Kamis, 27 Maret 2014

DINASTI GHURIYAH

1. Pendahuluan
    Membicarakan Dinasti Ghuriyah berarti membicarakan yang berkaitan dengan bagaimana masuknya Islam di India. Riwayat Islam di Negeri Hindustan ini terbilang amat panjang. Ada banyak versi tentang masuknya Islam ke India. Meski begitu, datangnya agama Islam ke anak Benua India ini bisa diklasifikasikan dalam empat periode, yaitu periode Nabi Muhammad Saw, periode Khulafaur Rasyidin dan Dinasti Umayyah, Periode Dinasti Ghaznah serta Periode Dinasti Ghuriyah.
   
Pada masa Nabi Muhammad Saw, banyak dari suku Jat (India) menetap di Arab. Namun versi lain bahwa sahabat rasul yang bernama Malik Ibnu Dinar dan 20 Sahabat Rasulullah yang kali pertama menyebarkan agama Islam di negeri itu. Saat itu Malik dan sahabatnya menginjakkan kaki di Kodungalur, Kerala. Kedatangan Islam pun disambut penduduk wilayah itu dengan suka cita. Konon dari wilayah itulah Islam lalu menyebar ke seantero India. Malik lalu membangun Mesjid   pertama di India yakni di wilayah Kerala. Mesjid pertama yang di bangun umat Islam itu mirip dengan candi tempat beribadahnya umat Hindu.
Sementara periode Khulafaur Rasyidin, yakni pada masa kepemimpinan khalifah Umar ibn Khattab, Islam sudah masuk keanak Benua India dimulai pada abad pertama Hijriyah, di mana sekitar 600-an orang-orang Arab berhasil menaklukan wilayah Makran di Baluchitan. Pada abad ini juga saat pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan, sekali lagi tentara Islam menyerang wilayah Sind melalui jalan Darat. Serangan ini dipimpin oleh Abdullah Ibn Amir dan berjaya merebut Sistan dan Makran. Ekspansi dilanjutkan pada era Dinasti Umayyah, di bawah komando Al-Muhallab ibn Abi Suffrah. Di sini umat Islam berhasil menembus wilayah Multan di Selatan Punjab (Sekarang wilayah Pakistan). Ekspedisi yang dipimpin Al-Muhallab itu hanya mampu menjangkau ibu kota Maili lalu ke Damaskus.
Pada periode selanjutnya terdapat dua Dinasti yang berkuasa, dan pada beberapa masa kedua dinasti ini saling menjatuhkan dan mengambil alih kekuasaan, hingga akhirnya benar-benar diambil alih dan berdiri satu dinasti saja. Ajaran Islam semakin menyebar luas di wilayah India setelah terbentuknya Kesultanan Delhi di wilayah itu. Dinasti Islam pertama di India adalah Dinasti Gaznawiyah yang dipimpin Mahmud Gaznawi. Sejak tahun 1020, Sutan Mahmud telah menguasai beberapa wilayah di India sekaligus menundukan dan mengislamkan raja-raja di tanah dewa itu. Setelah Gaznawiyah, maka Dinasti Ghuriyah naik menjadi penguasa dominan di wilayah ini.

2. Sejarah Terbentuknya Dinasti Ghuriyah
Dinasti Ghuriyah adalah sebuah dinasti yang berasal dari keturunan  Afghan-Irani yang tentunya berbeda dengan Dinasti Gaznawiyah yang berdarah Turki-Turani.  Nenek moyangnya bernama Sam Khan. Pemerintahan Dinasti Ghuriyah berawal dari tempat tumbuh dan berkembangnya  yaitu dari pegunungan yang berada diantara Heart dan Ghaznah di Afganistan. Sedangkan pusat pemerintahannya terletak di Fairuzkuh (Gunung Hijau). 
Pada awalnya orang-orang Gaznah banyak mengangkat para penguasa dari Ghuri. Orang yang pertama sekali menjadi kepala pemerintahan negeri ini adalah Izzuddin Husein.  Dia adalah pendiri pemerintahan Dinasti Ghuriyah. Izzuddin Husein (Muhammad Ghuri) mampu menguasai Ghaznah pada tahun 1173 M. Ghori-ghori ini dulunya suku peternak Hindu di bawah kekuasaan raja-raja Shahiyah, yang diajak masuk Islam oleh Muslim Ghaznawiyah yang mengusir Shahiyah dari Afganistan tahun 980 M. Kini setelah 200 tahun, mantan Hindu ini menjadi muslim tulen dan tidak sedikitpun menunjukkan warisan ke Hinduan mereka, kecuali nama mereka. Ghori atau Ghauri berasal dari kata sangsekerta yaitu Gau yang berarti Sapi, yang menandakan profesi mereka sebagai peternak Sapi.
 Setelah memperkuat dirinya di Ghaznah, ia mengalihkan perhatian ke India. Faktor-faktor yang mendorongnya mengalihkan perhatian ke India antara lain adalah karena gagalnya mendirikan kerajaan di Asia Tengah dan ancaman dari sisa-sisa Dinasti Ghaznah di Punjab. Di samping itu, tidak ada kesatuan politik di India. Dalam kondisi tersebut, Ghuri mendapatkan kesempatan emas bagi kesuksesannya. Dalam pelaksanaan pemerintahannya Muhammad Ghuri memakai gelar Al-Malik al-Muazzam (Raja Besar).
Dengan dimulainya kekuasaan Muhammad Ghuri, maka seluruh wilayah yang dahulunya dikusai Dinasti Ghaznah satu persatu direbut dan dikusai oleh Dinasti Ghuriyah hingga pada sultan yang terakhir.

3.  Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Ghuriyah
Ketika Kusraw Malik, putra Kusraw Syah, naik tahta, ibukota Gaznah sudah tidak lagi di Gazni tapi pindah ke Lahore. Gazni sudah berada dalam kekuasaan orang-orang Ghuri. Di samping itu, banyak daerah khususnya wilayah Barat Dinasti Gaznawiyah yang sudah dikuasai oleh Dinasti Ghuri yang memang sedang giat-giatnya melakukan expansi territorial. Wilayah kekuasan Gaznawiyah semakin sempit, tinggal Peshawar, Multan, Sind dan Lahore sebagai pusatnya. 
Berikutnya, pada tahun 1180, Peshawar berhasil dikuasai. Setahun setelah kedua wilayah tersebut berhasil ditaklukan, terakhir Muhammad Ghuri merebut daerah Lahore yang saat itu menjadi pusat pemerintahan Gaznawi. Pada tahun 1187 M, invasi dilanjutkan Muhammad Ghuri menaklukan semua wilayah yang membebaskan diri semasa Dinasti Ghaznawiyah. Sasaran kampanye pertama kali dilakukannya adalah daerah Maltan, yang saat itu dikuasai oleh orang Syiah Ismailiyah radikal Qaramitha. Sementara itu, dengan meninggalnya Sultan Sanjar, Dinasti Ghuriyah semakin leluasa untuk meluaskan wilayah kekuasaannya di daerah-daerah bekas Kesultanan Sanjar. Setelah wilayah Barat Ghaznawi banyak yang telah dikuasai.
Ketika Muhammad Ghuri wafat, ia tidak ada meninggalkan keturunan anak laki-laki, di samping tidak ada yang datang dari Ghuri untuk menguasai takhta Delhi. Selain itu Muhammad Ghuri memberi letter of manumission (memerdekan dari perbudakan), maka selanjunya ia menyerahkan kepada bekas budak, sekaligus menantu, dan panglima perangnya, Qutub al-Din Aybek, maka naiklah Aybek menjadi pengganti Ghuri dengan gelar sultan pada 1206 M. Sejak itu berdirilah Kesultanan Delhi 1206-1526 M (1. Awal Kekuasaan Turki di India 1206-1290 2. Dinasti Khilji 1290-1320, 3. Dinasti Tughlaq 1320-1414, 4. Dinasti Sayyed 1414-1452 dan 5. Dinasti Lodi 1451-1526 M).
Pengganti Muhammad Ghuri bernama Aybek, bergelar Qutbuddin, yang mulai karirnya sebagai seorang budak, meskipun ia lahir dalam keluarga yang merdeka. Pertama, ia dibeli oleh seorang kazi (qadli) dari Niashapur. Di tempat tersebut, ia belajar berbagai macam pendidikan formal dan non-formal. Setelah kazi wafat, Aybek dijual kepada Ghuri oleh anak-anaknya. Aibek memulai karirnya juga sebagai budak. Karena ia cerdas dan mahir dalam berbagai ilmu, terutama di bidang kemiliteran, maka Ghuri mengangkatnya sebagai amir e-akhur (kepala pengurusan kuda-kuda perang di istana).
 Setelah la dibebaskan dari belenggu perbudakan, Aybek dinikahkan dengan puterinya, dan diangkat menjadi panglima perang saat Ghuri menaklukkan India di peperangan Tarain II. Sebelum Ghuri pulang ke Ghur, Qutub al-Din ditetapkan menjadi wakil tetap Ghuri di India. Setelah Ghuri wafat dan tidak ada yang datang dari Ghuri untuk memerintah di India, maka para pembesar istana mengankat Aybek sebagai sultan di India.
Pemerintahan yang pertama Aybek dirikan, disebut dengan Awal Kekuasaan Turki di India 1206-1290 M. Para sejarawan moderen tidak setuju dengan dinasti yang didirikan oleh Aybek sebagai dinasti Mamluk atau budak, sebab hanya tiga orang penguasa dari dinasti ini memulai karimya sebagai seorang budak yaitu Aybek, Shamsuddin Iltutmish dan Ghiasuddin Muhammad Balban. Mereka sudah dimerdekakan jauh sebelum berkuasa. Para penguasa yang lain dari Dinasti ini, semuanya lahir sebagai orang merdeka.
Aybek mendirikan Masjid Raya Delhi yang bemama Quwat al-Islam,  dan membangun sebuah menara yang besar dan diberi nama Qutub Minar  atas nama guru spritualnya, seoarang ulama besar, dan sufi dari tarekat Chistiyah yaitu Qutub al-Din Bakhtiar Ka'ki, yang sampai saat ini berdiri dengan megah dan menjadi perhatian para wisatawan baik domestik maupun manca negara karena kehebatan nilai arsitektumya. Di Azmir didirikannya pula sebuah Mesjid Raya yang memakai namanya. Pada masa ini pula hidup ulama tafsir yang masyur yaitu Imam Fakhruddin Al-Razi. Dia adalah satu-satunya ulama yang berani berkata terus terang di hadapan sultan dan memberikan nasehat-nasehat keagamaan.
Setelah Aybek wafat, puteranya Aram Shah menjadi Sultan, karena ia tidak cakap dan tidak punya kemampuaan sama sekali dalam urusan negara, maka para pembesar istana Delhi mengangkat seorang raja Islam yang besar bernama Iltutmish (1211-1236 M). Dia juga memulai karirnya dengan sebagai budak, sama seperti mendiang Sultan Aybek. la menantu Aybek yang sedang menjabat sebagai Gubernur Badaun. Dia adalah seorang raja Islam yang besar, pandai mengatur negara, dan berjasa. la melanjutkan perluasan kekuasaan Islam ke wilayah Utara dengan menaklukkan negeri Malawa. 
Jasa Iltutmish yang paling besar adalah karena kekuatan pribadinya, kuat persiapan, dan pertahanannya dapat membendung penjarahan bangsa Mongol yang telah dapat menghancurleburkan Samarkand, Bukhara, dan tanah-tanah Islam yang lain, yang dipimpin oleh Jengis Khan. Bahkan setelah kerajaan Khawarizm dihapuskan dari muka bumi oleh bangsa Mongol, maka Khwarizm Shah yang terakhir, Jalaluddin Mangkabarti datang untuk meminta perlindungan ke India dan diberi perlindungan oleh Iltutmish,
Dan ketika tentara Mongol telah memasuki Punjab, maka pasukan Iltutmish mampu menghalaunya. Namun ketika Jalaluddin meminta kepadanya supaya menyusun tentara untuk menyerang Orang-orang Mongol, Iltutmish tidak merespon keinginan tersebut, sebab telah diukurnya kekuatan yang ada padanya, tidaklah akan sanggup menyerang bangsa yang sedang kalap.  Dengan demikian, Iltutmish dari satu segi menolak permintaan Jalaluddin secara halus dan di sisi lain ia menyelamatkan India dari serangan Mongol yang kekuatannya sangat besar.
Segera setelah ancaman Mongol berakhir, Iltutmish memulai serangkaian  penaklukan. Mula-mula Iltutmish mengarahkan perhatiannya ke Benggala yang  pada waktu itu diperintah oleh Ghiyasuddin Khalji, yang telah menyatakan kemerdekaannya dan menggunakan gelar raja. Pada tahun 1227 M, Sultan mengirimkan anaknya yang tertua yang bernama Nasiruddin Mahmud ke Benggala untuk menyerang Ghiyasuddin Khalji dan berhasil merebut kota Lakhnauti serta membunuh Ghiyasuddin Khalji. Kemudian Nasiruddin diangkat sebagai Gubernur provinsi tersebut, tetapi karirnya yang sedang maju terputus dengan kematiannya yang dalam usia muda pada tahun 1229 M. Setelah itu, Alauddin  Daulat Shah Khalji menjadi Gubernur Benggala. Akan tetapi ia diusir oleh Ikhtiyaruddin Balka, seorang pengikut Ghiyasuddin. Pada tahun 1230-1231 M, Iltutmish mengalahkan dan membunuh Balka dan Benggala dijadikan wilayah wilayah kekuasaan Delhi dan kemudian Malik Alauddin dilantik menjadi Gubernur Benggala.
Iltutmish kemudian mengarahkan pasukannya untuk memerangi kepala-kepala suku Hindu. Ranthambhor dan Gwalfor yang telah menyatakan kemerdekaan direbut kembali. Kemudian Sultan menyerbu Malwa, serta mengambil alih Benteng Bhilsa dan merebut serta merampok Ujjain. Dengan demikian, Iltutmish menyelesaikan penaklukan India Utara. 
Sebelum wafat, Iltutmish menunjuk putrinya, Raziyya sebagai pengganti dengan alasan semua anak laki-lakinya tidak ada yang mampu memimpin pemerintahan. Para pembesar istana yang keberatan dengan sultan perempuan kemudian mengambil tindakan. Para pembesar kerajaan menganggap bahwa dengan menundukkan kepala dihadapan seorang wanita merupakan penghinaan, dan dengan mengabaikan wasiat sultan almarhum, mereka mengangkat saudaranya Rukunuddin Firuz sebagai sultan. Namun keputusan ini tidak tepat, karena Rukunuddin Fairuz dalam menjalankan pemerintahan terlalu memperturutkan hatinya dalam perbuatan-perbuatan yang hina, mengabaikan urusan-urusan negara dan menghambur-hamburkan kekayaannya.
Pengelolaan urusan negara diserahkan kepada ibunya, Syah Turkan yang tidak bermoral  yang asalnya adalah seorang pelayan haram. Seluruh kerajaan menjadi kacau, sehingga pemerintahan pusat kehilangan kekuasaannya di provinsi-provinsi. Dengan kondisi ini banyak para gubernur memberontak kemudian Rukunuddin dan ibundanya ditangkat dan dimasukan kepenjara hingga wafatnya. Kemudian Raziyah diangkat kembali sebagai penguasa di Delhi. Dalam sejarah Islam Raziyah-lah perempuan pertama yang berkuasa dan yang kedua adalah Sajarah al-Dur 1249 M, pendiri Dinasti Mamluk 1249-1517 M di Mesir.
Dalam pemerintahannya sebagai Sultan Raziyya tidak menganggap tahta Delhi itu sebagai Taman Bunga Mawar yang indah. Nizamul Muluk Muhammad Zunaidi, yaitu wazir Rukunuddin  dan beberapa bangsawan lainnya tetap tidak mengakui pengangkatannya dan mengorganisasikan untuk memberontak. Namun Raziyya tidak tinggal diam dan menumpas musuh-musuhnya dan memulihkan ketertiban seluruh kerajaan. Namun Raziyya tidak ditakdirkan untuk menikmati pemerintahan yang damai. Raziyya tampaknya menentang pendapat Muslim Ortododks dengan menolak pakaian wanita dan menanggalkan purdah yang sudah lazim digunakan pada masa itu. Dia terjun sendiri melawan musuh-musunya dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah dengan kemampuannya yang hebat. Akan tetapi, sebab utama serangan yang dilancarkan kepadanya adalah bahwa dia memperlihatkan kesayangnnya yang tak pantas kepada budak Ethiopia, Jalaluddin Yaqut, yang diangkatnya menjadi kepala Istal. Hal ini menyinggung perasaan bangsawan-bangsawan Turki.
Pada tahun 1240 M, terjadi pemberontakan di mana-mana secara terbuka untuk menolak sultan perempuan, di samping itu tidak memperoleh restu dari khalifah Abbasiyah di Baghdad. Pemberontakan pertama dilakukan oleh Ikhtiyaruddin Al-Tuniya, Gubernunr Sarhind. Kemudian Raziyya memimpin suatu pasukan besar untuk menindas pemberontakan tersebut, tetapi dikalahkan dan kemudian dijadikan tawanan Al-Tuniya. Jalaluddin Yaqut dibunuh dan para bangsawan mengangkat  Bahram Shah, putera dari Iltutmish. Sama halnya seperti Rukunuddin, ia pun tidak mampu memimpin. Pemerintahannya menghadapi pengaruh kaum bangsawan yang sedang tumbuh, yang dikenal dengan nama 'Kelompok Empat Puluh'. Dalam masa pemerintahannya, negeri itu tidak mengalami ketentraman dan kesentosaan. Satu-satunya peristiwa penting dari pemerintahannya ialah invasi bangsa Mongol. Pada tahun 1241 M bangsa Mongol menyerbu Punjab dan Lahore dan membuat kota ini tidak terurus. Sultan begitu lemah untuk mengambil tindakan apapun guna melawan kebiadaban bangsa Mongol ini, kemudian 'Kelompok Empat Puluh' mengepung dan menangkapnya di dalam Benteng Putih Delhi dan kemudian membunuhnya. Pamannya Nasiruddin, naik menjadi sultan pada 1246 M.
Sultan Nasiruddin adalah Sultan yang saleh dan paling baik pribadinya antara penguasa-punguasa abad ke-13 M. la hidup dengan menulis al-Qur'an dan menjahit topi pada waktu senggang. Tidak pernah menerima satu sen pun uang negara sebagai gaji. Sebagian besar dari kekuasaannya berada di bawah pengaruh Ghiyasuddin Balban, seorang budak Turki yang dibeli oleh Iltutmish dan menjadi mertuanya. Balban ternyata seorang mentri yang cakap, dan selama 20 tahun dia mengabdi kepada tuannya. Bahaya dari luar yang menekan terhadap pemerintahan itu adalah anacaman dari bangsa Mongol. Bangsa Mongol tidak hanya menjarah Lahore dan meratakan bangunan-bangunannya dengan tanah, tetapi juga mengancurkan negeri di sebelah Barat Jhelum sehingga di sana tidak ada lagi peradaban. Orang-orang Hindu yang bergolak Di Doab dan orang-orang Meos dari Mewat sedang memberontak. Atas nasehat Balban, Nasiruddin mula-mula berangkat untuk memulihkan Punjab. Bangsa Khokar ditundukkan, dan suatu kesatuan perampok bangsa Mongol melarikan diri ketika tahu bahwa mereka berhadapan dengan tentara Balban. Doab dipaksa tunduk dan orang-orang Meos dihukum berat. 
Penghargaan bagi jasa Balban berupa pengangkatannya menjadi wakil raja. Hal ini membuat Kutlugh Khan, Imanuddin Raihan, dan beberapa dari kelompok Empat Puluh iri kepadanya. Mereka melakukan persekongkolan untuk melawannya dan membujuk raja untuk menentangnya. Akibatnya Balban dipecat dari jabatannya. Kecongkakan Raihan dan teman-temannya terhadap Balban tidak mendapat baik dari bangsawan Turki lainnya, sehingga Balban diangkat kembali untuk menduduki jabatan semula. Sejak itu Balban menduduki kedudukan tertinggi di dalam kerajaan.
 Sepeninggal Nasiruddin penggantinya ditunjuk oleh sultan sendiri yaitu Ghiasuddin Muhammad Balban (1266-1287) seorang pahlawan dan bekas budak Sultan Iltutmish, karena Nasiruddin tidak meninggalkan seorang pewaris tahta seorang anak laki-laki. la terkenal sebagai seorang raja yang memerintah dengan tangan besi. la sangat mendukung menggunakan teori, the blood iron policy untuk keamanan dan penegakan hukum Allah di negerinya. la tidak pernah tertawa di muka umum maupun di depan para pembesar istana dan tidak boleh ada yang tertawa di depannya. Akan tetapi, pada zamannya kebudayaan amat berkembang di Delhi.
Ketika naik tahta, Balban dihadapkan pada tugas yang benar-benar berat dan sulit. Bangsawan-bangsawan Turki menjadi bergolak dan membelot menjadi persekokngkolan dan gerakan bawah tanah. Prestise sultan menjadi merosot, dan gerombolan-gerombolan perampok menguasai daerah-daerah dekat Delhi. Bahaya yang paling besar adalah terjadinya lagi serangan bangsa Mongol. Dengan bantuan tentara, Balban menumpas dengan kekejaman tanpa ampun semua pemberontakan dan kekacauan di dalam imperiumnya. Ketentraman di dalam imperium di sekitar Delhi sangat diganggu oleh orang-orang Rajput dari Mewat. Mereka tidak hanya merampok para musafir di jalan-jalan, bahkan melakukan pengahancuran kejantung Kota Delhi. Mereka biasa datang untuk mencari mangsa ke kota, menimbulkan semua jenis kesusahan, membinasakan orang-orang ketika mereka beristirahat. Begitu besar keberanian mereka sehingga Gerbang Barat Ibu kota harus ditutup pada waktu sembayang di sore hari dan bahkan pakaian pengemis sekalipun tidak menjadi perlindungan terhadap kecongkakan mereka yang luar biasa.
Lebih dari 15 orang raja dari luar Delhi, terutama dari bagian Iran mendapat perlindungan di sana sebab segan kepada bangsa Mongol, yang memerangi negeri-negeri mereka di bawah pimpinan keturunan Jengis Khan. Dia juga berjasa dapat menahan serangan bangsa Mongol ke anak benua India, karena setelah mereka gagal pada serangan yang pertama sampai di Punjab, mereka ulangi lagi. Balban dapat mengusir mereka. Jasanya itu tidak dapat dilupakan oleh raja-raja Islam dan maharaja-maharaja Brahmana sehingga ia diakui sebagai Sultan yang menjabat selama 21 tahun (1266-1287 M.) Di antara pengiring-pengiring raja itu banyak terdapat ahli-ahli syair, ahli-ahli kerajinan, seni lukis, dan lain lain, seperti Amir Khusru, seorang pujangga Iran yang mashur.

4. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Ghuriyah
 Harapan Sultan Muhammad Balban akan memimpin Dinasti Ghuriyah tidak terwujud, dikarenakan Sultan Muhammad Balban, yang ahli dalam urusan pemerintahan dan hampir selalu berhasil menghalau serangan Mongol yang bertubi-tubi, akhirnya gugur dalam sebuah serangan Mongol terakhir. Puteranya, Bugra Khan waktu itu ada di Bangia, menolak tawaran kursi Kesultanan Ghuriyah karena dia tidak sanggup dengan alasan cuaca Delhi terlalu dingin dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya.
 Akhirnya cucunya, Kaikobad (1287-1289 M), putera Bugra Khan diangkat menjadi Sultan. Bugra Khan  tidak menentang pengangkatan anaknya itu, tetapi di Benggala memakai gelar kerajaan Nasiruddin Mahmud Bugra Shah. Pemerintahan Kaikobat sangat jelek. Dia tidak mampu memikul beban yang meletihkan. Kaikobad menjadi boneka ditangan seorang pejabat yang bernama Nizamuddin, yang mendorongnya ke dalam berbagai jenis kejahatan, agar dia dapat menengdalikan raja yang masih muda itu. Urusan pemerintahan menjadi berantakan. Kabar tentang semua ini sampai kepada Bugra Khan yang datang ke Delhi untuk menjumpai anaknya. Dia menasehati anaknya agar menahan diri dari perbuatan jahat yang dia lakukan.
 Sultan Kaikobad tidak mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik, akhirnya, para pembesar istana bersekongkol dan berhasil menjatuhkanya dengan menggantikan puteranya, Kaimus 1289 M yang baru berumur tiga tahun menjadi Sul-tan. Dengan Sultan Balita yang tidak punya andil apa-apa dalam pemerintahan, menyebabkan situasi sudah sangat kacau, maka akhimya dinasti ini berakhir dan kemudian berdiri Dinasti Kilhji

5. Kesimpulan
    Sejatinya Islam adalah agama minoritas di India. Meski minoritas dari segi jumlah, sejarah telah mencatat bahwa umat Islam telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi Negara yang berada di Asia Selatan ini. Perjalan panjang ini tentunya tak terlepas dari sejarah pengembangan Islam di Negeri Mahamat Gandhi ini. Mulai dari Pengembangan Islam pada zaman Rasulullah hingga periode terakhir Dinasti Ghuriyah.
    Peninggalan sejarah yang masih dapat dinikmati seperti bangunan Mesjid Quwwatul Islam dan Menara Qutb Minar merupakan bias yang dapat dijadikan karya masa lalu yang dapat dibanggakan negara ini. Ini tak terlepas dari sepak terjang dari Dinasti Ghuriyah mulai dari Sultan pertama hingga akhir, yang banyak menorehkan sejarah panjang, masuk dan berkembangnya Islam di India ini.

DAFTAR PUSTAKA


Hamka, Sejarah Umat Islam III. Jakarta: Bulan Bintang, 1975

Hasan, Masudul. History of Islam, Vol 1. New Delhi: Adam Publisher And   Distribution, tth

Hitti, Philip K, History Of The Arab, terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Ryadi, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006.

Siregar, Sayyed Mahmuddunna. Islam: Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosda Karya, 1994.

Sunanto Musyrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007.

Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Setia, 2004

Schimmel, Annemarie, Literary Cultures in History: Recontruction From South Asia (ed) Sheldon Pollock. California:University Of California Press, 1980.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar