Minggu, 16 Desember 2012

TANTANGAN DARI MU`AWIYAH,THALHAH CS DAN KHAWARIJ PADA MASA ALI BIN ABI THALIB



A.    Pendahuluan
Ali bin Abi Thalib ra adalah seorang mukmin dan muslim sejati yang pernah dimiliki dalam sejarah Islam,memeluk agama Islam pada periode awal,dari golongan kanak-kanak adalah yang pertama memeluk agama Islam,beliau dibesarkan,dididik dan dibina oleh seorang uswatun hasanah yang tiada dapat disejajarkan dengan siapapun,sehingga Ali tumbuh sebagai seorang yang berkepribadian mulia,baik dalam konteks sahabat,prajurit,suami maupun sebagai seorang ayah bersikap penuh kejujuran,tegas,sabar,dan memiliki pengetahuan yang luas serta zuhud dalam kehidupan sehari-hari.

Ali bin Abi Thalib ra,sepeninggalnya Rasulullah saw memiliki peran yang sangat besar bagi pengembangan Syiar dan Pemerintahan Islam terutama masa ketiga Khulafaurrasyidin,beliau banyak menyelesaikan masalah-masalah yang timbul terutama mengenai hukum,tafsir dan fiqih,dan beliau aktif mengajar umat Islam sebagai upaya pencerahan pengetahuan mengenai ketiga disiplin ilmu tersebut di Masjid,meskipun dalam perjalanan ketiga Khalifah tersebut banyak bisikan-bisikan baik dari keluarga maupun umat islam berupa dorongan untuk merebut dan mengambil alih kekhalifaan,karena beliaulah yang lebih pantas,namun dengan mantap dan tegas semua ditepis serta beliau tetap dengan setia mendukung kekhalifaan sebelumnya.
Ketika Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah yang keempat,tidak banyak yang dapat dilakukan dalam mengembangan pemerintahan  Islam serta kemajuan-kemajuannya,hal ini disebabkan antara lain;timbulnya fitnatus kubro,sekitar terbunuhnya Usman bin Affan,banyaknya perselisihan dan juga pemberontakan akibat tidak terakomodirnya keinginan dan ambisi pribadi dalam jabatan pemerintahan, oleh sebab itu hampir sepanjang pemerintahannya dihabiskan untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan,konflik-konflik tersebut,dan sebagai tonggak sejarah pertama munculnya masalah konsep theologi dalam dunia Islam.
B.     Ali bin Abi Thalib Masa Kanak-kanak Hingga Rasul Wafat
1.      Kelahiran dan Memeluk Agama Islam
Ali bin Abi Thalib adalah putra arab quraisy dengan pertalian turunan bani Hasyim,yaitu suku yang dipercaya,dan berkecukupan serta dipercaya merawat dan menajamu tamu-tamu atau kafilah yang datang ke Mekkah pada musim ziarah. Beliau adalah buah perkawinan antar bani Hasyim yakni antara Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf dengan Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.[1]
Menurut catatan sejarah,Ali bin Abi Thalib lahir sekitar 32 tahun setelah kelahiran Muhammad saw yaitu;Ia dilahirkan di Mekkah,tepatnya di Ka`bah,Masjidil Haram.di kota kelahiran bani Hasyim,Jumat 13 Rajab(sekitar tahun 600 masehi).[2] Ali bin Abi Thalib ketika masih kanak-kanak hingga dewasa,beliau dalam pemeliharaan dan pengasuhan Nabi Muhammad saw,perlakuan yang diterimanya dan bimbingan yang penuh kelembutan dan kasih sayang,serta penuh perhatian sekaligus menyaksikan secara langsung betapa Rasulullah san rumah tangganya laksana contoh terbaik yang pernah ada dipermukaan bumi ini,sehingga Ali tumbuh dan berkembang dengan jiwa dan watak yang baik dan mulia.
Ali merupakan orang yang pertama dari golongan anak-anak yang memeluk agama Islam dengan kesadarannya yang tinggi tanpa bujuk rayu,tetapi dengan akal dan fikiran sehat serta jiwa yang suci. Hal ini terjadi;”Ketika Ali memergoki Rosulullah dan Khadijah sedang ruku,dan sujud serta membaca alquran ,maka beliau bertanya setelah Rasulullah selesai shalat.”kepada siapa kalian sujud..?kami sujud kepada Allah”jawabMuhammad”yang mengutusku menjadi Nabi dan memerintahkan aku mengajak manusia menyembah Allah”.[3]
Dalam peristiwa tersebut Ali sangat terpesona dan tertegun ketika mendengar Rasulullah saw membacakan beberapa ayat alquran,sehingga Rasul menghimbau agar beliau mau menerima ajaran Islam dengan terlebih dahulu memohon keizinan kepada ayahandanya Abu Thalib,namun selanjutnya Ali mengeluarkan ucapan yang sangat memukau dan menggambarkan kemurnian iman yang ada di dalam dadanya:
لقدخلقني الله من غير ان يُشَاوِرُاباطالب فماحاجبي انا
الى مشاورته لاعبدالله
Allah telah menjadikan saya tanpa berunding dengan Abu Thalib,apa gunanya saya berunding dengan dia untuk menyembah Allah”.[4]
Ali bin Abi Thalib menikah dengan putri Rasulullah yang bernama Fatimah Azzahrah pada tahun ke 2 hijrah(juni 624 M) penuh dengan keharuan dan kesederhanaan,bahkan dalam rumah tangganya juga mereka selalu menggantikan posisi orang lain dalam lapar,dengan kata lain sering memberikan makanan yang akan mereka santap kepada orang yang datang dengan keadaan lapar.
Pada tanggal 25 zulkaedah Rasulullah bersama rombongan umat Islam dengan jumlah besar menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji,dan ibadah itu merupakan haji Wada`(perpisahan)dan tidak berapa lama setelah menunaikan haji tersebut Rasulullah wafat”sebagaian besar menyebutkan bahwa pada hari musim panas yang terjadi di seluruh semananjung itu 8 juni 632.[5] Putrinya Fatimah juga menyusul ayahandanya bertepatan senin malam selasa 3ramadhan tahun kesebelas dalam usia sekitar dua puluh sembilan tahun. Hanya bertaut dalam enam bulan Ali bin Abi Thalib mengalami ujian dan cobaan yang berat dikarenakan dua orang penopang jiwanya yang tak tergantikan oleh siapapun dan bintang yang selalu menyinari hidupnya telah meninggalkannya.
Ali bin Abi Thalib adalah seorang mukmin dan muslim sejati yang banyak memiliki keistimewaan;berupa ilmu yang dalam mengenai alquran dan tata bahasa arab,zuhud dalam kehidupan,ketaatan dan kekhusyuan dalam beribadah.
b. Perawakan,Sifat dan Keistimewaannya
   Menurut beberapa catatan sejarah bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki postur tubuh yang kekar,dan ideal serta memiliki daya tahan tubuh terhadap cuaca panas dan dingin di atas daya tahan tubuh kaum quraisy lainnya,serta mempunyai tenaga atau kekuatan di atas tenaga rata-rata orang,beliau selalu tampil menjadi sang jawara dalam setiap pertemuan dengan pasukan musuh,tetapi bila beliau menjadi pemimpin pasukan beliau selalu menyampaikan aturan-aturan yang manusiawi dalam perang yang harus dipatuhi”jangan sekali-kali melakukan balas dendam,jangan  membunuh musuh dari belakang danmembunuh musuh yang sedang luka parah”.[6]
Sayyidina Ali dikenal sebagai khalifah yang pemberani(Brave), Cerdas(Smart),pandai bermain pedang,pandai menulis,beliau juga seorang orator yang ulung.[7]Diantara sifat-sifat yang baik dari Ali bin Abi Thalib adalah ;tegas,berterus terang,berani mengambil langkah-langkah yang cukup beresiko serta pemurah dan perhatian kepada orang-orang fakir miskin.
C.     Ali Masa Ketiga Khalifaurrasyidin.
1.      Masa Abu Bakar As-Siddiq
Setelah Rasulullah wafat,para tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili semua golongan mengadakan musyawarah di Tsaqifah bani saidah untuk menentukan sosok pengganti Nabi Muhammad sebagai khalifah untuk memimpin umat Islam,sebagai upaya agar tidak terjadi berbagai perselisihan yang membawa perpecahan serta kekosongan pemerintahan.Musyawarah tersebut dipandang sebagai suatu awal munculnya demokrasi dalam pemerintahan Islam”Bahwa sistem suksesi pada masa Abu Bakar adalah melalui pemilihan terbuka berdasarkan musyawarah,ini adalah salah satu embrio demokrasi dalam sejarah kepemimpinan umat Islam”.[8]
Dalam penetapan Abu Bakar sebagai khalifah,Ali bin Abi Thalib tidak hadir karena disibukkan dengan mengurusi jenazah Rasulullah,baru beberapa hari kemudian beliau membaiat Abu Bakar.
Ali bin Abi Thalib dengan segala keistimewaan yang dimilikinya dimanfaatkan oleh Abu Bakar untuk membantu kelancaran jalannya kekhalifaan.Oleh sebab itu tidak sedikit andil atau peran Ali dalam pemerintahan Abu Bakar,diantaranya;Ali bin Abi Thalib dijadikan penasihat khalifah,sebagai konsultan bidang hukum kekhalifaan bila menemukan masalah yang memerlukan fatwa”disamping itu Ali memang sudah biasa memberikan pelajaran kepada jama`ah mengenai masalah-masalah fikih dan tafsir quran”.[9]
2.      Masa Umar Bin Khatthab
Penetapan Umar bin Khatthab sebagai Amirul Mukminin sepeninggalnya Abu Bakar tidak seperti musyawarah yang dilakukan pada masa Abu bakar,akan tetapi lebih dahulu Abu Bakar menghunjuknya dengan meminta persetujuan sahabat-sahabat yang lainnya. Hal ini dilakukan Abu Bakar melihat watak dan karakter Umar sangat cocok untuk melanjutkan cita-cita pada masa Abu Bakar yang belum terlaksana,disamping sikap Umar yang terkenal dengan kedisiplinan serta tanggung jawab yang besar dan pentingnya membuka perluasan daerah-daerah kekuasaan Islam.
Dalam penggantian khalifah Abu Bakar dengan Umar sebagai Amirul mukminin,Ali bin Abi Thalib menyetujui serta membaiatnya.Kemudian Ali diperlukan oleh Umar hampir seperti masa Abu Bakar,bahkan umar memposisikannya lebih tinggi lagi yakni sebagai sekretaris Umar,sebagai orang yang diserahi sepenuhnya mengenai masalah-masalah hukum,dan segala sesuatu yang akan dijadikan Umar sebagai keputusan lebih dahulu dikonsultasikan kepada Ali,sehingga umar pernah berkata:
لولاعلي لهلك عمر
Kalau tidaklah karena Ali,niscaya Umar akan celaka”.[10]
          Pernyataan Umar tersebut adalah suatu ungkapan yang terlihat ikhlas dan jelaslah bahwa Ali begitu penting artinya dalam kekhalifaan Umar,pengakuan ini tidak sekedar sebuah siasat dalam menjustifikasi pemerintahannya dari berbagai hasutan-hasutan yang tidak senang dengan kepemimpinan Umar. Tetapi lebih dari sekedar mengetahui bahwa Umar mengenal betul kualitas dan kapasitas Ali yang sangat tekun dalam mengkaji berbagai ajaran Islam,bahkan Umar sadar betul bahwa Ali adalah sahabat Nabi yang paling banyak waktunya bersama Nabi,baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun setelah diangkat.
3.      MasaUsman Bin Affan
Pengangkat Usman menjadi khalifah yang ketiga juga tidak sama dengan pengangkatan khalifah sebelumnya,terlebih dahulu Umar menjelang akhir hayatnya terlebih dahulu menetapkan sejumlah sahabat yang disebut sebagai Majlis Syuro untuk menjadi tim penilai dan penentu sebagai khalifah dengan diketuai oleh ; Abdurrahman bin Auf,dengan anggota Saad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah,Zubair bin Awwam,Usman dan Ali,maka dengan kandidat yang paling populer ketika itu adalah antara Usman dan Ali yang keduanya sangat berat menentukan siapa yang akan ditetapkan,mengingat keduanya adalah sangat dekat dengan Nabi, perjuangan mereka sangat besar bagi pengembangan Islam,ketaatan juga tidak satupun sahabat meragukannya.
Ketika Umar menentukan keenam orang tersebut beliau berpesan;”Tak ada orang yang lebih berhak dalam hal ini dari pada mereka itu”.Rasulullah sallallahul alaihi wassallam wafat sudah merasa puas terhadap mereka. Siapa pun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya”.[11] Setelah melalui musyawarah yang memakan waktu selama dua hari dengan melalui perdebatan yang sangat alot serta menarik perhatian kaum muslimin dari berbagai penjuru daerah kekuasaan Islam,maka terpilihlah Usman sebagai khalifah ketiga secara resmi.
Ketika Usman terpilih menjadi khalifah dengan usia yang relatif tua ± 70 tahun dengan sifat dan perangainya yang lemah lembut serta pemaaf dan juga sangat sayang kepada keluarga dan kerabatnya dan tidak mampu untuk menolak apa yang diminta, sekalipun bahwa itu dapat membahayakan dirinya.”secara pribadi khalifah Usman ibn al-`Affan tidak berbeda dengan dua khalifah pendahulunya.Namun sayang keluarganya dari bani Umaiyah terus mendorong dan Usman sendiri ternyata lemah menghadapi rongrongan serta ambisi keluarga tersebut,sehingga terpaksamemberikan berbagai kedudukan dan fasilitas kepada mereka”.[12]
Pada pemilihan khalifah tersebut sebenarnya dari segala aspek kepemimpinan,Ali lebih pantas menggantikan Umar,sehingga bani Hasyim banyak mendorongnya untuk mengambil alih,hal ini Ali melihat ambisi-ambisi yang tidak perlu mendapat perhatiannya, oleh sebab itu Ali tetap tenang dan tidak terpengaruh,karena itu dapat membuat perselisihan,”Beliau tidak berpandangan sense of glory,tetapi sense of morality,maka ketika pamannya Abbas mendorongnya,beliau menjawab,”saya tidak menghendaki ada perselisihan”.[13]
Pada masa Usman,Ali bin Abi Thalib bukan saja berperan dalam bidang yang sama seperti khalifah sebelumnya,tetapi juga menyumbangkan tenaga bahkan jiwanya dia relakan dengan mencoba menghadang para pemberontak yang diakibatkan oleh para ulah gubernur yang dipilih Usman yang berakibat terjadinya pemberontakan dengan menuntut Usman untuk memecat kerabatnya, sehingga peristiwanya ini membawa akibat terbunuhnya khalifah Usman dengan cara sadis,bahkan kedua putranya Hasan dan Husein juga turut serta dalam melindungi Usman.
D.    Tantangan Yang Dihadapi Ali Bin Abi Thalib
Terjadinya pemberontakan pada masa khalifah Usman,telah membuat terjadinya kekacauan di sekitar pemerintahan Islam mengingat bahwa peristiwa ini merupakan peristiwa yang pertama yang paling bersejarah, yakni terjadinya revolusi sosial di dunia Islam dengan korban terbunuhnya seorang khalifah(pimpinan negara).
Keberhasilan pemberontak membunuh Usman dan mengacaukan suasana umat Islam,dilanjutkan dengan mendesak Ali bin Abi Thalib dinobotkan menjadi khalifah keempat,namun ditolak,tetapi pemberontak mengancam di bawah tekanan pembunuhan,bahkan kaum pemberontak memaksa para sahabat untuk membaiat Ali,maka terjadilah pembaiatan Ali di masjid Nabawi,hal ini diterima Ali mengingat tidak stabilnya suasana, serta terjadinya kekacauan dimana-mana,dan juga banyak para tokoh yang berambisi untuk jadi pemimpin yang dapat berakibat buruk kedepan.
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang memiliki karakter yang teguh dan konsisten dalam menegakkan kebenaran serta tidak kenal kompromi dengan kebatilan,bahkan tidak mau menundakeinginannya untuk mengganti para gubernur yang telah dipilih Usman yang terkenal dengan sifat ambisius dan menjalani kehidupan dengan gaya elegan dikarenakan ketamakan akan kekayaan serta cinta dengan kesenangan duniawi.Karakter Ali yang demikian itu merupakan embrio bertambahnya tantangan serta hambatan selama masa kekhalifaannya antara lain:
1.      Tantangan dari Umaiyah
Ketika Ali bin Abi Thalib selesai dibaiat menjadi khalifah bertepatan pada hari jumat tanggal 23 Zulhijjah tahun 35 Hijrah,merupakan saat banyaknya terjadi kekacauan dan berbagai tuntutan-tuntutan,baik yang datangnya dari bani Umaiyah maupun para sahabat.Tuntutan dimaksud dengan menggunakan Issu sentral yakni tentang terbunuhnya Usman dengan dalih menuntut balas atas pembunuh Usman,dengan menyerahkan pembunuhnya kepada keluarga bani umaiyah,tuntutan tersebut sebenarnya merupakan siasat politik bani Umaiyah saja dalam mempertahankan kedudukan dalam pemerintahan namun justru sebaliknya yang didapat oleh muawiyah khususnya adalah pemecatan dirinya sebagai Gubernur di Syam.
Dalam kebijakan Ali pada tahun-tahun pertama menjalankan pemerintahannya telah melakukan kesalahan awal yang mengakibatkan perselisihan yang berkepanjangan yaitu;mengganti gubernur-gubernur yang diangkat pada masa Usman,hal ini sebelumnya telah dinasehati para sahabat seperti Mughirah bin Syu`bah,Abdullah bin Abbas dan Ziyad bin Hamzah at-Tamimi,”mereka mengusulkan agar Ali memperkuat Muawiyah dalam kedudukannya sebagai gubernur syam yang sudah diangkat oleh kedua khalifah Umar dan Usman,tetapi Ali menjawab”Dalam Agama saya tidak mau menjilat atau merendah-rendahkan diri”.[14]
Ketika Muawiyah menerima surat dari utusan Ali tentang pemecatannya,tidak sedikitpun ditanggapi bahkan balasan penentangan yang diberikan Muawiyah yang bekerjasama denga nAmr Bin Ash yang terkenal dengan keahlian dalam siasat dan politik ketika itu,bahkan mu’awiyah telah menampakkan keinginanya untuk menjadi penguasa dihadapan para sahabat ketika terjadinya kekacauan dan pemberontakan yang berujung  dengan terbunuhnya utsman.ketika berkumpul seluruh seluruh sahabat dan tokoh-tokoh umat islam yang mewakili seluruh golongan masing-masing dan terdapat diantaranya salah seorang yang sangat benci dan marah melihat gaya kepemimpinan utsman selama ini dengan system  pemerintahan nepotissme (lebih mengutamakan kekerabatan) yang bernama imar ibnu yasir,mua’wiyah menerobos masuk kedalam dan ketengah-tengah pertemuan tersebut seraya berkata;”hai imar, janganlah engkau ikut campur dalam kekecauan ini,kita hanya dapat mengetahui permulaannya,tetapi kita tidak tahu kapan dan bagaimana kesudahannya kelak”[15]dari kalimat tersebut dapatlah kita pahami dengan jelas bahwa mua’wiyah menujukkan betapa dia telah memiliki suatu kekuatan yang cukup besr penguasa di syam.
Berulang kali ali bin abi thalib menghimbau mua’wiyah agar datang serta membawa bai’at masyarakat syam terhadap kekhalifaannya, namun tidak kunjung datang,dan ketika didatangkan surat penggantian dirinya dengan sahl bin hunaif sebagai gubernur syam ,malah mua’wiyah melontarkan ancaman untuk membunuh sahl bin hunaif jika memasuki wilayah syam.”pembangkakan mua’wiyah ini rupanya juga berakhir  pada pemberontakan bersenjata/peperangan yang terjadi antara pasukan ali dan pasukan mua’wiyah,dalam sejarah islam,dikenal dengan nama siffin”.[16]
Dalam peperangan ini menurut sejarah,muawiyah hampir bisa dipastikan akan kalah,namun Amru ibn Ash memainkan perannya sebagai politikus yang licik menggunakan siasat dengan menancapkan Mushaf Quran di ujung tombak dengan artian ajakan berdamai,Ali mengetahui tentang kelicikan ini,namun lagi-lagi beliau terpaksa menerima ajakan berdamai yang selanjutnya diadakan Tahkim(Arbitrase) yang bertempat di Daumatul Jandal.
Tahkim(Arbitrase)yang dijadikan sebagai solusi damaipun tidak dapat menemui jalan damai mengingat lagi-lagi Amru bin Ash menunjukkan kapasitasnya sebagai politikus licik dengan menjatuhnkan Ali sebagai Khalifah yang syah dengan menetapkan Muawiyah yang  tidak memiliki legitimasi Hukum secara sah ketika itu,sehingga terjadi jalan buntu dan permusuhan yang terus-menerus terjadi sampai waktu ajal Ali bin Abi Thalib tiba.
Pemerintahan Ali yang sah sebagai khalifah yang memiliki dukungan yang kuat dari umat Islam ketika terjadinya Arbitrase menjadi lemah disebabkan sebagai mereka tidak terima dengan sikap Ali yang menerima tahkim,sehingga mereka keluar dan memisahkan diri dari kelompok pendukung Ali yang selanjutnya disebut Kelompok Khawarij. Disamping sebagaian umat Islam jenuh dengan pertikaian-pertikaian yang terus terjadi di dalam internal umat Islam ketika itu.
2.      Tantangan dari Thalhah Cs(Thalhah,Zubair dan Aisyah Ummul Mukminin)
Sebelum Ali mau menerima tawaran menjabat khalifah pengganti Usman,Thalhah dan Zubair telah lebih dahulu menemui dan mendorong Ali untuk menjadi khalifah dengan harapan agar nantinya Ali menempatkan mereka menjadi Gubernur di Wilayah Basrah dan Kufah, namun Ali tidak serius menanggapi keinginan dua orang sahabat tersebut:”Amirul mukminin kata mereka,”anda tau mengapa kami membaiat anda,?ya mau menyatakan kesetiaan anda,seperti kepada para khalifah sebelum saya,Abu bakar,Umar dan Usman,”kami membaiat anda supaya kami dapat diikutsertakan bersama-sama dalam pemerintahan.”Tidak,anda dapat bersama-sama dalam memberikan bantuan,”Beri saya jabatan sebagai kepala daerah Basrah,saya akan menjadi tulang punggung anda,”kata Thalhah.Dan saya sebagai kepala daerah Kufah,saya siap dipihak anda menghadapi musuh”nanti saya lihat kata Ali”.[17]
Mendengar jawaban Ali yang begitu tidak serius menjawab kedua sahabat tersebut,sahabat Mughirah bin Syu`bah menasehatinya agar memberikan jabatan bagi Thalhah dan Zubair,tetapi Ali berprinsip kepada ajaran nabi yang beliau katakan bahwa”kamu akan berambisi ingin menjadi pemimpin dan akan menyesal hari kemudian”.Rasul mengatakan’;
انا لانولي هذامن سأله ولا من حرص عليه
Kami tidak akan memberikan (kedudukan )kepada orang yang memintanya atau yang berambisi untuk itu”.[18]
Perkataan Ali tersebut membuat Thalhah dan Zubair pamit kepada Ali untuk keluar kota,Ali mencoba untuk melarang karena telah mengetahui adanya indikasi yang tidak baik,namun pamitnya mereka untuk menunaikan ibadah haji atau umrah ketika itu.
Aisyah ummulmukminin sudah terlebih dahulu berada di mekah
Bersama ummulmukminin yang lain untuk menunaikan ibadah haji dan mereka sebelumnya tidak mengetahui bahwa khalifah usman telah terbunuh dan telah digantikan oleh ali bin abi thalib,yang seyogyanya aisyah akan menghadap usman agar merubah kebijakan pemerintahannya  yang telah merusak kedamaian dan keamanan umat islam akibat ulah para gubernurnya .akan tetapi aisyah bersama rombongan bersama rombongan 2000 orang berobah niat dan usahanya  untuk melawan ali,akan tetapi ditengah jalan telah merubah haluan kebasrah akibat provokasi oleh tahlah dan zubair.”pada mulanya aisyah menolak jika maksudnya untuk berperang,tetapi mereka mengatakan bahwa mereka ingin aisyah dapat mengajak orang untuk menuntut  pembunuhan usman,mengingat pengaruh aisyah yang begitu kuat jika berpidato.akhirnya usul itu di setujuinya”[19]
          Ketika provokasi talhah dan zubair dapat mempengaruhi aisyah,maka teringat akan peristiwa lama yang membuat sakit hati beerupa haditsul ifik(berita bohong)oleh sebab itu ali telah mendapat tantangan baru yang datang dari kaum bangsawan arab yang memiliki kedudukan dan juga hubungan dekat dengannya,sekalipun begitu dekat dengannya,sekalipun sebelumnya masyarakat basrah telah membaitnya tetapi atas ajakan dari aisyah berbalik menjadi oposisi terhadap pemerintah ali .”kalangan aristokrat makkah dengan pimpinan tahlhah dan zubair,dan juga dipimpin oleh aisyah istri nabi tampil sebagai pihak oposisi yang menentang ali.ali  mengalahkan mereka pada pertemuan unta pada 656.”[20]
          “peranan yang dimainkan Ibnu zubair untuk mendorng bibinya-aisyah-buat menerjuni kancah peperangan jamal yang terkenal itu,karena keinginanya untuk menyingkirkan orang yang di anggap penghalang cita-citanya yaitu ali bin abi tahlib”.[21]peperangan yang dimotivasi interes pribadi ini telah mengorbankan ribuan umat islam,bahkan telah menjerumuskan dan menolak aisyah kedalam pertempuran,yang akhirnya kekalahan berada dipihak talhah dan zubair,sedang aisyah dikembalikan dengan segala hormat kemekkah.

c.Tantangan dari Khawarij
          sebelum lebih lanjut membicarakan tantangan dari kelompok khawarij lebih dahulu penulis akan menjelaskan apa itu khawarij.secara harfiyah khawarij berasal dari bahasa arab adalah jama’ dari kharijiy,yang berasal dari kata kharaja yang berarti keluar.mereka dikatakan khawarij karena keluar dari jama’ah pendukung khalifah ali bin abi thalib,selain itu karna mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk berjihad di jalan Allah.”mereka berupa golongan yang keluar dari kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib.dan mereka adalah salah satu golongan /partai yang pertama sekali terdapat dalam Islam.[22]
          Selanjutnya khawarij juga disebut golongan mukahkimah (berhukum)mereka menuduh Ali tidak berhukum dengan hukum Allah,dan juga disebut haruriyah (desa harurah)yaitu mereka berkumpul di desa itu setelah selesai perang siffin dan mereka tidak terima dengan sikap Ali yang menerima arbitrasi.”Faham yang ditimbulkan oleh kelompok ini merupakan persoalan theologi yang muncul pertama sekali,karena itu kaum khawarij juga merupakan aliran theologi pertama dalam sejarah”.[23]
Penyelesaian sengketa antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang terjadi dalam peperangan siffin bertepatan pada bulan Ramadhan yang berakhir dengan tahkim yaitu;pada bulan shafar tahun 37 Hijrah dibuat suatu perjanjian bahwa kedua-dua hakam tersebut itu akan berkumpul di Daumatul Jandal bertepatan pada bulan Ramadhan”.[24]Semenjak peristiwa tersebut sebagian kelompok Ali,bahkan khawarij memutuskan untuk menyelesaikan pertikaian umat Islam dengan membunuh tokoh-tokoh penyebab terjadinya perselisihan yang mengakibatkan peperangan antar sesama umat Islam,sebagai pemimpin yang pertama khawarij maka dibaiatlah Abdullah bin Wahhab ar-Rosyidi di desa Harurah.
Maka pada masa khalifah Ali setelah terjadinya pertempuran shiffin telah bertambah tantangan dan musuhnya yaitu;dengan munculnya golongan khawarij. Sebagai golongan konsekwensinya harus memiliki pandangan dan pokok-pokok ajaran antara lain; Ali,Muawiyah,Abu Musa al-Asyari maupun Amr ibn al-ash menurut mereka telah menjadi kafir,dalam arti keluar Islam yaitu;Murtad dan orang murtad wajib dibunuh”.[25]
Inilah sejarah awal dari timbulnya pemikiran theologi yang awalnya bersumber dari masalah politik di dunia Islam.Pendapat khawarij yang menuduh mereka kafir disebabkan itu berhukum dengan hukum Allah(quran)sebagaimana mereka berdasarkan firman Allah:
ومن لم يحكم بما انزل الله فاؤلاءك هم الكفرون
Siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Tuhan adalah kafir”.[26]
Adapun kelompok khawarij memiliki beragam pendapat atau ajaran sesuai dengan banyak aliran-aliran dalam khawarij,hal ini dipengaruhi dengan tokoh/pimpinan masing-masing aliran diantara ajaran tersebut :
1). Menurut Khawarij orang-orang yang terlibat menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar,orang islam yang melakukan dosa besar dalam pandangan mereka adalah kafir,kafir setelah memeluk agama Islam,berarti murtad dan orang-orang murtad(keluar)dari Islam halal dibunuh”.[27]
2). Jika seorang muslim melakukan dosa besar tanpa bertaubat dengan sungguh-sungguh,maka ia telah keluar dari iman dan menjadi kafir.
3). Imam diangkat atas dasar pemilihan,siapa saja yang muslim,adil, berilmu dan zuhud,dapat dipilih sebagai imam,tidak harus keturunan quraisy”.[28]
Dari pokok ajaran tersebut di atas dapat lebih dispesifikasikan kedalam beberapa bagian antara lain :
a.       Bidang Politik
-          Khalifah harus dipilih secara demokrasi dan semua orang memiliki hak yang sama
-          Daerah yang tidak mau tunduk kepada khawarij dipandang Darus syirk
-          Penduduk yang tidak mau membantu gerakan khawarij dipandang musyrik
-          Ali dan Muawiyah beserta yang turut dalam tahkim dipandang menyalahi aturan Allah dalam pemerintahan
b.      Bidang Agama
-          Orang yang berada diluar golongan khawarij dipandang kafir
-          Orang yang tidak ikut berperang bersama mereka dipandang kafir
-          Bagi orang yang berzina cukup dihukum cambuk
-          Taqiyah(berpura-pura)baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan tidak diperbolehkan
-          Orang-orang yang melakukan dosa besar adalah kafir
Kelompok khawarij dalam mensosialisasikan ajaran-ajarannya tidak jarang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat anarkis bahkan tidak segan-segan melakukan pembunuhan terhadap orang yang beerseberangan dengan konsep ajaran mereka.Hal ini dipengaruhi oleh sifat dan watak kelompok khawarij. Menurut Philip.K.Hitti: dalam Dunia Arab,”pengikut kaum khawarij berasal dari kaum badawi yang berdiam di padang pasir yang gersang,mereka hidup secara nomaden sehingga membuat mereka hidup dalam kesederhanaan,miskin,tidak terpelajar,keras hati,berani dan merdeka”.[29]
Ketika Ali akan pergi ke syam untuk menuntaskan pemberontakan muawiyah,ditengah perjalanan beliau dan pasukannya berbalik kenahrawan disebabkan berita yang sampai kepadanya betapa sadis,kejam dan merajalelanya kelompok khawarij bertindak di wilayah tersebut terutama kabar yang menimpa abdullah ibn Khabbab:
“Ketika Abdullah bin Khabbab bin al-art sedang menuntun seekor keledai yang dinaiki istrinya yang sedang hamil tua,dan sudah hampir melahirkan, lewat di depan kaum khawarij yang bermarkas di Nahrawan,mereka disergap,setelah terjadi tanya jawab,mereka tahu bahwa Abdullah adalah anak Khabbab seorang sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wassallam yang sangat dihormati.Tetapi Abdullah dicecar terus dengan pertanyaan sampai kepada soal Usman pada masa awal dan akhir pemerintahannya,tentang Ali sebelum dan sesudah tahkim,karena jawaban Abdullah sejujurnya dan mengatakan apa yang siketahui dan diyakininya,ia dibunuh dan istrinya juga dibunuh secara sangat keji berikut janin yang masih di dalam kandungannya”.[30]
Ketika pasukan Ali sampai di Nahrawan,beliau tidak langsung menyerang,masih berupaya melakukan negosiasi dengan mengutus sahabatnya Haris bin Murrah al Abdi,namun belum lagi pesan Ali disampaikan,kelompok khawarij telah membunuh utusan tersebut,akhirnya perangpun terjadi dan dengan mudah khawarij dikalahkan dan hanya tinggal sedikit  yang selamat serta melarikan diri,sementara tokoh utamanya Abdullah bin Wahhab ar-Rasyibi tewas dalam insiden tersebut.
Kelompok khawarij yang menyelamatkan diri berpencar di berbagai wilayah kufah,Basrah,Madain dan lain-lain,dan berupaya untuk mengembangkan aliran khawarij sehingga dalam perkembangannya sampai berjumlah ± 20 sekte yangberbeda pula karakternya satu sama lain,namun pada garis besarnya terbagi kepada dua bagian yakni; Aliran Ekstrim dan Aliran Moderat.  Namun kesamaannya selalu membuat kerusuhan dan tekanan bagi umat dalam mengembangkan ajarannya.
Oleh sebab itu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib para penulis sejarah bersepakat betapa potensi sepanjang kekhalifaannya dihabiskan hampir seluruh waktunya meredam perselisihan serta menumpas pemberontakan-pemberontakan yang disebabkan oleh Fitnatul Kubro serta ambisi Ashobiyah arab yang begitu mengental kembali sepeninggal Rasulullah saw,sehingga masa beliaulah paling banyak Umat Islam meninggal dikarenakan saling membunuh antar sesama umat Islam. Itu sebabnya tidak banyak yang dapat belliau lakukan untuk perbaikan dan kemajuan pemerintahan islam.

  


 DAFTAR BACAAN:

1. Departemen Agama RI,Quran dan Terjemah,jakarta,1977

            2.Dinas Pendidikan Nasional,Ensiklopedi Islam,Jakarta ,tahun 2003
           
            3.Muhammad Husain Haekal,Hayatu Muhammad,
Terjemah, Ali Audah,Bogor,PT,Litera Antar Nusa,Cet,23, tahun,1999

            4.Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib, Terjemahan, Ali Audah,Bogor,PT,Litera Antar Nusa,cet,3,tahun 2007
           
            5.Atang Abdullah hakim,Jaih Mubarak,Metodologi studi Islam,cet,I,Bandung,penerbit,PT Remaja Rosda karya Tahun,1999

            6.Editor,M,Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas,Sejarah Pemikiran Dalam Islam,Jakarta,Pustaka Antara dan LISK,tahun,1996

            7. Harun Nsution,Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Penerbit,Universitas Indonesia,tahun,1985

            8. Ira M.Lapidus,A History of Islamic Societies, Terjemahan,Ali Ghufron,cet,I Jakarta,PT,Raja Grafindo Persada, tahun ,1999

            9. Sudarsono,Filsafat Islam,Jakarta,PT,Rineka Cipta, Tahun,1997

             10. A.Syalabi,Sejarah dan Kebudayaan Islam II,Jakarta,    Pustaka Alhusna,1983


[1] Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,Terj,Ali Audah,cet,3,Tahun, 2003, Bogor,Penerbit Litera Antar Nusa,h.27
[2]  Ibid,h.28
[3] Ibid,h.28
[4] Ibid,h29
[5] Ibid,h.33
[6]  Muhammad Husain Haekal,Hayatu Muhammad,ter,Ali Audah,cet,23, Bogor, Litera Antar Nusa,tahun,2003,h.573
[7] Muhammad Husain Haekal,Ali bin Abi Thalib,h.167

[8] Muhadi Zainuddin,Studi Kepemimpinan Islam,Telaah Normatif dan Histori,Semarang;Putra Mediatama Press,tahun,2005,h.6-8
[9] Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,h.153
[10] Ibid,h.161
[11] Ibid,h.3
[12] Editor,H.M.Amin,MA dan Afifi Fauzi Abbas,MA,Sejarah Pemikiran Dalam Islam,Jakarta,Pustaka Antara dan LSIK,cet,1,tahun,1996
[13] Muhammad Husain Haekal,Ali bin Abi Thalib,h.169
[14] Ibid,h.199
[15] A.syalabi ,prof.DR,sejarah dan peradaban islam,2,hal.32
[16] Drs,H,M,amin nurdin,MA dan Drs afifi fauzi abbas,
[17] Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,h.198
[18] Ibid,h.210
[19] Ibid,hal.221

[20] Ira.M.lapidus,A history of islamic socioties,ter,ali ghufron,cet,i,jakarta,PT.raja grafindopersada,jilid,I-II,tahun,1999,hal.84-85

[21] A.syalabi ,sejarah dan klebudayaan islam 2,hal291

[22] Sudarsono,Drs,SH,filsafat islam,jakarta,PT;rineka cipta,tahun 1997,hal.1

[23] Ensiklopedi Islam,Jakarta,Pendidikan Nasional,tahun 2003,h.330
   [24]Harun Nasution,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek,jilid,II,Penerbit Universitas Indonesia,tahun,1985,h.31
[25] Ibid,h.169
[26] Departemen Agama RI,Quran dan terjemah,thn,1977,h.167
[27] Atang Abdul hakim,Metodologi Studi Islam,Bandung,cet.I,PT Remaja Rosda Karya,tahun 1999,h.157
[28] Sudarsono,Filsafat Islam,h.1
[29] A.Syalabi,Sejarah dan Kebudayaan Islam II,Jakarta,    Pustaka Alhusna,1983
[30] Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,h.290

Tidak ada komentar:

Posting Komentar