A.
Pendahuluan
Ali
bin Abi Thalib ra adalah seorang mukmin dan muslim sejati yang pernah dimiliki
dalam sejarah Islam,memeluk agama Islam pada periode awal,dari golongan
kanak-kanak adalah yang pertama memeluk agama Islam,beliau dibesarkan,dididik
dan dibina oleh seorang uswatun hasanah yang tiada dapat disejajarkan
dengan siapapun,sehingga Ali tumbuh sebagai seorang yang berkepribadian
mulia,baik dalam konteks sahabat,prajurit,suami maupun sebagai seorang ayah
bersikap penuh kejujuran,tegas,sabar,dan memiliki pengetahuan yang luas serta
zuhud dalam kehidupan sehari-hari.
Ali
bin Abi Thalib ra,sepeninggalnya Rasulullah saw memiliki peran yang sangat
besar bagi pengembangan Syiar dan Pemerintahan Islam terutama masa ketiga
Khulafaurrasyidin,beliau banyak menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
terutama mengenai hukum,tafsir dan fiqih,dan beliau aktif mengajar umat Islam
sebagai upaya pencerahan pengetahuan mengenai ketiga disiplin ilmu tersebut di
Masjid,meskipun dalam perjalanan ketiga Khalifah tersebut banyak
bisikan-bisikan baik dari keluarga maupun umat islam berupa dorongan untuk merebut
dan mengambil alih kekhalifaan,karena beliaulah yang lebih pantas,namun dengan
mantap dan tegas semua ditepis serta beliau tetap dengan setia mendukung
kekhalifaan sebelumnya.
Ketika
Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah yang keempat,tidak banyak yang
dapat dilakukan dalam mengembangan pemerintahan
Islam serta kemajuan-kemajuannya,hal ini disebabkan antara
lain;timbulnya fitnatus kubro,sekitar terbunuhnya Usman bin
Affan,banyaknya perselisihan dan juga pemberontakan akibat tidak terakomodirnya
keinginan dan ambisi pribadi dalam jabatan pemerintahan, oleh sebab itu hampir
sepanjang pemerintahannya dihabiskan untuk menyelesaikan
perselisihan-perselisihan,konflik-konflik tersebut,dan sebagai tonggak sejarah
pertama munculnya masalah konsep theologi dalam dunia Islam.
B.
Ali bin Abi Thalib Masa Kanak-kanak Hingga Rasul Wafat
1.
Kelahiran dan Memeluk Agama Islam
Ali
bin Abi Thalib adalah putra arab quraisy dengan pertalian turunan bani
Hasyim,yaitu suku yang dipercaya,dan berkecukupan serta dipercaya merawat dan
menajamu tamu-tamu atau kafilah yang datang ke Mekkah pada musim ziarah. Beliau
adalah buah perkawinan antar bani Hasyim yakni antara Abu Thalib bin Abdul
Muthalib bin Abdu Manaf dengan Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.[1]
Menurut
catatan sejarah,Ali bin Abi Thalib lahir sekitar 32 tahun setelah kelahiran
Muhammad saw yaitu;Ia dilahirkan di Mekkah,tepatnya di Ka`bah,Masjidil Haram.di
kota kelahiran bani Hasyim,Jumat 13 Rajab(sekitar tahun 600 masehi).[2]
Ali bin Abi Thalib ketika masih kanak-kanak hingga dewasa,beliau dalam
pemeliharaan dan pengasuhan Nabi Muhammad saw,perlakuan yang diterimanya dan
bimbingan yang penuh kelembutan dan kasih sayang,serta penuh perhatian
sekaligus menyaksikan secara langsung betapa Rasulullah san rumah tangganya
laksana contoh terbaik yang pernah ada dipermukaan bumi ini,sehingga Ali tumbuh
dan berkembang dengan jiwa dan watak yang baik dan mulia.
Ali
merupakan orang yang pertama dari golongan anak-anak yang memeluk agama Islam
dengan kesadarannya yang tinggi tanpa bujuk rayu,tetapi dengan akal dan fikiran
sehat serta jiwa yang suci. Hal ini terjadi;”Ketika Ali memergoki Rosulullah
dan Khadijah sedang ruku,dan sujud serta membaca alquran ,maka beliau bertanya
setelah Rasulullah selesai shalat.”kepada siapa kalian sujud..?kami sujud
kepada Allah”jawabMuhammad”yang mengutusku menjadi Nabi dan memerintahkan aku
mengajak manusia menyembah Allah”.[3]
Dalam
peristiwa tersebut Ali sangat terpesona dan tertegun ketika mendengar
Rasulullah saw membacakan beberapa ayat alquran,sehingga Rasul menghimbau agar
beliau mau menerima ajaran Islam dengan terlebih dahulu memohon keizinan kepada
ayahandanya Abu Thalib,namun selanjutnya Ali mengeluarkan ucapan yang sangat
memukau dan menggambarkan kemurnian iman yang ada di dalam dadanya:
لقدخلقني الله من غير ان يُشَاوِرُاباطالب
فماحاجبي انا
الى مشاورته لاعبدالله
Allah telah menjadikan
saya tanpa berunding dengan Abu Thalib,apa gunanya saya berunding dengan dia
untuk menyembah Allah”.[4]
Ali
bin Abi Thalib menikah dengan putri Rasulullah yang bernama Fatimah Azzahrah
pada tahun ke 2 hijrah(juni 624 M) penuh dengan keharuan dan
kesederhanaan,bahkan dalam rumah tangganya juga mereka selalu menggantikan
posisi orang lain dalam lapar,dengan kata lain sering memberikan makanan yang
akan mereka santap kepada orang yang datang dengan keadaan lapar.
Pada tanggal
25 zulkaedah Rasulullah bersama rombongan umat Islam dengan jumlah besar menuju
Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji,dan ibadah itu merupakan haji
Wada`(perpisahan)dan tidak berapa lama setelah menunaikan haji tersebut
Rasulullah wafat”sebagaian besar menyebutkan bahwa pada hari musim panas yang
terjadi di seluruh semananjung itu 8 juni 632.[5]
Putrinya Fatimah juga menyusul ayahandanya bertepatan senin malam selasa
3ramadhan tahun kesebelas dalam usia sekitar dua puluh sembilan tahun. Hanya
bertaut dalam enam bulan Ali bin Abi Thalib mengalami ujian dan cobaan yang
berat dikarenakan dua orang penopang jiwanya yang tak tergantikan oleh siapapun
dan bintang yang selalu menyinari hidupnya telah meninggalkannya.
Ali
bin Abi Thalib adalah seorang mukmin dan muslim sejati yang banyak memiliki
keistimewaan;berupa ilmu yang dalam mengenai alquran dan tata bahasa arab,zuhud
dalam kehidupan,ketaatan dan kekhusyuan dalam beribadah.
b. Perawakan,Sifat dan Keistimewaannya
Menurut beberapa catatan sejarah bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki
postur tubuh yang kekar,dan ideal serta memiliki daya tahan tubuh terhadap
cuaca panas dan dingin di atas daya tahan tubuh kaum quraisy lainnya,serta
mempunyai tenaga atau kekuatan di atas tenaga rata-rata orang,beliau selalu
tampil menjadi sang jawara dalam setiap pertemuan dengan pasukan musuh,tetapi
bila beliau menjadi pemimpin pasukan beliau selalu menyampaikan aturan-aturan
yang manusiawi dalam perang yang harus dipatuhi”jangan sekali-kali melakukan
balas dendam,jangan membunuh musuh dari
belakang danmembunuh musuh yang sedang luka parah”.[6]
Sayyidina Ali dikenal
sebagai khalifah yang pemberani(Brave), Cerdas(Smart),pandai bermain
pedang,pandai menulis,beliau juga seorang orator yang ulung.[7]Diantara
sifat-sifat yang baik dari Ali bin Abi Thalib adalah ;tegas,berterus
terang,berani mengambil langkah-langkah yang cukup beresiko serta pemurah dan
perhatian kepada orang-orang fakir miskin.
C.
Ali Masa Ketiga Khalifaurrasyidin.
1.
Masa Abu Bakar As-Siddiq
Setelah
Rasulullah wafat,para tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili semua golongan
mengadakan musyawarah di Tsaqifah bani saidah untuk menentukan sosok pengganti
Nabi Muhammad sebagai khalifah untuk memimpin umat Islam,sebagai upaya agar tidak
terjadi berbagai perselisihan yang membawa perpecahan serta kekosongan
pemerintahan.Musyawarah tersebut dipandang sebagai suatu awal munculnya
demokrasi dalam pemerintahan Islam”Bahwa sistem suksesi pada masa Abu Bakar
adalah melalui pemilihan terbuka berdasarkan musyawarah,ini adalah salah satu
embrio demokrasi dalam sejarah kepemimpinan umat Islam”.[8]
Dalam
penetapan Abu Bakar sebagai khalifah,Ali bin Abi Thalib tidak hadir karena
disibukkan dengan mengurusi jenazah Rasulullah,baru beberapa hari kemudian
beliau membaiat Abu Bakar.
Ali bin
Abi Thalib dengan segala keistimewaan yang dimilikinya dimanfaatkan oleh Abu
Bakar untuk membantu kelancaran jalannya kekhalifaan.Oleh sebab itu tidak
sedikit andil atau peran Ali dalam pemerintahan Abu Bakar,diantaranya;Ali bin
Abi Thalib dijadikan penasihat khalifah,sebagai konsultan bidang hukum
kekhalifaan bila menemukan masalah yang memerlukan fatwa”disamping itu Ali
memang sudah biasa memberikan pelajaran kepada jama`ah mengenai masalah-masalah
fikih dan tafsir quran”.[9]
2.
Masa Umar Bin Khatthab
Penetapan
Umar bin Khatthab sebagai Amirul Mukminin sepeninggalnya Abu Bakar tidak
seperti musyawarah yang dilakukan pada masa Abu bakar,akan tetapi lebih dahulu
Abu Bakar menghunjuknya dengan meminta persetujuan sahabat-sahabat yang lainnya.
Hal ini dilakukan Abu Bakar melihat watak dan karakter Umar sangat cocok untuk
melanjutkan cita-cita pada masa Abu Bakar yang belum terlaksana,disamping sikap
Umar yang terkenal dengan kedisiplinan serta tanggung jawab yang besar dan pentingnya
membuka perluasan daerah-daerah kekuasaan Islam.
Dalam
penggantian khalifah Abu Bakar dengan Umar sebagai Amirul mukminin,Ali bin Abi
Thalib menyetujui serta membaiatnya.Kemudian Ali diperlukan oleh Umar hampir
seperti masa Abu Bakar,bahkan umar memposisikannya lebih tinggi lagi yakni
sebagai sekretaris Umar,sebagai orang yang diserahi sepenuhnya mengenai
masalah-masalah hukum,dan segala sesuatu yang akan dijadikan Umar sebagai
keputusan lebih dahulu dikonsultasikan kepada Ali,sehingga umar pernah berkata:
لولاعلي لهلك عمر
Kalau tidaklah karena Ali,niscaya
Umar akan celaka”.[10]
Pernyataan Umar tersebut adalah suatu ungkapan yang
terlihat ikhlas dan jelaslah bahwa Ali begitu penting artinya dalam kekhalifaan
Umar,pengakuan ini tidak sekedar sebuah siasat dalam menjustifikasi
pemerintahannya dari berbagai hasutan-hasutan yang tidak senang dengan
kepemimpinan Umar. Tetapi lebih dari sekedar mengetahui bahwa Umar mengenal
betul kualitas dan kapasitas Ali yang sangat tekun dalam mengkaji berbagai
ajaran Islam,bahkan Umar sadar betul bahwa Ali adalah sahabat Nabi yang paling
banyak waktunya bersama Nabi,baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun setelah
diangkat.
3.
MasaUsman Bin Affan
Pengangkat
Usman menjadi khalifah yang ketiga juga tidak sama dengan pengangkatan khalifah
sebelumnya,terlebih dahulu Umar menjelang akhir hayatnya terlebih dahulu
menetapkan sejumlah sahabat yang disebut sebagai Majlis Syuro untuk menjadi tim
penilai dan penentu sebagai khalifah dengan diketuai oleh ; Abdurrahman bin Auf,dengan
anggota Saad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah,Zubair bin Awwam,Usman dan
Ali,maka dengan kandidat yang paling populer ketika itu adalah antara Usman dan
Ali yang keduanya sangat berat menentukan siapa yang akan ditetapkan,mengingat
keduanya adalah sangat dekat dengan Nabi, perjuangan mereka sangat besar bagi
pengembangan Islam,ketaatan juga tidak satupun sahabat meragukannya.
Ketika
Umar menentukan keenam orang tersebut beliau berpesan;”Tak ada orang yang lebih
berhak dalam hal ini dari pada mereka itu”.Rasulullah sallallahul alaihi
wassallam wafat sudah merasa puas terhadap mereka. Siapa pun yang terpilih
dialah khalifah sesudah saya”.[11]
Setelah melalui musyawarah yang memakan waktu selama dua hari dengan melalui
perdebatan yang sangat alot serta menarik perhatian kaum muslimin dari berbagai
penjuru daerah kekuasaan Islam,maka terpilihlah Usman sebagai khalifah ketiga
secara resmi.
Ketika
Usman terpilih menjadi khalifah dengan usia yang relatif tua ± 70 tahun dengan
sifat dan perangainya yang lemah lembut serta pemaaf dan juga sangat sayang
kepada keluarga dan kerabatnya dan tidak mampu untuk menolak apa yang diminta,
sekalipun bahwa itu dapat membahayakan dirinya.”secara pribadi khalifah Usman
ibn al-`Affan tidak berbeda dengan dua khalifah pendahulunya.Namun sayang
keluarganya dari bani Umaiyah terus mendorong dan Usman sendiri ternyata lemah
menghadapi rongrongan serta ambisi keluarga tersebut,sehingga
terpaksamemberikan berbagai kedudukan dan fasilitas kepada mereka”.[12]
Pada
pemilihan khalifah tersebut sebenarnya dari segala aspek kepemimpinan,Ali lebih
pantas menggantikan Umar,sehingga bani Hasyim banyak mendorongnya untuk
mengambil alih,hal ini Ali melihat ambisi-ambisi yang tidak perlu mendapat
perhatiannya, oleh sebab itu Ali tetap tenang dan tidak terpengaruh,karena itu
dapat membuat perselisihan,”Beliau tidak berpandangan sense of glory,tetapi
sense of morality,maka ketika pamannya Abbas mendorongnya,beliau menjawab,”saya
tidak menghendaki ada perselisihan”.[13]
Pada
masa Usman,Ali bin Abi Thalib bukan saja berperan dalam bidang yang sama
seperti khalifah sebelumnya,tetapi juga menyumbangkan tenaga bahkan jiwanya dia
relakan dengan mencoba menghadang para pemberontak yang diakibatkan oleh para
ulah gubernur yang dipilih Usman yang berakibat terjadinya pemberontakan dengan
menuntut Usman untuk memecat kerabatnya, sehingga peristiwanya ini membawa
akibat terbunuhnya khalifah Usman dengan cara sadis,bahkan kedua putranya Hasan
dan Husein juga turut serta dalam melindungi Usman.
D.
Tantangan Yang Dihadapi Ali Bin Abi Thalib
Terjadinya
pemberontakan pada masa khalifah Usman,telah membuat terjadinya kekacauan di
sekitar pemerintahan Islam mengingat bahwa peristiwa ini merupakan peristiwa
yang pertama yang paling bersejarah, yakni terjadinya revolusi sosial di dunia
Islam dengan korban terbunuhnya seorang khalifah(pimpinan negara).
Keberhasilan
pemberontak membunuh Usman dan mengacaukan suasana umat Islam,dilanjutkan
dengan mendesak Ali bin Abi Thalib dinobotkan menjadi khalifah keempat,namun
ditolak,tetapi pemberontak mengancam di bawah tekanan pembunuhan,bahkan kaum
pemberontak memaksa para sahabat untuk membaiat Ali,maka terjadilah pembaiatan
Ali di masjid Nabawi,hal ini diterima Ali mengingat tidak stabilnya suasana,
serta terjadinya kekacauan dimana-mana,dan juga banyak para tokoh yang
berambisi untuk jadi pemimpin yang dapat berakibat buruk kedepan.
Ali bin
Abi Thalib adalah khalifah yang memiliki karakter yang teguh dan konsisten
dalam menegakkan kebenaran serta tidak kenal kompromi dengan kebatilan,bahkan
tidak mau menundakeinginannya untuk mengganti para gubernur yang telah dipilih
Usman yang terkenal dengan sifat ambisius dan menjalani kehidupan dengan gaya
elegan dikarenakan ketamakan akan kekayaan serta cinta dengan kesenangan
duniawi.Karakter Ali yang demikian itu merupakan embrio bertambahnya tantangan
serta hambatan selama masa kekhalifaannya antara lain:
1.
Tantangan dari Umaiyah
Ketika
Ali bin Abi Thalib selesai dibaiat menjadi khalifah bertepatan pada hari jumat
tanggal 23 Zulhijjah tahun 35 Hijrah,merupakan saat banyaknya terjadi kekacauan
dan berbagai tuntutan-tuntutan,baik yang datangnya dari bani Umaiyah maupun
para sahabat.Tuntutan dimaksud dengan menggunakan Issu sentral yakni tentang
terbunuhnya Usman dengan dalih menuntut balas atas pembunuh Usman,dengan
menyerahkan pembunuhnya kepada keluarga bani umaiyah,tuntutan tersebut
sebenarnya merupakan siasat politik bani Umaiyah saja dalam mempertahankan
kedudukan dalam pemerintahan namun justru sebaliknya yang didapat oleh muawiyah
khususnya adalah pemecatan dirinya sebagai Gubernur di Syam.
Dalam
kebijakan Ali pada tahun-tahun pertama menjalankan pemerintahannya telah
melakukan kesalahan awal yang mengakibatkan perselisihan yang berkepanjangan
yaitu;mengganti gubernur-gubernur yang diangkat pada masa Usman,hal ini
sebelumnya telah dinasehati para sahabat seperti Mughirah bin Syu`bah,Abdullah
bin Abbas dan Ziyad bin Hamzah at-Tamimi,”mereka mengusulkan agar Ali
memperkuat Muawiyah dalam kedudukannya sebagai gubernur syam yang sudah
diangkat oleh kedua khalifah Umar dan Usman,tetapi Ali menjawab”Dalam Agama
saya tidak mau menjilat atau merendah-rendahkan diri”.[14]
Ketika
Muawiyah menerima surat dari utusan Ali tentang pemecatannya,tidak sedikitpun
ditanggapi bahkan balasan penentangan yang diberikan Muawiyah yang bekerjasama
denga nAmr Bin Ash yang terkenal dengan keahlian dalam siasat dan politik
ketika itu,bahkan mu’awiyah telah menampakkan keinginanya untuk menjadi
penguasa dihadapan para sahabat ketika terjadinya kekacauan dan pemberontakan
yang berujung dengan terbunuhnya
utsman.ketika berkumpul seluruh seluruh sahabat dan tokoh-tokoh umat islam yang
mewakili seluruh golongan masing-masing dan terdapat diantaranya salah seorang
yang sangat benci dan marah melihat gaya kepemimpinan utsman selama ini dengan system pemerintahan nepotissme (lebih mengutamakan
kekerabatan) yang bernama imar ibnu yasir,mua’wiyah menerobos masuk kedalam dan
ketengah-tengah pertemuan tersebut seraya berkata;”hai imar, janganlah engkau
ikut campur dalam kekecauan ini,kita hanya dapat mengetahui permulaannya,tetapi
kita tidak tahu kapan dan bagaimana kesudahannya kelak”[15]dari
kalimat tersebut dapatlah kita pahami dengan jelas bahwa mua’wiyah menujukkan
betapa dia telah memiliki suatu kekuatan yang cukup besr penguasa di syam.
Berulang
kali ali bin abi thalib menghimbau mua’wiyah agar datang serta membawa bai’at
masyarakat syam terhadap kekhalifaannya, namun tidak kunjung datang,dan ketika
didatangkan surat penggantian dirinya dengan sahl bin hunaif sebagai gubernur
syam ,malah mua’wiyah melontarkan ancaman untuk membunuh sahl bin hunaif jika
memasuki wilayah syam.”pembangkakan mua’wiyah ini rupanya juga berakhir pada pemberontakan bersenjata/peperangan yang
terjadi antara pasukan ali dan pasukan mua’wiyah,dalam sejarah islam,dikenal dengan
nama siffin”.[16]
Dalam
peperangan ini menurut sejarah,muawiyah hampir bisa dipastikan akan kalah,namun
Amru ibn Ash memainkan perannya sebagai politikus yang licik menggunakan siasat
dengan menancapkan Mushaf Quran di ujung tombak dengan artian ajakan berdamai,Ali
mengetahui tentang kelicikan ini,namun lagi-lagi beliau terpaksa menerima
ajakan berdamai yang selanjutnya diadakan Tahkim(Arbitrase) yang bertempat di
Daumatul Jandal.
Tahkim(Arbitrase)yang
dijadikan sebagai solusi damaipun tidak dapat menemui jalan damai mengingat
lagi-lagi Amru bin Ash menunjukkan kapasitasnya sebagai politikus licik dengan
menjatuhnkan Ali sebagai Khalifah yang syah dengan menetapkan Muawiyah
yang tidak memiliki legitimasi Hukum
secara sah ketika itu,sehingga terjadi jalan buntu dan permusuhan yang
terus-menerus terjadi sampai waktu ajal Ali bin Abi Thalib tiba.
Pemerintahan
Ali yang sah sebagai khalifah yang memiliki dukungan yang kuat dari umat Islam
ketika terjadinya Arbitrase menjadi lemah disebabkan sebagai mereka tidak
terima dengan sikap Ali yang menerima tahkim,sehingga mereka keluar dan
memisahkan diri dari kelompok pendukung Ali yang selanjutnya disebut Kelompok
Khawarij. Disamping sebagaian umat Islam jenuh dengan pertikaian-pertikaian
yang terus terjadi di dalam internal umat Islam ketika itu.
2.
Tantangan dari Thalhah Cs(Thalhah,Zubair dan Aisyah
Ummul Mukminin)
Sebelum
Ali mau menerima tawaran menjabat khalifah pengganti Usman,Thalhah dan Zubair
telah lebih dahulu menemui dan mendorong Ali untuk menjadi khalifah dengan
harapan agar nantinya Ali menempatkan mereka menjadi Gubernur di Wilayah Basrah
dan Kufah, namun Ali tidak serius menanggapi keinginan dua orang sahabat
tersebut:”Amirul mukminin kata mereka,”anda tau mengapa kami membaiat anda,?ya
mau menyatakan kesetiaan anda,seperti kepada para khalifah sebelum saya,Abu
bakar,Umar dan Usman,”kami membaiat anda supaya kami dapat diikutsertakan
bersama-sama dalam pemerintahan.”Tidak,anda dapat bersama-sama dalam memberikan
bantuan,”Beri saya jabatan sebagai kepala daerah Basrah,saya akan menjadi
tulang punggung anda,”kata Thalhah.Dan saya sebagai kepala daerah Kufah,saya
siap dipihak anda menghadapi musuh”nanti saya lihat kata Ali”.[17]
Mendengar
jawaban Ali yang begitu tidak serius menjawab kedua sahabat tersebut,sahabat
Mughirah bin Syu`bah menasehatinya agar memberikan jabatan bagi Thalhah dan
Zubair,tetapi Ali berprinsip kepada ajaran nabi yang beliau katakan bahwa”kamu
akan berambisi ingin menjadi pemimpin dan akan menyesal hari kemudian”.Rasul
mengatakan’;
انا لانولي هذامن سأله ولا من حرص عليه
Kami tidak akan
memberikan (kedudukan )kepada orang yang memintanya atau yang berambisi untuk
itu”.[18]
Perkataan Ali tersebut
membuat Thalhah dan Zubair pamit kepada Ali untuk keluar kota,Ali mencoba untuk
melarang karena telah mengetahui adanya indikasi yang tidak baik,namun pamitnya
mereka untuk menunaikan ibadah haji atau umrah ketika itu.
Aisyah
ummulmukminin sudah terlebih dahulu berada di mekah
Bersama ummulmukminin
yang lain untuk menunaikan ibadah haji dan mereka sebelumnya tidak mengetahui bahwa
khalifah usman telah terbunuh dan telah digantikan oleh ali bin abi thalib,yang
seyogyanya aisyah akan menghadap usman agar merubah kebijakan
pemerintahannya yang telah merusak
kedamaian dan keamanan umat islam akibat ulah para gubernurnya .akan tetapi
aisyah bersama rombongan bersama rombongan 2000 orang berobah niat dan usahanya
untuk melawan ali,akan tetapi ditengah
jalan telah merubah haluan kebasrah akibat provokasi oleh tahlah dan
zubair.”pada mulanya aisyah menolak jika maksudnya untuk berperang,tetapi
mereka mengatakan bahwa mereka ingin aisyah dapat mengajak orang untuk
menuntut pembunuhan usman,mengingat
pengaruh aisyah yang begitu kuat jika berpidato.akhirnya usul itu di setujuinya”[19]
Ketika provokasi talhah dan zubair dapat mempengaruhi
aisyah,maka teringat akan peristiwa lama yang membuat sakit hati beerupa
haditsul ifik(berita bohong)oleh sebab itu ali telah mendapat tantangan baru
yang datang dari kaum bangsawan arab yang memiliki kedudukan dan juga hubungan
dekat dengannya,sekalipun begitu dekat dengannya,sekalipun sebelumnya
masyarakat basrah telah membaitnya tetapi atas ajakan dari aisyah berbalik
menjadi oposisi terhadap pemerintah ali .”kalangan aristokrat makkah dengan
pimpinan tahlhah dan zubair,dan juga dipimpin oleh aisyah istri nabi tampil
sebagai pihak oposisi yang menentang ali.ali
mengalahkan mereka pada pertemuan unta pada 656.”[20]
“peranan yang dimainkan Ibnu zubair untuk mendorng
bibinya-aisyah-buat menerjuni kancah peperangan jamal yang terkenal itu,karena
keinginanya untuk menyingkirkan orang yang di anggap penghalang cita-citanya
yaitu ali bin abi tahlib”.[21]peperangan
yang dimotivasi interes pribadi ini telah mengorbankan ribuan umat islam,bahkan
telah menjerumuskan dan menolak aisyah kedalam pertempuran,yang akhirnya
kekalahan berada dipihak talhah dan zubair,sedang aisyah dikembalikan dengan
segala hormat kemekkah.
c.Tantangan dari Khawarij
sebelum lebih lanjut membicarakan tantangan dari kelompok
khawarij lebih dahulu penulis akan menjelaskan apa itu khawarij.secara harfiyah
khawarij berasal dari bahasa arab adalah jama’ dari kharijiy,yang
berasal dari kata kharaja yang berarti keluar.mereka dikatakan khawarij karena
keluar dari jama’ah pendukung khalifah ali bin abi thalib,selain itu karna
mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk berjihad di jalan Allah.”mereka
berupa golongan yang keluar dari kelompok pengikut Ali bin Abi Thalib.dan
mereka adalah salah satu golongan /partai yang pertama sekali terdapat dalam Islam.[22]
Selanjutnya khawarij juga disebut golongan mukahkimah
(berhukum)mereka menuduh Ali tidak berhukum dengan hukum Allah,dan juga disebut
haruriyah (desa harurah)yaitu mereka berkumpul di desa itu setelah selesai
perang siffin dan mereka tidak terima dengan sikap Ali yang menerima
arbitrasi.”Faham yang ditimbulkan oleh kelompok ini merupakan persoalan
theologi yang muncul pertama sekali,karena itu kaum khawarij juga merupakan
aliran theologi pertama dalam sejarah”.[23]
Penyelesaian
sengketa antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang terjadi
dalam peperangan siffin bertepatan pada bulan Ramadhan yang berakhir dengan
tahkim yaitu;pada bulan shafar tahun 37 Hijrah dibuat suatu perjanjian bahwa
kedua-dua hakam tersebut itu akan berkumpul di Daumatul Jandal bertepatan pada
bulan Ramadhan”.[24]Semenjak
peristiwa tersebut sebagian kelompok Ali,bahkan khawarij memutuskan untuk
menyelesaikan pertikaian umat Islam dengan membunuh tokoh-tokoh penyebab
terjadinya perselisihan yang mengakibatkan peperangan antar sesama umat Islam,sebagai
pemimpin yang pertama khawarij maka dibaiatlah Abdullah bin Wahhab ar-Rosyidi
di desa Harurah.
Maka
pada masa khalifah Ali setelah terjadinya pertempuran shiffin telah bertambah
tantangan dan musuhnya yaitu;dengan munculnya golongan khawarij. Sebagai
golongan konsekwensinya harus memiliki pandangan dan pokok-pokok ajaran antara
lain; Ali,Muawiyah,Abu Musa al-Asyari maupun Amr ibn al-ash menurut mereka
telah menjadi kafir,dalam arti keluar Islam yaitu;Murtad dan orang
murtad wajib dibunuh”.[25]
Inilah
sejarah awal dari timbulnya pemikiran theologi yang awalnya bersumber dari
masalah politik di dunia Islam.Pendapat khawarij yang menuduh mereka kafir
disebabkan itu berhukum dengan hukum Allah(quran)sebagaimana mereka berdasarkan
firman Allah:
ومن لم يحكم بما انزل الله فاؤلاءك هم
الكفرون
Siapa yang tidak
menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Tuhan adalah kafir”.[26]
Adapun
kelompok khawarij memiliki beragam pendapat atau ajaran sesuai dengan banyak
aliran-aliran dalam khawarij,hal ini dipengaruhi dengan tokoh/pimpinan
masing-masing aliran diantara ajaran tersebut :
1). Menurut Khawarij
orang-orang yang terlibat menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa
besar,orang islam yang melakukan dosa besar dalam pandangan mereka adalah
kafir,kafir setelah memeluk agama Islam,berarti murtad dan orang-orang
murtad(keluar)dari Islam halal dibunuh”.[27]
2). Jika seorang muslim
melakukan dosa besar tanpa bertaubat dengan sungguh-sungguh,maka ia telah
keluar dari iman dan menjadi kafir.
3). Imam diangkat atas dasar
pemilihan,siapa saja yang muslim,adil, berilmu dan zuhud,dapat dipilih sebagai
imam,tidak harus keturunan quraisy”.[28]
Dari pokok ajaran
tersebut di atas dapat lebih dispesifikasikan kedalam beberapa bagian antara
lain :
a.
Bidang Politik
-
Khalifah harus dipilih secara demokrasi dan semua
orang memiliki hak yang sama
-
Daerah yang tidak mau tunduk kepada khawarij dipandang
Darus syirk
-
Penduduk yang tidak mau membantu gerakan khawarij
dipandang musyrik
-
Ali dan Muawiyah beserta yang turut dalam tahkim
dipandang menyalahi aturan Allah dalam pemerintahan
b.
Bidang Agama
-
Orang yang berada diluar golongan khawarij dipandang
kafir
-
Orang yang tidak ikut berperang bersama mereka
dipandang kafir
-
Bagi orang yang berzina cukup dihukum cambuk
-
Taqiyah(berpura-pura)baik dalam ucapan maupun dalam
perbuatan tidak diperbolehkan
-
Orang-orang yang melakukan dosa besar adalah kafir
Kelompok khawarij dalam
mensosialisasikan ajaran-ajarannya tidak jarang melakukan tindakan-tindakan
yang bersifat anarkis bahkan tidak segan-segan melakukan pembunuhan terhadap
orang yang beerseberangan dengan konsep ajaran mereka.Hal ini dipengaruhi oleh
sifat dan watak kelompok khawarij. Menurut Philip.K.Hitti: dalam Dunia
Arab,”pengikut kaum khawarij berasal dari kaum badawi yang berdiam di padang
pasir yang gersang,mereka hidup secara nomaden sehingga membuat mereka hidup
dalam kesederhanaan,miskin,tidak terpelajar,keras hati,berani dan merdeka”.[29]
Ketika Ali akan pergi ke
syam untuk menuntaskan pemberontakan muawiyah,ditengah perjalanan beliau dan
pasukannya berbalik kenahrawan disebabkan berita yang sampai kepadanya betapa
sadis,kejam dan merajalelanya kelompok khawarij bertindak di wilayah tersebut
terutama kabar yang menimpa abdullah ibn Khabbab:
“Ketika Abdullah bin Khabbab bin
al-art sedang menuntun seekor keledai yang dinaiki istrinya yang sedang hamil
tua,dan sudah hampir melahirkan, lewat di depan kaum khawarij yang bermarkas di
Nahrawan,mereka disergap,setelah terjadi tanya jawab,mereka tahu bahwa Abdullah
adalah anak Khabbab seorang sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wassallam yang
sangat dihormati.Tetapi Abdullah dicecar terus dengan pertanyaan sampai kepada
soal Usman pada masa awal dan akhir pemerintahannya,tentang Ali sebelum dan
sesudah tahkim,karena jawaban Abdullah sejujurnya dan mengatakan apa yang
siketahui dan diyakininya,ia dibunuh dan istrinya juga dibunuh secara sangat
keji berikut janin yang masih di dalam kandungannya”.[30]
Ketika pasukan Ali sampai
di Nahrawan,beliau tidak langsung menyerang,masih berupaya melakukan negosiasi
dengan mengutus sahabatnya Haris bin Murrah al Abdi,namun belum lagi pesan Ali
disampaikan,kelompok khawarij telah membunuh utusan tersebut,akhirnya perangpun
terjadi dan dengan mudah khawarij dikalahkan dan hanya tinggal sedikit yang selamat serta melarikan diri,sementara
tokoh utamanya Abdullah bin Wahhab ar-Rasyibi tewas dalam insiden tersebut.
Kelompok khawarij yang
menyelamatkan diri berpencar di berbagai wilayah kufah,Basrah,Madain dan
lain-lain,dan berupaya untuk mengembangkan aliran khawarij sehingga dalam perkembangannya
sampai berjumlah ± 20 sekte yangberbeda pula karakternya satu sama lain,namun
pada garis besarnya terbagi kepada dua bagian yakni; Aliran Ekstrim dan Aliran
Moderat. Namun kesamaannya selalu
membuat kerusuhan dan tekanan bagi umat dalam mengembangkan ajarannya.
Oleh sebab itu pada masa
khalifah Ali bin Abi Thalib para penulis sejarah bersepakat betapa potensi
sepanjang kekhalifaannya dihabiskan hampir seluruh waktunya meredam
perselisihan serta menumpas pemberontakan-pemberontakan yang disebabkan oleh
Fitnatul Kubro serta ambisi Ashobiyah arab yang begitu mengental kembali
sepeninggal Rasulullah saw,sehingga masa beliaulah paling banyak Umat Islam
meninggal dikarenakan saling membunuh antar sesama umat Islam. Itu sebabnya
tidak banyak yang dapat belliau lakukan untuk perbaikan dan kemajuan
pemerintahan islam.
1. Departemen Agama
RI,Quran dan Terjemah,jakarta,1977
2.Dinas Pendidikan
Nasional,Ensiklopedi Islam,Jakarta ,tahun 2003
3.Muhammad Husain Haekal,Hayatu
Muhammad,
Terjemah, Ali
Audah,Bogor,PT,Litera Antar Nusa,Cet,23, tahun,1999
4.Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi
Thalib, Terjemahan, Ali Audah,Bogor,PT,Litera Antar Nusa,cet,3,tahun 2007
5.Atang Abdullah hakim,Jaih
Mubarak,Metodologi studi Islam,cet,I,Bandung,penerbit,PT Remaja Rosda karya
Tahun,1999
6.Editor,M,Amin Nurdin dan Afifi
Fauzi Abbas,Sejarah Pemikiran Dalam Islam,Jakarta,Pustaka Antara dan
LISK,tahun,1996
7. Harun Nsution,Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspek, Penerbit,Universitas Indonesia,tahun,1985
8. Ira M.Lapidus,A History of
Islamic Societies, Terjemahan,Ali Ghufron,cet,I Jakarta,PT,Raja Grafindo
Persada, tahun ,1999
9. Sudarsono,Filsafat
Islam,Jakarta,PT,Rineka Cipta, Tahun,1997
10. A.Syalabi,Sejarah dan
Kebudayaan Islam II,Jakarta, Pustaka
Alhusna,1983
[1]
Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,Terj,Ali Audah,cet,3,Tahun, 2003,
Bogor,Penerbit Litera Antar Nusa,h.27
[2] Ibid,h.28
[3]
Ibid,h.28
[4]
Ibid,h29
[5]
Ibid,h.33
[6]
Muhammad Husain Haekal,Hayatu
Muhammad,ter,Ali Audah,cet,23, Bogor, Litera Antar Nusa,tahun,2003,h.573
[7]
Muhammad Husain Haekal,Ali bin Abi Thalib,h.167
[8] Muhadi
Zainuddin,Studi Kepemimpinan Islam,Telaah Normatif dan Histori,Semarang;Putra
Mediatama Press,tahun,2005,h.6-8
[9]
Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,h.153
[10]
Ibid,h.161
[11]
Ibid,h.3
[12]
Editor,H.M.Amin,MA dan Afifi Fauzi Abbas,MA,Sejarah Pemikiran Dalam
Islam,Jakarta,Pustaka Antara dan LSIK,cet,1,tahun,1996
[13]
Muhammad Husain Haekal,Ali bin Abi Thalib,h.169
[14] Ibid,h.199
[15]
A.syalabi ,prof.DR,sejarah dan peradaban islam,2,hal.32
[16]
Drs,H,M,amin nurdin,MA dan Drs afifi fauzi abbas,
[17]
Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,h.198
[18]
Ibid,h.210
[19]
Ibid,hal.221
[20] Ira.M.lapidus,A
history of islamic socioties,ter,ali ghufron,cet,i,jakarta,PT.raja
grafindopersada,jilid,I-II,tahun,1999,hal.84-85
[21]
A.syalabi ,sejarah dan klebudayaan islam 2,hal291
[22]
Sudarsono,Drs,SH,filsafat islam,jakarta,PT;rineka cipta,tahun 1997,hal.1
[23]
Ensiklopedi Islam,Jakarta,Pendidikan Nasional,tahun 2003,h.330
[25]
Ibid,h.169
[26]
Departemen Agama RI,Quran dan terjemah,thn,1977,h.167
[27]
Atang Abdul hakim,Metodologi Studi Islam,Bandung,cet.I,PT Remaja Rosda
Karya,tahun 1999,h.157
[28]
Sudarsono,Filsafat Islam,h.1
[29]
A.Syalabi,Sejarah dan Kebudayaan Islam II,Jakarta, Pustaka Alhusna,1983
[30]
Muhammad Husain Haekal,Ali Bin Abi Thalib,h.290
Tidak ada komentar:
Posting Komentar