A.
Pendahuluan
Sebagaimana
perkembbangan sejarah Islam di belahan dunia lain, Islam yang hadir di
tengah-tengah bangsa Asia Tengah dan sekitarnya pun menorehkan sejarah panjang
yang patut dikaji. Apa yang pernah diukir dalam sejarah mereka, juga melahirkan
tragedi romantik yang menarik untuk dijadikan teladan bagi generasi berikutnya.
Sejarah
panjang bahasa Mongol, sebagai kekuatan imperium dunia saat itu tidak lepas
dari figur sentral pemimpin monarki yang bernama Chengis Khan. Ia menjadi tokoh
utama dalam episode panjang pada perkembangan bangsa Mongol berikutnya. Siapa
yang menduga, bahwa kekejaman mereka terhadap pusat pemerintahan Islam di
Bagdad, terjadi menjadi anti klimaks dari idealismenya membangun imperium
dunia. Justru dari daerah dagingnyalah tercatat dalam tinta emas peradaban
Islam yang agung dan monumental. Peradaban Islam Mongol tidak kalah pentingnya
dengan peradaban Islam di Asia Barat, Eropa Barat Daya (Andalusia), Afrika
Utara, bahkan di anak benua India sekalipun. Mereka berhasil menggoreskan hasil
peradaban dalam bidang ketatanegaraan, militer, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya, termasuk juga arsitektur yang bernilai istimewa. Daerah kekuasaan
selama kepemimpinan Mongol Islam dalam tiga dinasti, juga melebihi luas
kekuasaan dinasti Islam yang pernah ada sebelumnya.[1]
Ketiga
dinasti tersebut adalah Chagtai, Golden Horde, dan Ilkhan. Mereka berhasil
membangun peradaban yang luar biasa, dengan spirit Islam. Meskipun sesungguhnya
mereka sebelumnya bukan penganut Islam, akan tetapi di tengah perjalanan
sejarahnya mereka menjadi Muslim, dan berjuang demi tegaknya risalah Islam.
Namun, sebagimana dinyatakan di atas, hendaknya kita juga harus objektif dalam
mengapresiasi mereka, karena dalam lintasan sejarahnya, mereka juga tidak
sedikit meninggalkan luka bagi umat Islam. Inilah yang disebut sebagai
“tragedi”. Misalnya penghancuran pusat umat Islam di Sarai Batu oleh Timur
Lang. Namun di lain pihak, jasa dan hasil peradabannya juga harus ditempatkan
pada posisi yang banyak dan proporsional, karean mereka telah berhasil
mengembangkan imperium Islam di kalangan bangsa ‘ajam (non-Arab).
Satu
hal yang patut dicatat, bahwa infiltrasi masuknya Islam di kalangan Mongol,
sama sekali berbeda dengan daerah-daerah taklukan Islam yang lain. Biasanya,
Islam hadir karena adanya pertarungan ideologi, kepentingan ekonomi, dan yang
lebih sering karena adanya konsensus (pertarungan dan perebutan pengaruh)
politik. Berbeda dengan itu semua, masuknya Islam di kalangan Mongol an sich
karena faktor budaya dan kesadaran para pelakunya untuk meyakini Islam sebagai
ajaran tauhid yang dianutnya. Dengan demikian, jarang terlihat pertempuran di
kalangan Mongol yang timbul sebagai implikasi persoalan agama.[2]
Kebanyakan konflik yang terjadi baik di internal mereka, maupun kalangan Mongol
dengan dunia luar karena motivasi pelebaran kekuasaan, dan perebutan pengaruh
di internal keluarga (misalnya perebutan jabatan Khan Agung). Oleh karena itu
dapat dipahami bahwa kesadaran keberagamaan di kalangan Mongol Islam memang
benar-benar atas penjiwaan dan keyakinan yang utuh terhadap ajaran tauhid
tersebut, bahkan tidak jarang mereka berani mempertaruhkan nyawanya demi mempertahankan
keyakinan terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Makalah
ini mencoba untuk membahas tentang Dinasti Timuriah yang didirikan oleh Timur
Lang keturunan dari Dinasti Chaghtai yang masih dalam silsilah Chengis Khan.
B.
Sejarah
Berdirinya Kerajaan Timuriah
Dalam
sejarah Islam, Timuriah menunjuk pada suatu dinasti yang berkuasa di seluruh
daratan Persia dan Asia Tengah pada akhir abad ke-14 sampai abad ke-15. Dinasti
ini dibangun dan diperintah oleh Timur Lang dan keturunannya yang mengaku masih
keturunan Chengis Khan, penguasa tertinggi Kerajaan Mongol Raya. Kehadiran
Dinasti Timuriah mewakili gelombang besar ketiga perpindahan dan penaklukan
suku bangsa Asia Tengah ke jantung dunia Islam. [3]
Timur
Lang merupakan keturunan Mongol yang sudah masuk Islam dimana sisa-sisa
kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Dia berhasil menaklukkan Toghluk
Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian juga melawan Amir Hussain (iparnya
sendiri). Dan dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di
Transoxiana, pelanjut Jagati dan turunan Chengis Khan.[4]
Timur
Lang adalah penguasa terkemuka terakhir Mongolia. Sebagaimana telah disebutkan,
dia datang dari Timur memimpin pasukan dalam jumlah yang
sangat besar dengan melakukan penaklukan demi penaklukan. Tidak ada seorang pun
yang pernah menjumpainya dibiarkannya hidup.
Timur Lang adalah seorang Muslim Syiah yang fanatik. Ia menyadari bahwa
dirinya adalah seorang thaghut yang kejam, senang menumpahkan darah dan kehancuran.
Karena itu, tentaranya menyukai kehancuran total.[5]
Setelah
lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran
akibat serangan bangsa Mongol di bawah Hulaghu Khan, malapateka yang tidak
kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan
bangsa Mongol. Berbeda dari Hulaghu Khan dan keturunannya pada Dinasti Ilkhan,
penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman
masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lang, yang berarti Timur
si Pincang/Lame.[6]
Sang
penakluk ini lahir 9 April 1336 M di kota Kesh (sekarang Khakhrisyabz, “kota
hijau”, Uzbekistan), sebelah selatan Samarkand di Transoxiana dan meninggal di
Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Amir Turghay[7],
kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat
Jaghtai, putera Chengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jaghtai mengembara ke arah
Barat dan menetap di Samarkand. Turghay menjadi gubernur Kesh. Keluarganya
mengaku keturunan Chengis Khan sendiri.
Ahli
sejarah, Sykes, mencatat ayah Timur Lang yaitu Amir Turghay, di tubuhnya
mengalir darah murni Turki.[8]
Dari garis keturunan ibunya, Takhimah, adalah keturunan dari Chengis Khan, maka
dari itu ia juga disebut Dinasti Chaghtai. Lamb menyebut Timur adalah pemimpin
bangsa Tartar, di sini ada dua pendapat Timur dan turunannya dari Turki atau
Tartar. Helda Hukham mengatakan Tamburlaine disebut sebagai orang
Chaghtai-Mongol berdasarkan:
Timur
diresmikan 10 April 1370 M menjadi sebagai penguasa Muslim yang berdaulat di
Asia Tengah, ia mengumumkan dirinya
sebagai keturunan Dinasti Chaghtai dan pelindung serta pelanjut dinasti
tersebut.[9]
SILSILAH DINASTI TIMURIAH[10]
Amir
Turghan Takhima
Katun
(I)
Timur
Lang (Lahir 9
April 1336 M-Wafat 18 Januari 1406 M) (Pendiri
Dinasti Timuriah)
(II) Khalil
Shah (III) Shah
Rukh (VII) Abu Sa’idi Cucu
(1404-1409 M) (1439-1447
M) (1457-1467
M)
(IV)
Ulugh Begh (VII)Sultan Ahmad Umar Shekh Mirza (IX)Sultan Mahmud
1467-1493M
1487-1493M (Penguasa Fargana) 1493-1494M 1467-1493M
(V) Abdul Latif (1449 M)
Zahirudin Babur (1526-1530 M)
(VI) Babur
(1449-1452 M)
Sejak
usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah
terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit
ditunggangi dan memburu binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah
terlihat dalam beberapa peperangan dan menunjukkan kehebatan dan keberanian
yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi,
baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula setelah Jaghtai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri
dari pemerintahan pusat. Timur Lang mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana,
Amir Qazaghan. Ketika Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak
terhadap Tughluq Temur.
Timur Lang berhasil mengalahkan
Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan dalam pertempuran. Ambisi
Timur Lang untuk segera menjadi raja besar segera muncul. Ketika ambisi itulah
ia kemudian berbalik memaklumkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya
sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan
membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu ia memproklamirkan dirinya sebagai
penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Chagatai dan turunan Chengis Khan,
pada 10 April 1370 M. Sepuluh tahun
pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan
sembilan ekspedisi.[11]
Setelah Jata dan Khawarizm dapat
ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah Timur Lang mulai menyusun
rencana untuk mewujudkan ambisinya untuk menjadi penguasa besar, dan berusaha
untuk menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Chengis Khan. Ia
berkata, “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka bumi seharusnya
hanya ada seorang raja.”[12]
- Masa Perkembangan dan Kemajuan Dinasti Timuriah
Pada
tahun 1381 M, Timur Lang menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah
penaklukkan Khurasan, Timur Lang juga menyerang Herat, dan ia juga keluar
sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan
serangan-serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri
seperti Afganistan, Persia dan Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri yang
ditaklukkannnya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar,
Afganistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang
dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000
penduduk. Kepala-kepala dari mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun
menjadi menara. Ia menghancurkan wilayah itu dan menyapu bersih seluruh kota
dean mamaksanya dengan cara tidak berprikemanusiaan. Timur Lang menyerang Rusia
dan memaksa Taktamish, penguasa Golden Horde, untuk menyerahkan daerah
kekuasaan dan melarikan diri ke Eropa. Tentara Taktamish bergabung dengan
tentara Timur Lang, maka sejarah kekuasaan Dinasti Golden Horde selama 150
tahun berakhir.[13]
Dari
sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syiria, dan Anatolia (Turki). Tahun
1393 M ia menghancurkan Dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya
yang masih hidup. Pada tahun itu pula Bagdad dijarahnya, dan setahun kemudian
ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Bagdad itu, Sultan Ahmad Jalair,
melarikan diri ke Syiria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir,
Al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa Dinasti Mamalik yang berkuasa di Mesir ini
adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya.
Utusan-utusan Timur Lang yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian
dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lang.
Mesir sebagaimana pada masa serangan Hulaghu Khan kembali selamat dari serangan
bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang
berada dalam perlindungannya, Timur Lang kemudian melancarkan invasi ke Asia
Kecil menjarah kota-kota, Takrit, Mardin dan Amid. Di Takrit, kota kelahiran
Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala
korban-korbannya.
Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah
Qipchak (Golden Horde), kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama
lebih satu tahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Konon alasan
penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa Muslim di daerah ini terlalu
toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa Muslim
itu memaksankan Islam kepada penduduknya. Di India, Ia membantai lebih dari
80.000 tawanan. Dalam rangka pembangunan masjid di Samarkand, ia membutuhkan
batu-batu besar. Untuk itu 90 ekor gajah dipekerjakan mengangkat batu-batu
besar itu dari Delhi ke Samarkand.
Setelah fondasi masjid dibangun, tahun
1399 M Timur Lang berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu
Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Bagdad yang lari ketika ia menduduki kota itu
sebelumnya, dan memerangi kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam
perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000
tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak
akan tertumpah bila mereka menyerah.
Pada tahun 1401 M ia memasuki daerah
Syiria bagian Utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari
20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta
dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid
berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Horns dan
Ba’labak berturut-turut jatuh ke tangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan
Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus
jatuh ke tangan pasukan Timur Lang pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu,
masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat, tinggal dinding-dindingnya saja
yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang
ahli dibawanya dari Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk
mengeluarkan fatwa membenarkan tindakannya itu. Setelah itu serangan
dilanjutkan ke Bagdad. Ketika Bagdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan
pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas
pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti
kebiasannya ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat
sebagai tanda kemenangan.
Kerajaan Usmani oleh Timur Lang
dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini banyak menguasai
daerah bekas Imperium Chengis Khan dan Hulaghu Khan. Bahkan Sultan Bayazid,
penguasa tertinggi daerah ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasannya
ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lang. Karena itu, Timur Lang
sangat berambisi untuk meluaskan daeah kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah
ditaklukkan oleh Timur Lang. Karena alasan itu, Timur Lang berambisi
mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala tentaranya untuk mengalahkan
Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat antara dua pasukan itu. Timur Lang
keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam
pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M terjadi peperangan yang menentukan di
Ankara. Tentara Usmani kembali menerima kekalahan, sementara Sultan Bayazid
sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam
tawanan. Timur Lang melanjutkan serangannya ke Brossea, ibukota lama Turki, dan
Syiria. Setelah itu ia kembali ke Samarkand untuk melancarkan invasi ke Cina.
Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang
membawanya kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1406 M dalam usia 71 tahun.
Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran.[14]
D.
Hasil-Hasil
Karya Pada Masa Dinasti Timuriah
Sekalipun
ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para
penentangnya, sebagai seorang Muslim Timur Lang tetap memperhatikan
perkembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia adalah seorang yang saleh. Konon, ia
adalah penganut Syiah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsabandiyah. Dalam
perjalanan-perjalanannya ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan
seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syiria
bagian Utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibn Khaldun, yang
diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota Samarkand diperkaya
dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya kota
Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Bagdad dan
Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung,
pekerja-pekerja yang pandai, dan perancang-perancang bangunan dari
negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia meningkatkan
perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang
baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi
pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara rasional dan berjuang
menyebarkan Islam.
E.
Masa
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Timuriah
Setelah
Timur Lang wafat, dua orang anaknya, Muhammad Jahanekir dan Khalil, berperang
memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan
tetapi, ia hidup berfoya-foya dan menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan
ayahnya. Karena itu saudaranya yang lain, Shah Rukh (1405-1447 M), merebut
kekuasaan dari tangannya. Shah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia
seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat ia diganti oleh anaknya,
Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun,
masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya
yang haus kekuasaan, Abdal Latif (1449-1450 M). Raja besar Dinasti Timuriah
yang terakhir adalah Abu Sa’id (1452-1467 M).[15]
Dalam turunan Timur, Abu Sa’id yang paling tinggi dalam memerintah dan mengamalkan
ajaran agama. Periode ini merupakan kejayaan tarekat, maka sufi dan alim
ulamanya banyak berkumpul di istananya. Kedudukan Syakh al-Islam sangat
dibatasi. Ia wafat dalam peperangan (1467 M). Penggantinya Ahmad dan Muhammad,
(kedua puteranya). Puteranya yang lain, Umar Shaikh Mirza menjadi penguasa
Fargana, dan dari Umar inilah melahirkan pendiri Dinasti Mughal di India, yaitu
Babur. Penguasa terakhir dinasti ini , Baykara, cucu Sakh Rukh menguasai
politik dan memindahkan ibukota ke Herat. Periode ini kharisma kerajaan pulih
kembali. Banyak bermunculan tokoh, ilmuwan, penyair, pelukis dan budayawan.
Dengan meninggalnya Baykara, berakhirlah kekuasaan Dinasti Timuriah.[16]
Sepeninggal
Timur Lang, daerah kekuasaan yang tadinya luas menjadi sempit. Selama satu abad
pemerintahan, perluasan wilayah hanya sampai pada batas wilayah Persia saja.
Hal ini dikarenakan para penggantinya hampir semuanya berhasil dalam ilmu
pengetahuan dan budaya, namun kebanyakan mereka sangat lemah dalam urusan
negara. Hanya Shah Rukh 1405-1447 M berhasil dalam adminstrasi penguasa
terakhir, Husein Baykara 1468-1506 M, meskipun berhasil dan dapat mengembalikan
kejayaan Dinasti Timuriah, namun wilayah kekuasaannya hanya bertahan di daerah
Afghanistan (Heart), dan sekitarnya. Akhirnya ia tidak mampu membendung arus
kekuatan Safawi yang muncul awal abad XVI M.[17]
F.
Penutup
Sebagaimana
yang telah diungkap dalam pendahuluan bab ini bahwa infiltrasi masuknya Islam
di kalangan Mongol, sama sekali berbeda dengan daerah-daerah taklukan Islam
yang lain. Biasanya, Islam hadir, karena adanya pertarungan ideologi
kepentingan ekonomi, dan yang lebih sering karena adanya konsensus (pertarungan
dan perebutan pengaruh) politik. Berbeda dengan itu semua, maka masuknya Islam
di kalangan Mongol an sich karena faktor budaya dan kesadaran para pelakunya untuk
meyakini Islam sebagai ajaran tauhid yang dianutnya. Dengan demikian, jarang
terlihat pertempuran di kalangan Mongol yang timbul sebagai implikasi persoalan
agama.[18]
Kebanyakan
konflik yang terjadi baik di kalangan internal mereka, maupun kalangan Mongol
dengan dunia luar adalah disebabkan adanya motivasi pelebaran kekuasaan dan
perebutan pengaruh di internal keluarga (misalnya perebutan jabatan Khan
Agung). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa kesadaran keberagamaan di
kalangan Mongol Islam memang benar-benar atas penjiwaan dan keyakinan yang utuh
akan ajaran tauhid tersebut. Bahkan tidak jarang mereka berani mempertaruhkan
nyawanya demi mempertahankan keyakinan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Hal tersebut terbukti dari perjalanan Dinasti Timuriah dari awal sampai akhir.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Karim, Islam di Asia Tengah: Sejarah Dinasti Mongol Islam. Yogyakarta:
Bagaskara, 2006.
Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam. Jakarta: Akbar, 2007.
Ahmad Syafii Ma’arif, Pesona Islam Mongol: Sebuah Pengantar
Ringkas. Yogyakarta: Bagaskara, 2006.
Ahmed Ashrafuddin, Maddhyajuger Muslim Itihash (1258-1800 M). Dhaka: Cayonika Press.
http://www.cybermq.com/pustaka/detail/147/serangan-serangan-timur-lenk-masa-kemunduran.
Didownload pada 29 Oktober 2009.
P.K.
Sykes, A Histoty of Persia. London:
Cambridge University Press, 1921.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam.
Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.
[1]
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Pesona
Islam Mongol: Sebuah Pengantar Ringkas (Yogyakarta: Bagaskara, 2006), hal.
V.
[2] Ibid.
[3] Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992). hal. 155.
[4] http:// www.cybermq.com/pustaka/detail/147/serangan-serangan-timur-lenk-masa-kemunduran.
Didownload pada 29 Oktober 2009.
[5] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar, 2007),
hal. 326-327.
[6]
Sykes, A History, hal.
119-121. Bagaiman Timur menjadi Lang ada berbeda informasi. Ahmed mencatat ada
dongeng seorang darwesh (sufi/sakti:
Persi) dari Transoxiana meramalkan bahwa Timur bakal akan menjadi seorang besar, kuat dan terkenal sebagai penghancur
peradaban dan pembunuh massal. Maka darwesh
tersebut memukulnya dengan tongkat, menyebabkan Timur Lang selama-lamanya. Ibn Arabshah, Tajuk e-Timuri: Saat Timur mencuri domba, pemilik domba menyerang
dan memukulnya menyebabkan ia menjadi Lang
selamanya. Kuburan Timur digali lagi (1941) oleh para ahli fosil Rusia, dibawa
ke Moscow dan menghasilkan: ia terkena pukulan/tekanan berat maka satu kaki dan
tangannya menjadi lumpuh. Mereka menyimpulkan, mungkin Timur sejak bayi sudah
lumpuh atau karena tekanan benda keras atau pukulan keras ia lang untuk selamnya. Sementara Abdul
Karim, Islam di Asia Tengah
menyatakan bahwa perang di Sijistan membuatnya lumpuh. Ini didukung oleh ahli
sejarah modern baik Timur maupun Barat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa di
masa kecil, Timur menghabiskan waktunya untuk menggembala kambing, dan julukan Lang di belakang namanya yang berarti
pincang diberikan karena cacat pada salah satu kakinya akibat luka yang
diderita ketika mencuri kambing. (Lihat. Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, PT. Ichitiar Baru Van Hoeve, hal. 156).
[7] Nama lain: Taimur, Timurlane,
Timurlong, Tamberlane, Tamarlane, dan lain-lain. Predikat Lang, para ahli
menemukan informasi bervariasi. Ia sendiri tidak memakai gelar kerajaan.
Sejarawan Asia menyebut: Amir Taimur
Gurgan.
[8]
P.K. Sykes. A History of Persia
(London: Cambridge University Press, 1921), hal. 119-121.
[9]
Ahmed Ashfaruddin, Maddhyajuger Muslim
Itihash (1258-1800 M). Dhaka:Cayonika Press, hal. 99.
[10] Abdul Karim, Islam Di Asia Tengah: Sejarah Dinasti
Mongol-Islam (Yogyakarta: Bagaskara, 2006) hal. 52.
[11]
Ibid. hal. 56.
[12]
Ibid. hal. 57.
[13] Ibid.
[14] Ibid. Hal. 58.
[15]
Pada masa ini kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas
itu diperebutkan oleh dua suku yang baru muncul ke permukaan, Kara Konyulu
(domba hitam) dan Aka Konyulu (domba putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika
bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Aka Konyulu.
[16] Abdul Karim, Op.cit. hal. 59.
[17] Ibid. hal. 60.
[18] Ibid. hal.
vi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar