz. Tidak lama setelah berhasil memukul mundur serangan dari sisa-sisa Dinasti Ayyubiyah, menyusul kemudian serangan yang lebih berbahaya dari pasukan Tartar Hulagu yang dipimpin oleh Kitbugha. Utusan-utusan Hulagu kepada Quthuz dieksekusi dan memicu peperangan di Ain Jalut (1260). Dalam pertempuran ini Baybar memimpin barisan depan dan menetapkan dirinya sebagai panglima perang, meski komando tertinggi tetap dipegang oleh Quthuz hingga ahir pertempuran. Pasukan Tartar dapat diusir dan ditaklukkan, dan Kitbugha beserta sejumlah pemimpin pasukan terbunuh di medan pertempuran.[6]
            Baybar mengharapkan kota Alleppo sebagai hadiah dan tanda pengakuan atas gerakan militernya, namun sultan membuat kecewa. Dalam perjalanan pulang melalui Suriah, ketika berburu bersama Quthuz, seorang agen Quthuz mendekati sultan lalu mencium tangannya, dan Baybar menebaskan pedangnya pada leher sultan. Sultan yang terbunuh diganti oleh pembunuhnya.
            Sultan Mamluk yang paling unggul adalah al-Malik Al-Zhahir Rukn al-Din Baybar al-Bunduqdar (1260-1277). Baybar menjadi Mamluk agung yang pertama, penguasa dan pendiri sejati kekuasaan Mamluk. Kemenangan pertamanya ia dapatkan dalam peperangan melawan Mongol di medan perang Ain Jalut, tetapi puncak ketenarannya didapatkan berkat perjuangannya yang tanpa henti melawan Tantara Salib. Perlawanannya itulah yang menghancurkan inti pertahanan pasukan Franka dan memungkinkan terwujudnya kemenangan terakhir yang diraih oleh para penerusnya yaitu Qallawun dan al-Asyraf.
            Kemampuan Baybar lebih dari sekedar pemimpin militer. Ia tidak hanya berhasil mengorganisir angkatan perangnya, membangun kembali angkatan laut dan memperkuat benteng Suriah, tetapi ia juga menggali sejumlah kanal, memperbaiki pelabuhan serta menghubungkan Kairo dengan Damaskus dengan layanan burung pos. Di antara beberapa monument arsitekturnya seperti masjid agung (1269) di Kairo dan Damaskus serta sekolah yang menyandang namanya, perpustakaan zhahiriyah.[7]
            Peristiwa paling spektakuler pada masa pemerintahan Baybar adalah penobatan satu rangkaian baru dari kekhalifahan Abbasiyah yang menyandang nama Abbasiyah, tetapi tidak memiliki kekuasaan nyata. Sultan melakukan ini dengan  tujuan untuk memberikan legitimasi atas tahtanya, memberikan nuansa keagungan pada istananya dalam pandangan umat islam, serta mengurangi intrik-intrik kelompok ‘Ali yang sejak masa Fatimiah, semakin sering muncul di Mesir. Untuk mencapai tujuan itu ia mengundang paman khalifah Abbasiyah terakhir dan putra khalifah al-Zhahir yang lolos dari pembantaian di Bagdad, dari Damaskus pada (1261). Kemudian ia menobatkannya dalam satu upacara yang megah dan agung sebagai Khalifah al-Mustanshir.[8]
            Setelah Baybar, pemimpin dari Dinasti Mamluk yang paling terkenal adalah al-Malik al-Manshur Sayf al-Din Qallawun (1279-1290). Ia mengamankan tahta dengan menyingkirkan saingannya, Salamisy (1279), putra Baybar berusia tujuh tahun, yang menggantikan saudaranya, Barakah (1277-1279), berusia sembilan belas tahun yang suka berfoya-foya. Qallawun adalah satu-satunya Mamluk yang garis keturunannya berlanjut hingga generasi keempat dan berakhirnya Dinasti Mamalik Bahri terakhir, al-Shalih Hajji adalah cicitnya.[9] Qallawun dianggap sebagai sultan yang istimewa di antara sultan-sultan Mamluk lainnya. Ia merenovasi dalam skala besar beberapa benteng pertahanan meliputi Alleppo, Baklabak dan Damaskus. Di Kairo ia membangun sebuah rumah sakit yang tersambung dengan satu masjid-sekolah, serta sebuah komplek kuburan bangsawan yang besar dan indah, yang hingga saat ini masih menampilkan jejak-jejak kearabannya yang luar biasa.
            Satu-satunya putra dan penerus Qallawun yang sukses adalah al-Malik al-Asyraf Khalil (1290-1293) yang kemudian menaklukkan Akka pada 1291. Penaklukkan ini membuka jalan bagi jatuhnya beberapa pelabuhan yang masih dikuasai oleh bangsa Franka. Pada 1302, pasukan ksatria gereja yang telah membangun pijakan terakhir di pulau kecil Arwad (Aradus) yang telah angkat kaki dari pesisir Suriah Utara, diusir dan dibantai habis-habisan oleh saudara dan pengganti al-Asyraf yaitu al-Nashir Muhammad. Kekuasaan al-Nashir yang cukup lama lebih banyak membuahkan kemajuan pada masa damai ketimbang masa perang. Meski perawakan sultan cukup pendek dengan satu kaki pincang, ia mempunyai citarasa keindahan yang tinggi. Dia tidak pernah bosan untuk memperindah lingkungannya, serta menjalani kehidupan yang mewah, boros dan berlebihan. Pernah ia ketika kembali ke tempat tinggalnya di dalam komplek pertahanan dari perjalanan ke luar negeri, dia membawa sekawanan kuda betina, dan kain-kain mewah hasil tenunan sebanyak empat ribu kubik.
            Saat melakukan ibadah haji, meja makannya selalu penuh oleh buah-buahan dan sayuran dari kebun berjalan yang dibawa oleh sekitar empat puluh ekor unta sebagai persediaan melewati gurun-gurun Arab. Pada masa perkawinan anaknya, ia menyajikan 18.000 irisan roti, menyembelih 20.000 ekor ternak dan menyalakan tak kurang dari 3.000 batang lilin yang menerangi istana. Bangunan al-Qashr al-Ablaq (istanan multiwarna) yang termasyhur dibangun mengikuti model istana di Damaskus. Sebagai orang yang menyukai olah raga, berburu dan pecinta kuda, al-Nashr senantiaasa memelihara kuda pejantan yang baik dan tidak pernah ragu mengeluarkan tiga puluh ribu dinar untuk seekor kuda yang ia senangi.[10] Gaya hidup tinggi dan mewah pada masa pemerintahan al-Nashr yang panjang pada ujungnya dibebankan pada rakyat karena mesti membayar pajak yang lebih tinggi dan menjadi salah satu penyebab runtuhnya Dinasti Mamluk Bahri.
            Keturunan al-Nashir sebanyak duabelas yang meneruskan kekuasaannya dalam satu masa yang sukup singkat, yaitu 42 tahun (1340-1382) merupakan sosok-sosok yang lemah. Para amir merekalah sebenarnya yang memerintah. Satu-satunya monument yang berharga hanyalah masjid sultan al-Hasan, anak al-Nashir, yang selesai dibangun pada 1362, dan diakui sebagai masjid terindah.
            Penguasa terakhir Dinasti Mamluk Bahri, cicit al-Nashir, al-Shalih Hajji ibn Sya’ban (1381-1382, 1389-1390) hanyalah seorang anak kecil yang setelah dua tahun memerintah, kekuasaanya diselingi oleh sultan lain, dan kemudian diakhiri oleh Barquq[11] dari Circassius (pendiri Dinasti Mamluk Burji).

2. Mamluk Burjiyah
            Ketika keturunan terakhir dari Mamluk Bahriyah itu baru berumur enam tahun, yaitu al-Shalih Hajji ibn Sya’ban, maka Al-Zhahir Sayf al-Din Barquq diangkat sebagai pemangku raja. Tetapi Barquq dihadapkan kepada gerakan bawah tanah yang hendak menumbangkan kekuasaannya. Tetapi gerakan itun segera tercium olehnya, maka Barquq mengumpulkan pembesar-pembesar istana termasuk Khalifah Al-Mutawakkil. Pada saat itu Barquq menyatakan bahwa kekuasaan harus dipegang oleh orang kuat agar kerajaan Mesir aman dari gangguan dalam negeri maupun serangan dari luar. Pembesar-pembesar itu menyetujui ide Barquq. Maka al-Shalih Hajji ibn Sya’ban dima’zulkan dan Barquq menjadi sultan. Dengan demikian, berdirilah Daulah Mamalik Burjiyah di Mesir, menggantikan Daulah Mamalik Bahriyah.
            Pada masa Barquq berkuasa Mongol melakukan serangannya yang kedua kali ke negeri-negeri dengan ganasnya dibawah pimpinan Timurlank. Ahmad bin Idris penguasa Bagdad pada saat itu meminta bantuan pada Barquq, dengan bantuan Barquq itulah Bagdad terpelihara dari serangan Mongol kedua kalinya. Daulah Mamalik Burjiyah berdiri sejak tahun 1382 M sampai dengan tahun 1515 M.
            Dinasti Mamluk Burjiyah lebih tegas menolak prinsip pewarisan kekuasaan ketimbang Mamluk Bahriyah. Bagi mereka, sultan adalah yang memiliki kekuatan nyata yang berada di tangan penguasa militer (system oligarki militer). Rezim Mamluk Burjiyah berkuasa dengan politik tipu daya, pembunuhan dan pembantaian. Pada periode mereka menandai masa paling gelap dalam sejarah Suriah-Mesir. Sebagaian sultan melakukan tindakan curang dan kejam atau bermoral bejat dan kebanyakan dari mereka tidak beradab. Sultan Mu’ayyad Syaikh (1412-1421)[12], melakukan berbagai tindakan keji yang kelewatan, Sultan Barsbay (1422-1438)[13], ia pernah memenggal kepala dua orang dokternya karena tidak bisa menyembuhkan penyakit yang cukup parah. Sultan Inal (1453-1460)[14], ia tidak hafal surat pertama Al-Quran dengan baik. Sultan Yalbay (1467), ia tidak hanya buta huruf, tetapi juga gila. Sultan Qa’it-bay (1468-1495)[15], ia mempunyai seorang ahli kimia yaitu ‘Ali ibn al-Marsyusyi yang dibutakan dan dipotong lidahnya karena gagal mengubah logam rongsokan menjadi emas. Dia juga membebani rakyat dengan pajak yang tinggi atas komoditas jagung sehingga rakyat semakin sengsara. Hanya Sultan Barquq dari begitu banyak sultan yang mempunyai ayah seorang muslim[16]
Korupsi bukan hanya dilakukan oleh para Sultan, namun juga oleh para pejabat rendahan. Para amir dan budak-budak Mamluk yang jumlahnya sangat banyak mengorganisir diri mereka sendiri dalam berbagai fraksi yang menginduk pada kelompok pengawal masing-masing yang satu sama lain saling memusuhi. Masing-masing fraksi semata-mata digerakkan oleh hasrat untuk menguasai semua kekayaan dan pengaruh.
Situasi ekonomi kerajaan yang sangat buruk diperparah oleh kebijakan politik para sultan yang mementingkan diri sendiri. Barsbay misalnya, memberlakukan larangan impor rempah-rempah dari India termasuk lada yang sangat dibutuhkan. Memonopoli perdagangan dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sangat besar baginya. Selain itu, terjadi pula kemarau panjang yang menyebabkan sungai Nil menjadi dangkal dan pengairan pertanian terhambat. Dan ketika pada tahun 1498 M (903 H), Vasco da Gama menemukan Tanjung Harapan (Lautan Hindia) dan menjadikannya pusat perdagangan sehingga jalur perdagangan dialihkan dari Kairo yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara ke Tanjung Harapan.
Pada pihak lain kerajaan Usmani yang terus berkembang dan bahkan mengancam Mamalik, telah memanfaatkan keampuhan senjata api. Dalam situasi yang demikian serangan pasukan Turki Usmani tentu sulit untuk dibendung. Dan akhirnya tahun 1517 Kairo jatuh. Mulai saat ini Mamalik hancur dan dengan demikian Mesir masuk wilayah kekuasaan dinasti Usmaniyah.

C. Puncak Kejayaan Dinasti Mamalik
Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulagu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo, sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir al-Din al- Tusi. Di bidang matematika Abu al-Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abu al-Hasan ' Ali al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abd al-Mun'im al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan al-Razi, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Salahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam Islam, al-Sayuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Ibn Hajar al- 'Asqalani dalam ilmu hadits dan lain-lain.
Dinasti Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.

D. Masa Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Mamalik

Diantara faktor-faktor yang menyebabkan runtuhnya dinasti Mamalik adalah karena lemahnya kemampuan para sultan dari Mamalik Burjiyah dalam mengatur roda pemerintahan, kecuali dalam hal latihan militer. Sedangkan dalam mempertahankan eksistensi sebuah dinasti tidak cukup hanya kemampuan militer saja tetapi juga keahlian dalam mengelola dan mengatur pemerintahan yang tentu saja membutuhkan seorang sultan atau penguasa yang ahli dalam hal itu.
            Kelemahan ini disebabkan karena banyak penguasa Mamalik Burjiyah tidak menyukai ilmu pengetahuan, bahkan sultan Barquq, Inal, Bilbay, mereka buta huruf. Yalbay, sultan keenam belas dari Mamluk Burji bukan hanya buta huruf tetapi juga gila. Disamping itu mereka bermoral rendah, cinta kemewahan dan hobi berfoya-foya yang menyebabkan pajak dinaikkan. Bahkan dari begitu banyak sultan yang berkuasa selama 134 tahun, hanya Barquq yang mempunyai ayah seorang muslim.
Korupsi bukan hanya dilakukan oleh para Sultan, namun juga oleh para pejabat rendahan. Para amir dan budak-budak Mamluk yang jumlahnya sangat banyak mengorganisir diri mereka sendiri dalam berbagai fraksi yang menginduk pada kelompok pengawal masing-masing yang satu sama lain saling memusuhi. Masing-masing fraksi semata-mata digerakkan oleh hasrat untuk menguasai semua kekayaan dan pengaruh.
Selain itu, terjadi pula kemarau panjang yang menyebabkan sungai Nil menjadi dangkal dan pengairan pertanian terhambat. Dan ketika pada tahun 1498 M (903 H), Vasco da Gama menemukan Tanjung Harapan (Lautan Hindia) dan menjadikannya pusat perdagangan sehingga jalur perdagangan dialihkan dari Kairo yang merupakan salah satu sumber pendapatan negara ke Tanjung Harapan.
Pada pihak lain kerajaan Usmani yang terus berkembang dan bahkan mengancam Mamalik, telah memanfaatkan keampuhan senjata api. Dalam situasi yang demikian serangan pasukan Turki Usmani tentu sulit untuk dibendung. Dan akhirnya tahun 1517 Kairo jatuh. Mulai saat ini Mamalik hancur dan dengan demikian Mesir masuk wilayah kekuasaan dinasti Usmaniyah.



BAB III
Penutup
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat kepribadian dan wibawa Sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer yang kuat, dan stabilitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika faktor-faktor tersebut menghilang, dinasti Mamalik sedikit demi sedikit mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji yang untuk pertama kalinya dibawa oleh Qalawun, solidaritas antar sesama militer menurun, terutama setelah Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya di kalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh Eropa tahun 1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa melalui Mesir menurun fungsinya. Kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan berjangkitnya wabah penyakit.
Di pihak lain, suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan di luar kota Kairo tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani sebagai salah satu propinsinya.



DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Khaldun, Tarikh Ibn Khaldun
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II
As-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa
Ibnu Katsir, al-Bidayah wa an –Nihayah
Wafi Marzuqi Ammar, Dinasti Mamluk: Sumbangannya terhadap dunia Islam (Makalah), 2008
Syamsudin Arif, Orientalis Dan Diabolisme Pemikiran
Philip K. Hitti, History of The Arabs
Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam



[1] Bahasa Arab, Mamluk (jamak, mamalik), artinya budak berkulit hitam.
[2] Syajarah Al-Durr (pohon mutiara) adalah seorang budak wanita dari Turki yang dipekerjakan di rumahtangga khalifah dan menjadi salah satu harem khalifah al-Musta’shim. Kemudian ia mengabdi pada khalifah Al-Malik Al-Shalih Najm al-Din, dan dibebaskan setelah ia melahirkan anak laki-laki dari keturunan khalifah. Philip K. Hitti, History of the Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006) h. 860
[3] Al-Malik Al-Shalih Najm al-Din meninggal dunia (1249 M) dengan cara dipukuli habis-habisan sampai mati dengan sepatu kayu oleh beberapa budak wanita istri Aybak. Kemudian tubuhnya dilempar dari atas menara. Philip K. Hitti, History of the Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006) h. 860
[4] Al-Mu’azhzham Turan-syah adalah khalifah dinasti Ayyubiyah yang kedelapan. Ia gagal beradaptasi dengan para budak-budak ayahnya.
[5] Al-Shalih Najm al-Din (1240-1249)
[6] Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 862-863
[7] Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 865-866
[8] Ibid, h. 866
[9] Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 868
[10] Sehuah manuskrip unik tentang kuda yang dipersembahkan untuknya dalam tulisan berwarna emas oleh sekretarisnya al-Husayn terdapat dalam Hitti, Faris dan Abdul Malik, Catalog of Arabic Manuscript no. 1066, kutipan diambil dari Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 872
[11] Barquq memulai kariernya sebagai budak untuk anak al-Asyraf, yakni sya’ban.
[12] Sultan Mu’ayyad Syaikh adalah seorang pemabuk yang dibeli oleh Barquq dari penjual budak Sirkasius. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 889
[13] Sultan Barsbay adalah salah seorang budak Barquq yang sama sekali tidak memahami bahasa Arab. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 889.
[14] Sultan Inal adalah salah seorang budak Barquq yang tidak bisa membaca dan menulis. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 889.
[15] Sultan Qa’it-bay adalah seorang budak yang dibeli seharga lima puluh dinar oleh Barsbay dan dibebaskan oleh Jaqmaq. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 890
[16] Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Ikrar Mandiriabadi, 2006), h. 888-890

Tidak ada komentar:

Posting Komentar