A.
Pendahuluan
Dinasti Samaniyah adalah merupakan salah satu Dinasti yang ada di dunia
Islam pada masa ketika politik pemerintahan Khalifah Abbasiyah mulai melemah . Dinasti Samaniyah salah satu suku dari
Persia yang sebelum memeluk Islam beragama Zoroaster(Majusi). Pemerintahan Dinasti berpusat di
Bukhara,tidak begitu santer dalam pengetahuan ummat Islam, padahal Dinasti ini hampir-hampir
menyamai zaman keemasan Abbasiyah dari segi capaian kemajuan dan perkembangan
peradaban yang pernah ada di dunia Islam.
Dinasti Samaniyah didirikan oleh Ahmad bin Asad bin Saman (204 H/819 M)
dan hakikat pendiri yang menjadi icon dinasti ini adalah Nasr bin Ahmad
(250 H/864 M), masa Selama ± 186 tahun lamanya Dinasti ini bertahan yakni sejak
tahun 204-395 H/819-1005 M sebelum kemudian digantikan Dinasti Ghaznawi,
dan Dinasti samaniyah memiliki luas cakupan wilayahnya mulai dari Sijistan, Karman,
Jurjan(CIS selatan) di samping Rayy, Tabristan, Khurasan, dan Transoksania.
Dinasti Samaniyah telah mencapai puncak kejayaannya dari berbagai
aspek,baik poitik pemerintahan hingga
memiliki 12 Khalaifah secara turun temurun, ekonomi dengan kota industri dan
perdagangan terutama di Bukhara dan Samarkand, serta perkembangan ilmu
pengetahuan, hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh besar Islam yang
hingga sampai saat ini nama dan karya-karya mereka di pelajari dan menjadi
bahan kajian umat Islam. Capaian ini disebabkan karena para khalifah Samaniyah
memiliki minat dan hasrat yang begitu besar terhadap dunia Ilmu, sekaligus
mencurahkan perhatian yang serius untuk mengembangkannya, oleh sebab itu masa
dinasti inilah Bangsa persia (Iran) memiliki prestasi gemilang di dunia Islam.
B.
Sejarah Pembentukan Dinasti
Samaniyah
1.
Asal Usul Dinasti Samaniyah
Samaniyah adalah salah satu suku
yang asal usulnya memiliki dua persi
yang berbeda yakni; ”Nama Samaniyah dinisbahkan kepada nama leluhur
pendirinya,yaitu Samankhudat,seorang pemimpin suku dan tuan tanah keterunan
bangsawaan terkenal dari Balk, yaitu sebuah daerah di sebelah utara
Afghanistan.Data lain menyebutkan bahwa Samankhudat adalah keturunan penguasa
Dinasti Sasanid di Persia”.[1]
Suku ini dulunya merupakan suku yang menganut agama
Zoroasterian(Majusi) yang berada di persia sebelum memeluk agama Islam kategori
turunan bangsawan dan salah satu suku penguasa
yang ada di Persia.”Keluarga Samaniyah dari Transosiana dan persia
(874-999) adalah orang-orang keturunan saman,seorang bangsawan penganut ajaran
Zoroaster dari Balk”.[2]
Suku Samaniyah menjadi bagian dari suku yang memiliki andil besar dalam dunia
Islam yakni sejak suku ini memeluk agama Islam, sehingga turunan suku ini
menyebar luas di daerah kekuasaan Islam dan mengabdikan diri dalam pemerintahan
Abbasiyah.
2.
Sejarah Lahirnya Dinasti
Samaniyah
Dinasti Saminiyah adalah sebuah dinasti kecil yang muncul di dunia
Islam (Persia) pada abad ke-9 masehi, yakni
pada masa Dinasti Abbasiyah ketika mulai melemah. Dinasti Samaniyah
adalah sebuah Dinasti seperti Dinasti kecil lainnya yang dahulunya merupakan
wilayah provinsi kekhalifaan Abbasiyah, namun disaat sistim politik kekhalifaan melemah, maka
Dinasti Samaniyah memisahkan diri dan memproklamirkan diri menjadi sebuah
dinasti (Kekuasaan) yang indefendence tanpa adanya ketundukan dan
kepatuhan pada kekhalifaan Abbasiyah.
Tampilnya keturunan Samaniyah dalam sejarah Islam bermula dari masuknya
Samankhudat menjadi penganut Islam pada masa khalifah Hisyam bin Abdul
Malik(khlalifah Umaiyah yang memerintah thn 106-126 H/724-743 M). Sejak
masuknya Samankhudat menjadi Islam, maka sejak itupulalah beliau dan
keturunannya mengabdikan diri kepada penguasa Islam(Abbasiyah), dan para
turunan Samankhudat menyebar luas serta menduduki berbagai jabatan dalam
kekhalifaan Islam. Inilah awal sejarah tampilnya
suku Samaniyah dalam pemerintahan dan sekaligus merupakan cikal bakal menanamkan
serta mengokohkan suku samaniyah menjadi salah satu suku yang memiliki andil
dalam pemerintahan yakni; ”Selanjutnya, pada masa kekuasaan al-Ma`mun(198-218H/
813-833 M), dari Dinasti Abbasiyah,empat cucu Samankhudat memegang jabatan
penting sebagai gubernur dalam wilayah kekuasaan Abbasiyah (1) Nuh di Samarkand,
(2) Ahmad bin Asad di Fergana(Turkistan) dan Transoksania, (3) Yahya di Shash
dan Ushrusan, dan(4) Ilyas di Herat, Afghanistan”[3].
Melalui ke empat cucu Samankhudat inilah memulai meluaskan pengaruh dan
mengambil simpati warga Persia(Iran) diberbagai daerah yang dikuasainya,”Selain
mempunyai hasrat untuk menguasai wilayah yang diberikan khalifah kepada mereka,
keempat cucu tersebut juga mendapat simpati warga Persia, yang awalnya simpati
itu didapat dari wilayah kekuasaannya, kemudian menyebar ke seluruh negeri
Iran, termasuk Sijistan, Karman, Jurjan, Ar-Ray, dan Tabristan dan Transoxiana
di khurasan”[4]
Proses memerdekakan diri dari kekuasaan Abbasiyah tersebut ialah
melalui cara-cara yang dianggap mereka sebagai cara yang akurat yaitu: Pertama,
salah seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil
memperoleh kemerdekaan penuh. Kedua, seseorang yang ditunjuk sebagai gubernur
oleh khalifah dan kedudukannya semakin bertambah kuat”[5]
Dalam perkembangan selanjutnya suku Samaniyah berhasil membangun
Dinasti Samaniyah yaitu;”Pendiri Dinasti adalah Nashr ibn Ahmad(874-892), cicit
Saman, tetapi figur yang menegakkan kekuasaan dinasti ini adalah saudara Nashr,
Ismail(892-907) yang pada tahun 900 M berhasil merebut Khurasan dari genggaman
Dinasti Saffariyah”[6]
Demikianlah sejarah lahirnya Suku Samaniyah menjadi sebuah Dinasti di
dalam Dunia Islam,yang selanjutnya mengalami berbagai perkembangan dan kemajuan
yang dapat dicapai oleh dinasti tersebut.
C.
Perkembangan Dan Kemajuan
Semenjak menjadi sebuah Dinasti dalam dunia Islam,Dinasti Samaniyah
mengalami perkembangan dan kemajuan dalam berbagai bidang,serta banyak
melahirkan berbagai tokoh-tokoh diberbagai disiplin ilmu pengetahuan, demikian
juga halnya
1.
Bidang
Politik(Pemerintahan)
Semenjak memproklamirkan diri menjadi dinasti yang independen, dinasti
Samaniyah tampil menjadi sebuah pemerintahan, yang sangat panjang,serta
memiliki peran yang banyak, khususnya dalam pemerintahan (politik) hal ini
terbukti sampai ratusan tahun lamanya dinasti ini bertahan menjadi sebuah
pemerintahan turun temurun.”Dinasti ini bertahan selama lebih kurang 186
tahun(204 H/819 M-395 H/1005 M)”[7]
. Selama kurun waktu yang begitu lama dinasti Samaniyah dalam pemerintahannya
menampilkan 12 tokoh yang terkenal selama pemerintahan sebagaimana yang
disebutkan dalam handbooknya Jere LB :
“204/819 Ahmad I b Asad bin Saman
250/864 Nasr I b Ahmad
279/892 Ismail I b Ahmad
295/907 Ahmad II b Ismail
301/914 al-Amir al-Said Nasr II
331/943 al-Amir al-Hamid Nuh I
343/954 al-Amir al-Muayyad Abd
al-Malik I
350/961 al-Amir al-Sadid Mansur
365/976 al-Amir al-Rida Nuh II
387/997 Mansur II
389/999 Abd
al-Malik II
390-395/1000-1005
al-Muntasir”[8]. Sementara dalam Ensiklopedia Islam
dapat dilihat lebih terinci ke 12 tokoh tersebut di atas tentang ; silsilah dan lama masa pemerintahan
masing-masing tokoh :
SILSILAH
DINASTI SAMANIYAH DI KAWASAN
IRAK
dan UZBEKISTAN
(204-395
H/819-1005 M)
N a m a Masa
Pemerintahan
1.
Ahmad bin Asad Samankhudat 204-250 H/819-864 M
2.
Nasr I bin Ahmad 250-279
H/864-892 M
3.
Isma`il I bin Ahmad 279-295
H/892-907 M
4.
Ahmad bin Isma`il 295-301
H/907-913 M
5.
Nasr II bin Ahmad 301-331
H/913-943 M
6.
Nuh I bin Nasr 331-343
H/943-954 M
7.
Abdul Malik I bin Nuh 343-350
H/954-961 M
8.
Mansur I bin Nuh 350-365
H/961-976 M
9.
Nuh II bin Mansur 365-387
H/976-997 M
10. Mansur II bin Nuh 387-389
H/997-999 M
11. Abdul Malik II bin Nuh 398-390
H/999-1000 M
Dinasti Samaniyah memilih ibukota pemerintahannya yaitu daerah Bukhara
dan kota terkemukanya adalah Samarkand, dimana kota ini hampir mengungguli
Baghdad sebelumnya sebagai kota dan pusat peradaban dalam dunia Islam yang
terkenal selama ini.
Selama
pemerintahan khalifah Samaniyah sebanyak 12 orang tersebut , telah mampu
meluaskan kekuasaan pemerintahannya keberbagai wilayah daerah kekuasaan yang
dikuasai pemerintahan Abbasiyah sebelumnya, terutama puncak pencapaian yang
gemilang yaitu pada masa pemerintahan khalifah ke 5.”Nasr II bin Ahmad berhasil
memperluas wilayah hingga meliputi Sijistan, Karman, Jurjan(CIS selatan) di
samping Rayy, Tabristan, Khurasan, dan Transoksania. Setelah Nasr II bin Ahmad,
para khalifah berikutnya tidak mampu lagi mengadakan perluasan wilayah. Bahkan, khalifah terakhir, Isma`il
II al-Muntasir, tidak dapat
mempertahankan wilayahnya dari serbuan tentara Dinasti Qarakhan(999 – 1211) dan
Dinasti Gaznawi(999-1037)”[10].
Seiring dengan perluasan daerah Dinasti Samaniyah yang begitu luas, juga
semenjak lahirnya Dinasti Samaniyah penataan Administrasi pemerintahan dan
batasan-batasan wilayah telah dilakukan untuk menjaga anacaman dari suku-suku
liar Turki. Penataan awal tersebut di atas,
dilakukan mulai pada masa khalifah Isma`il - I , hingga mencapai Tabristan(Irak Utara) dan Rayy( Iran)
2.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Samaniyah bukan saja sukses besar dalam dunia politik dan
pemerintahan serta perluasan daerah kekuasaannya, namun dalam dunia ilmu
pengetahuan juga sangat besar perhatian dan andilnya, sehingga banyak lahir
tokoh-tokoh (ilmuan besar) dan perkembangan disiplin ilmu yang monumental dan
diingat serta dipelajari hingga saat ini.
a.
Bidang Kedokteran dan
Filsafat
Dalam bidang kedokteran dan Filsafat tampil nama besar yang mendunia
yaitu;
-
Ibnu Sina dengan nama
lengkapnya” Abu Ali al-husein ibn Abdillah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina, ia
dikenal sebagai seorang filosof islam terbesar dengan gelar Syaikh ar-Rais, dilahirkan
dalam keluarga yang bermazhab syi`ah pada tahun 370 H/980 M di desa
Efsyanah(kawasan Bukhara) di Bukhara”[12]
. Dan beliau juga sangat terkenal dengan sebutan Bapak kedokteran Islam
terbesar, dengan karyanya Al-syifa`fi Al-Ilahiyyyat wa Al-Thabi`iyyat, dan
najah ringkasan As-Syifa...dan
buku Mantiq Al-Hikmah Al-Masyriqiyyah
“[13]. Dan
Qanun fit-Thib. Dan di kota inilah perpustakaan besar dibangun dengan
koleksi kitab yang banyak seolah-olah tidak pernah habis-habisnya sebagai
sumber bacaan.
b.
Bidang Theologi
Pada masa dinasti Samaniyah juga tampil tokoh dan pemikir yang handal
dan banyak mengilhami prinsip pemahaman umat Islam dalam bidang Aqidah Islam
dikenal nama Al-Maturidi sebagai salah seorang pendiri Aliran ahli sunnah
wal-jama`ah meskipun agak berbeda corak berpikirnya dengan Hasan al-`Asyari. Menurut
Dr. Ayub Ali menyatakan; ”Ia dilahirkan sekitar 238 H, yang bertepatan dengan
852 M.Ini didasarkan pada perkiraan, karena ia pernah belajar dengan Muhammad
Ibn Maqatil Al-Razi yang wafat tahun 248 H/862 M, sejarawan sepakat tentang
kematiannya yaitu tahun 333 H/944 M”[14]
nama Maturidi dinisbatkan kepada desa dimana beliau dilahirkan, yaitu desa
Maturid di Samarkand. Bukan hanya beliau tapi Murid dan pengembang baik pada
masa beliau masih hidup maupun sesudahnya dikenal ada empat nama besar:
1.
Abu al-Qasim Ishaq Ibn
Muhammad ibn ismail, terkenal
dengan al-Hakim al-Samarkandi,wafat 340 H
2.
Abu al-Hasan Ali ibn Said
al-Rastaghfani
3.
Al-Imam Abu Muhammad Abd
al-Karim ibn Musa al-Bazdawi wafat 390 H/999 M
4.
Al-Imam Abu al- Lais
al-Bukhari.[15]
c.
Bidang Seni dan Sastra
Adapun bidang
sastra dikenal tokoh yang masyhur yaitu Firdausi yang menulis puisi dan Bal`ami
yang menulis prosa serta penerjemah sejarah
karya At-Thabari. Dan pada masa inilah lahirnya karya sastra muslim persia yang
sangat cemerlang. Kebangkitan sastra persia modern pun diawali pada priode ini.
Cukup dikatakan bahwa Firdawsi(934-1020 ) menulis puisinya pada periode ini dan
bahwa Bal`ami, penasihat Manshur(961-976) menerjemahkan catatan sejarah karya
al-Thabari, dan kemudian menulis salah satu prosa dalam bahasa Persia yang
masih bertahan hingga kini.[16]
Dari sejak inilah tercerahkannya nilai-nilai sastra yang sangat cemerlang di
Persia(Iran) yang sebelumnya didominasi oleh bahasa Arab.
d.
Bidang Hadits
- Imam Bukhari (194-256 H),beliau lahir di
kota Bukhara, anak dari seorang ulama hadits yang pernah belajar kepada Malik
ibn Anas.Beliualah orang yang pertama menghimpun hadits hadits Shahih
saja di dalam karyanya yang terkenal yaitu; shahih al-Bukhari. Dari
sekian banyak karyanya yang paling terkenal diantaranya adalah shahih
al-Bukhari,judul lengkap dari kitab tersebut adalah Al-Jami`
al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar min umur Rasulillahi wa Sunanihi wa Ayyamihi.[17]
- Abi
Daud lahir di Sijistan dengan karyanya
Sunan Abu Daud
- An-Nas`i
lahir di Khurasan
- At-Tirmizi
yang lahir di daerah Tirmiz
Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh terkemuka dalam bidang sains yang
muncul ketika berkuasanya Dinasti Samaniyah, hal ini disebabkan begitu besarnya
perhatian para khalifah Dinasti Samaniyah dalam pengembangan Ilmu Pengethauan
dan Sains, sehingga Bukhara dan samarkand hampir menyamai tingginya tingkat
kepedulian masyarakat dan kesibukannya dalam mengkaji berbagai bidang, serta
kelengkapan perpustakaan yang begitu besar dan padat isinya, seperti yang ada
di Baghdad. Pada Abad kesepuluh Bukhara tampil sebagai pusat literatur dan
kesenian Islam-Persia yang baru lantaran ide-ide keagamaan, hukum, filsafat, dan
kesastraan Islam yang berbahasa arab disusun kembali dalam bahsa Persia. Oleh karena itu, ini merupakan saat pertama di mana agama dan kultur Islam
tersedia di dalam bahasa selain bahasa arab.[18]
Demikian juga halnya perekonomian dan perdagangan, bahwa Bukhara dan
Samarkand adalah kota yang banyak mendirikan industri dan padatnya lalulintas
perdagangan mengingat banyaknya
hasil-hasil produksi yang dihasilkan di Bukhara dan Samarkand, sehingga
mendatangkan peningkatan kesejahteraan bagi pemerintahan Dinasti Samaniyah, seiring
peningkatan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan kebudayaan yang dicapainya
begitu pesat.
D.
Kemunduran dan Kehancuran
Sekalipun Dinasti Samaniyah mencapai puncak kegemilangannya dalam
pemerintahannya,sekaligus merupakan salah satu Dinasti Iran yang paling
tercerahkan,Samaniyah tidak terlepas dari kekurangan,selain persoalan biasa
yang muncul dari pergolakan aristokrasi militer dan situasi sulit menyangkut
suksesi pemerintahan,muncul juga ancaman baru yakni para pengembara Turki yang
bergerak menuju Utara.Bahkan di dalam Negara sendiri kekuasaan berangsur-angsur
diambil alih oleh budak-budak Turki, yag justru merupakan golongan yang sering
diadili oleh penguasa Samaniyah. Salah satu wilayah Samaniyah sebelah selatan
Oxus, perlahan-lahan dicaplok oleh Dinasti Ghaznawi, yang berkuasa di bawah
pimpinan salah satu budak Turki. Wilayah disebelah Utara sungai dirampas oleh
Ilek(Ilaq) khan dari Turkistan yag pada 992 merebut Bukhara dan tujuh tahun
kemudian melakukan Coup de Grace terhadap Dinasti Samaniyah yang
riwayatnya sudah berakhir.[19]
Kesuksesan dan prestasi capaian tertinggi dalam peradaban, tidak
menjamin akan langgengnya sebuah Dinasti, termasuk Dinasti Samaniyah yang
dipandang sangat cukup sukses dalam membangun kultur dan keagamaan dalam masa
pemerintahannya. Sekalipun
demikian, sebetulnya rezim
Samaniyah telah mengalami disintegrasi pada abad kesepuluh,dan wilayah
kekuasaannya di Khurasan dan Afghanistan jatuh ketangan Alptigin, seorang Gubernur budak yang beribukota
di Ghazna(Afghanistan)
Alptigin mendirikan sebuah rezim tentara budak yang menaklukkan dan menguasa
Khurasan sejak 999 sampai tahun 1040.[20]
Bahkan mengusai Transoxania serta Iran barat.
DAFTAR BACAAN :
Hasan
Muarif Ambary (et),
Ensiklopedi Islam-2,(Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, Cet, 9, thn, 2003)
Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial ummat Islam, Penerjemah,Ghufron A.Mas`udi, (Jakarta: Raja Grafindothn, cet-1,1999)
Hitti. K. Philip , History Of The Arabs,Terjemah,
Edisi-10, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006)
Dedi
Supriyadi, Mag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada thn,2008)
L. Bacharach Jere,
A Middle East Studies, (London: University Of Washington Press SeatleThn,1986)
Daudy Ahmad, kuliah Filsafat Islam,(Jakarta: Bulan Bintang, cet, 3,1992)
Mahmud
Aqqad Abbas , As-Syeikh ar-Ra`is Ibnu Syina,Terjemah,(Solo: Pustaka Mantiq, cet,1, tt)
Editor,HM
Amin Nurdin , Afifi Fauzi Abbas,Teologi/Ilmu kalam,(Jakarta: Pustaka Antara ,cet-1,1996)
A.
Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, Cet-4,1993)
Yuslem Nawir,
Ulumul Hadis, (Jakarta: Mutiara Sumber Widyacet-1, 2001)
[1] Ambary Hasan Muarif(et), Ensiklopedi Islam-2,(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet 9,
2003), h
. 145
[2]
Philip K. Hitti, History Of The Arabs,Terjemah, Edisi-10, (Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta , 2006) , h.
586
[8]
Jere.L.Bacharach, A Middle East Studies, (London,University
Of Washington Press Seatle)Thn,1986,H.32
[10]
Ibid
[11]
Ibid
[13] Abbas
Mahmud Aqqad, As-Syeikh
ar-Ra`is Ibnu Syina,Terjemah, (Solo: Pustaka Mantiq, cet,1), h. 29.
[14]
Editor, H. M. Amin Nurdin , Afifi
Fauzi Abbas, Teologi/Ilmu kalam, (Jakarta: Pustaka Antara cet-1,1996) , h. 122
[18] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Penerjemah Ghufran A. Mas`udi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet-1,1999), h. 215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar