1. Pendahuluan
Historiografi muncul dari kesadaran sejarah, yang dalam ilmu sejarah disebut dengan historisitas, adalah gambaran tingkat kesadaran suatu kelompok masyarakat terhadap arti penting masa lalu. Gambaran ini akan terlihat dari cara memandang masa lalu itu sebagai suatu hal yang penting untuk diungkapkan secara benar. Berbagai kepentingan dapat saja memboncengi pengungkapan masa lalu itu, seperti untuk kepentingan politik dalam menjaga legitimasi suatu golongan dalam masyarakat, mungkin untuk tujuan mengukuhkan keberadaan suatu ideologi atau kepercayaan tertentu ataupun sekedar memperoleh kenikmatan kenangan masa lalu.
Pengungkapan sejarah masa lalu (historiografi) dari suatu masyarakat sangat ditentukan oleh kesadaran sejarah yang mereka miliki, karena baik bentuk ataupun cara pengungkapannya, akan selalu merupakan ekspresi kultural dan pantulan keprihatinan sosial masyarakat yang menghasilkan sejarah itu sendiri.
Periode-periode awal dari sejarah Islam telah memperlihatkan kepada kita bahwa sebagai agama yang universal, Islam ternyata memberikan tempat tersendiri bagi penulisan sejarah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya muncul karya-karya sejarah yang cukup penting pada abad-abad permulaan Islam. Hal yang lebih penting dari itu adalah bahwa wawasan kesejarahan yang diperlihatkan oleh sejarawan-sejarawan muslim itu membuktikan pula bahwa pengungkapan masa lalu itu haruslah benar-benar faktual. Sisi lain perlu kita catatkan ialah bahwa dari sekian banyak literatur Yunani yang diserap oleh umat Islam, tidak satupun karya historiografi yang sampai ke tangan mereka.
Kenyataan ini memberikan kesimpulan kepada kita bahwa wawasan kesejarahan itu lahir dari aspek-aspek kultural Islam yang dimotivasi oleh ajaran-ajarannya yang universal itu. Namun dalam bentuk apa Islam telah memberikan kesadaran bersejarah bagi penganutnya, akan kita kemukakan pada pembahasan berikut ini.
2. Aliran-aliran Historiografi
Historiografi merupakan pandangan sejarawan terhadap peristiwa sejarah, yang dituangkan di dalam penulisannya itu akan dipengaruhi oleh situasi zaman dan lingkungan kebudayaan di mana sejarawawan itu hidup. Dengan kata lain, pandangan sejarawan itu selalu mewakili zaman dan kebudayaannya.
Historiografi dapat diartikan sebagai pencarian terhadap pemikiran sejarawan pada zamannya. Historiografi mencari tentang ide, subyektifitas, dan interprestasinya. Sebagai sebuah alat untuk melihat sejarah intelektual atau mentalis seorang sejarawan, maka haruslah dilakukan sebuah studi mengenai karya-karyanya.
Dalam sebuah penulisan sejarah sejarawan tidak diperbolehkan untuk mengkhayal hal-hal yang menurut akal tidak mungkin telah terjadi. Dalam sebuah penulisan sering harus mengkhayal hal-hal yang kiranya telah terjadi. Namun, sering terjadi mengkhayal hal-hal yang kiranya pasti telah terjadi. Sehingga dalam sebuah penulisan sejarah tidak mungkin untuk merumuskan mengenai aturan-aturan penggunaan imajinasi. Di dalam sejarah kecuali dengan ketentuan-ketentuan yang sangat umum sifatnya.
Masa pertumbuhan Islam di Jazirah Arab termasuk Yaman (Arab Selatan), pada dasarnya dapat dipahami sebagai awal kesadaran sejarah bagi penganutnya. Kesadaran sejarah ini tumbuh seiring dengan kesadaran akan keberadaan Islam sebagai suatu agama yang merupakan rangkaian akhir dari agama-agama samawi sebelumnya. Pengakuan terhadap Muhammad sebagai “khatimunnabiyyin” (nabi penutup) merupakan gambaran yang jelas dari sikap muslim terhadap masa lalu. Kendatipun demikian, di dalam Islam banyak hal yang menuntut seorang muslim itu harus berurusan dengan masa lalu, sekaligus merupakan faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kesadaran sejarah di dalam Islam.
Umat Islam telah mengalami kemajuan dalam penulisan sejarah. Para sejarawan muslim telah menulis ribuan buku dengan variasi judul dan isinya. Jumlah karya sejarah banyak sekali, sehingga tidak mungkin bisa dihitung. Bahwa suburnya penulisan sejarah menimbulkan aliran-aliran penulisan di awal masa kebangkitan Islam. Setiap aliran menggunakan metode dan tema yang berbeda. Aliran Madinah, misalnya mengembangkan penulisan sejarah bertolak dari pengumpulan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Kemudian para sejarawan memperluas ruang gerak penelitiannya seperti al-Maghazi karya Muhammad Ibn Muslim al-Zuhri yang menulis perang-perang yang dipimpin Nabi Muhammad SAW.
Dari al-Maghazi ini penulisan sejarah melahirkan penulisan sirah (biografi) Nabi Muhammad SAW. Untuk kepentingan penulisan hadits, para ulama menyusun biografi para sahabat dan kemudian berkembang ke penulisan biografi para ulama. Aliran Yaman yang menyumbangkan penulisan sejarah pra Islam, banyak menulis sejarah bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan sebelum Islam, sebagaimana yang dilakukan oleh Wahb al-Munabbih. Sedangkan aliran Irak menyumbang penulisan al-Ansab (nasab, garis keturunan) di samping peristiwa-peristiwa politik yang baru terjadi dalam sejarah Islam.
Para ahli sejarah dan pemikir Islam banyak menuangkan gagasan penulisan sejarah Islam dalam bentuk sejarah kerajaan Arab (Dinasti Arab). Seperti Al Kindi pernah menulis sebuah karya yang berjudul Risalah fi Mulk al 'Arab (Makalah tentang Kerajaan Arab) dalam karya-karya sejarah, istilah dinasti sangat dikaitkan dengan istilah Arab yang populer yakni daulah (kekuasaan).
Demikian pula pakar sejarah Islam yang sangat terkenal yaitu Wahb bin Munabbih (34 H-110 H/732 M) pernah menulis sebuah kitab yang berjudul "Kitab Al Muluk al-mutawajah min Himyar wa akhbaruhukum wa Ghayr Dzalik (kaitan yang memuat tentang raja-raja bermahkota dari Himyar, lengkap dengan sejarah hidup mereka, dan sebagainya).
Secara signifikan ketika pola penulisan sejarah Islam bertemu tiga aliran penulisan sejarah (Yaman, Irak dan Madinah), maka corak penulisan sejarah dengan pendekatan dinasti telah memperoleh tempat yang cocok dan sekaligus sebagai pengayaan corak penulisan sejarah Islam secara lebih komprehensif. Seperti Muhammad bin Ishak ibn Yasar (W.150 H) beliau telah meninggalkan karya tulis yang monumental yakni Tarikh Al Khulafa,' yang di dalamnya termaktub sejarah para Khulafa Al Rasyidin dan Khalifah Bani Umayyah.
Demikian pula sejarawan terkenal At-Tabari telah menulis karya monumentalnya Tarikh al Muluk wa Khulafa'. Karya-karya ini pada umumnya menggambarkan tentang sejarah hidup dinasti raja-raja Islam dengan segala problematika kebijakan politik pemerintahan pada masa itu. Kemudian kitab lain yang tak kalah penting karya at-Tabari adalah Tarikh al-Umam wa al-Muluk.
Sebagai ilustrasi dapat kemukakan ada beberapa tokoh/sejarawan muslim yang telah mengembangkan ide/gagasan penulisan sejarah dengan corak tema-tema dinasti, antara lain: Ibnu Atsir al Jazari (w 630 H), beliau menulis tentang Tarikh al-Dawlah al-Atabikiyah, Ibn Washil dalam bukunya yang berjudul "Mafraj al-Kurub fi Akhbar Bani Ayyub , Abu Bakar al Shadafi dalam bukunya Al Anwar al-Jaliyyah fi Akhbar al Dawlah al-murabithiyyah, Ibnu Khaldun dalam karyanya Al Ibra wa Diwan al Mubtada wal al Khabar fi Ayyam al 'Arab wa al'Ajam wa al-Barbar wa Man 'Asharahum min Dzawi al-Sulthan al-Akbar.
3. Aliran Yaman
Yaman adalah sebuah Negara yang berada di daratan Benua Asia yang berbatas langsung dengan laut Merah, tepatnya dibagian Selatan Jazirah Arab. Negara Yaman yang berada di Arab Selatan ini dulunya pernah mengalami peradaban yang sangat tinggi bila dibanding dengan Penduduk di Jazirah Arab bagian Utara. Yaman sejak lama sudah mengenal tulis-menulis yang dibuktikan dengan banyaknya karya-karya sejarah pada saat itu.
Riwayat-riwayat tentang Yaman di masa silam kebanyakan dalam bentuk hikayat (al-qashash), sebagaimana al-ayyam di kalangan Arab bagian Utara. Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongen-dongen yang bersifat kesukuan. Riwayat ini adalah kelanjutan dari sejarah sebelum islam. Penulisnya dapat dijuluki sebagai narrator (tukang hikayat). Oleh karena itu, para sejarawan tidak menilai hikayat-hikayat tersebut memiliki nilai sejarah.
4. Corak Aliran Yaman
Corak aliran Yaman dalam penulisan sejarah masih banyak mengandung khayalan ataupun cerita-cerita dongeng, kemudian bentuk dan corak dinasti lebih banyak ditekankan kepada sejarah-sejarah para khalifah dan bagaimana caranya mereka memegang tampuk pemerintahan. Sekalipun para ahli sejarah Islam memulai tulisannya dalam bentuk dan corak dinasti itu pada umumnya setelah timbul dan lahirnya Daulah Umayyah (corak penulisan Irak), namun ide dan gagasannya telah muncul lebih dahulu, ketika para sejarawan menulis tentang Raja-raja sebelum Islam (seperti tulisan dan ceritera pemerintahan Yaman sebelum Islam).
Dari karya penulisan sejarah yang bercorak dinasti ini, berkembang sejalan dengan perkembangan sejarah politik Islam. Oleh karena itu secara kongkrit bahwa historiografi dinasti ini sebetulnya sudah dimulai pada awal abad ke 3 H, dan juga mengalami perkembangan lebih pesat lagi setelah munculnya dinasti-dinasti kecil, sekalipun secara makro memunculkan berbagai disintegrasi dalam lingkup kesatuan umat dan kekuasaan pemerintahan Islam.
Namun, sebuah kenyataan bahwa penulisan sejarah bercorak dinasti pada akhirnya dipergunakan sebagai alat propaganda politik, yang notabene ingin melanggengkan kekuasaan suatu dinasti tertentu. Sehingga dalam proses kesejarahan selanjutnya timbul penulisan corak dinasti menjadi tidak obyektif (bersifat subyektif), mengingat kebanyakan para penulis corak dinasti ini berasal dari kalangan istana.
Sementara Karya-karya sejarah yang hampir mirip dengan tema penulisan sejarah pada aliran Yaman antara lain Tarikh al-Khulafa karya Ibn Ishak yang mempergunakan alat kekuasaan untuk menjaga tetap terpeliharanya sebuah karya sejarah sehingga tidak ada suatu penelusuran secara analistik murni. Selanjutnya Karya al-Ya’qubi dimana karya ini dianggap memiliki keajabaiban dengan menunjukkan adanya ramalan ahli nujum untuk memenangkan kekuasaan tiap-tiap penguasa, atau dapat juga dibandingkan dengan karya al-Dinawari yang sezaman dengan al-Ya’qubi dengan karyanya Akhbar al-Thiwal.
Asas pokok sejarah dinasti yang lebih luas juga sudah dikenal orang-oarang islam sebagai hasil kontak mereka dengan historiografi Persia. Namun demikian harus diingat bahwa setiap orang yang memelihara konsep organisasi politik orang Arab bagian Selatan (Yaman) akan berkenalan dengan sejarah politik-agama islam yang melihat dasar semua kejadian sejarah di dalam pembagian sejarah dinasti.
Dalam penyusunan kekuasaan dalam sejarah islam, sama halnya dengan penyajian sejarah pra islam yang ditulis oleh penulis-penulis muslim di dalam bentuk bangsa-bangsa (dinasti). Uraian dalam sejarah pra islam pada umumnya didapati suatu kesulitan, karena sejarawan tidak pernah menemukan sistem penentuan waktu untuk periode pra islam, seperti waktu sebelum masehi yang biasanya dipergunakan oleh para sejarawan Barat. Sejarah pra islam diterima di dalam historiografi islam mulai sejak permulaan.
Sejarah Arab kuno dan penulisan sejarah yang berlaku di Yaman juga banyak membicarakan tentang hikayat-hikayat atau kisah, ini karenakan tingginya fanatisme kedaerahan orang-orang Yaman dengan asumsi ingin menunjukkan bahwa bangsa Yaman yang tinggal didaerah Arab Bagian selatan lebih unggul dibanding dengan orang-orang yang hidup orang Arab Utara.
Di bawah ini adalah para historiographer yang mewakili aliran Yaman yang banyak menulis karya-karya sejarah baik itu yang berkaitan dengan Sejarah Dinasti-dinasti atau kisah-kisah yang ada pada zamannya.
A. Ka’b al-Ahbar (w. 32 H)
Abu Ishaq Ka’b al-Ahbar adalah nama lengkapnya. Beliau dilahirkan dari Suku Dzu ruain Himyar. Masa mudanya di habiskan di Yaman sebagai seorang pemeluk agama Yahudi dan memeluk agama islam pada masa Khalifah Umar Ibn al-Khattab, namun ada sebagaian ada yang berpendapat pada masa Abu Bakar as-Siddiq. Riwayat yang dikutip dari al-Waqidi dari Yunus ibn Maysarah ibn Hulays terdapat petunjuk bahwa Ali ibn Abi Thalib pernah mengunjungi Yaman, di mana Ka’b al-Ahbar datang kepadanya untuk mendengarkan pembicaraannya. Dari pertemuannya inilah Ka’b al-Ahbar masuk islam.
Ka’b al-Ahbar banyak menguasai kitab-kitab Yahudi, sehingga mampu membedakan antara yang benar dan yang bathil. Dia dinilai sejarawan klasik sebagai tokoh yang banyak memasukkan unsure-unsur mitologi dalam karyanya. Oleh karenya, para sejarawan sangat berhati hati sekali dalam mengutip karya Ka’b al-Ahbar.
B. Wahb ibn Munabbih (34 H-110 atau 114/729 atau 732 M)
Wahb ibn Munabbih adalah seorang tokoh yang berasal dari keluarga Persia yang menetap di Yaman sejak masa sebelum islam. Beliau mengetahui berita-berita Ahli Kitab melalui orang Yaman. Ada keistimewahan Wahb ibn Munabbih yaitu beliau mampu membaca tulisan-tulisan kuno yang tidak dapat dibaca para pendeta pada waktu itu. Sebagai seorang narator beliau dipandang tinggi dimata masyarakat Yaman. Dalam menulis folklore Yaman yang melegenda beliau mampu mentransmisikannya untuk keperluan penafsiran al-Quran dan penulisan al-Maghazi. Di samping itu beliau berjasa dalam bidang sejarah karena :
1. Mampu meriwayatkan sejarah bangsa Arab sebelum Islam 2.Menuliskan tentang riwayat bangsa-bangsa bukan Arab,terutama yang bersumber dari kita suci Yahudi dan Nasrani. 3. Menciptakan kerangka sejarah nabi mulai dari Nabi Adam sampai nabi Muhammad Saw. 4. Memasukakkan unsur kisah kedalam bidang sejarah.
Karya-karya Wahb ibn Munabbih yang pernah ada adalah 1. Ahadist al-Anbiya wa al- Ibad wa Ahadist Bani Israel (berita tentang nabi-nabi, orang-orang Shaleh dan Bani Israel), 2. Al-Mubtada 3. Qashash al-Anbiya (Kisah para nabi), 4. Mubtada al-Khalq (Awal Penciptaan) 5. al-Mabda 6. al-Muluk al-Mutawajjah min Himyar wa akhbaruhum wa Ghayr Dzalik (kitab tentang raja-raja bermahkota dari Himyar,sejarah mereka).
C. Abid ibn Syariyyah al-Jurhumi
Abid ibn al-Jurhumi adalah pakar sejarah yang hidup pada masa pra islam dan masa islam, ini di karenakan dari berbagai sumber bahwa Abid ibn Syariyyah al-Jurhumi memiliki umur yang panjang(diperkirakan berusia 200 hingga 300 tahun) sehingga mampu hidup pada kedua zaman ini. Beliau pernah di panggil Muawiyah ibn Sofyan ke Ibukota Damaskus untuk menyelidiki serta mengkoreksi tentang bahasa, ilmu alam serta kondisi alam pada pemerintahan Dinasti Umayyah. Karena peran sertanya pada Dinasti Umayyah Abid dihormati sebagai tokoh sejarah dunia pada masanya.
Muawiyah sebagai Khalifah pada itu merasa puas atas kinerja Abid ibn Syariyyan al-Jurhumi, sehingga beliau diperkenankan untuk hidup dan tinggal dilingkungan kerajaan sampai masa ke Khalifahan Abd al-Malik Ibn Marwan. Hasil karya Abid sendiri yang terdokumentasikan antara lain Kitab al-Amtsal (yang memilki ketebalan 50 halaman) dan Kitab al-Muluk wa Akhbar al-Madhi (raja-raja dan masa silam)
5. Penutup
Jika diamati secara mendalam tentang perkembangan penulisan sejarah diawal masa kebangkitan islam akan terlihat adanya tiga aliran dengan jelas yaitu aliran Yaman, Alran Madinah dan Aliran Irak. Namun banyak pengamat para sejarawan bahwa aliran Yaman bukanlah penulisan sejarah di masa awal islam. Mereka hanya menyebutkan dua penulisan sejarah yaitu Aliran Madinah dan aliran Irak. Pendapat ini juga diperkuat oleh Muhammad Ahmad Tarhini dalam Bukunya al-Muarrikhum wa al-Tarikh ind al-Arab. Akan tetapi penulis sejarah membahas di dalam bukunya masing-masing tentang perkembangan Historiografi Arab di Yaman, dan mereka juga sepakat bahwa dalam karya-karya sejarah yaman diawal kembangkitan islam ini bercampur antara informasi historis dengan dongeng ataupun legenda dan bahwa historiografi Yaman ini merupakan kelanjutan dari historiografi pra islam seperti al-ayyam dan al-ansab. Mungkin dengan alasan inilah maka banyak sejarawan tidak memasukkan aliran Yaman ini sebagai Historiografi di awal masa islam.
Sementara menurut sejarawan Husein Nashshar tetap ngotot untuk measukkan aliran Yaman ini sebagai Historiografi pada awal masa islam dengan asumsi bahwa aliran ini sudah terakomodasi dengan baik dalam bentuk penulisan sejarah pada awal islam dengan alasan sejarah ini mampu ditransmisikan dalam bentuk penulisan dan ini pula yang membedakan dengan al-Ayyam dan al-Ansab yang tidak tertulis dan ditransmisikan secara lisan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan A. Suryomihardjo. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Jakarta PT Gramedia, 1985.
Abdullah, Yusri Abd Ghani. Historiografi Islam Dari Klasik Hingga Moderen, terj. Sudrajat. Jakarta: Raja Grafindo,2004.
Arsyad, M.Natsir. Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah,Bandung: Penerbit Mizan, cet. Ke-2,1990.
Kartodirdjo, Sartono. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Jakarta: PT.Gramedia, 1982.
Nashar, Husein,. Nasyah al-Tadwin al-Tarikh ind al-Arab, Kairo: Makhtabah al-Nadhah al-Mishriyyah,th
Umar, A. Muin. Historigrafi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 1988.
Yatim, Badri. Historiografi Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar