1. PENDAHULUAN
Arab,
dahulunya didiami oleh satu bangsa saja, bahasanya pun satu pula, yaitu bahasa
Saam. Oleh sebab itu maka bangsa Arab itu dihitung satu asal dengan bangsa
Ibrahim, Siriani, Asyur dan Kaldan. Cuman menjadi pertikaian diantara ahli –
ahli Ilmu asal usul keturunan dan Ilmu menyelidiki bentuk tubuh manusia (Biologi
dan Antropologi ), tentang tempat diam
bangsa Saam yang asal. Didalam kitab Taurat tersebut bahwasanya tempat tinggal bangsa manusia yang
mula – mula ialah diantara dua sungai besar Furat dan Dajlah ( Tigris ), dari
sana dia terpecah – pecah kemana – mana. Dari bangsa Saam itu terpecahlah
menjadi bangsa Asyur dan bangsa Babil dinegeri Irak, dan menjadi bangsa Aram
dinegeri Syam, dan menjadi bangsa Punisia dipantai Suriah, menjadi bangsa
Ibrani dinegeri Palestina dan menjadi bangsa Arab disemenanjung tanah Arab, dan
menjadi bangsa Ethiopia dinegeri Habsyi.
Jarji
Zaidan, ahli penyelidik yang masyhur berkata : Salet
dan Rebber berkata, bahwa asal – usul kediaman bangsa Saam itu ditanah
Habsyi. Tetapi segolongan yang lain lagi dikepalai oleh Sprenger, Serider,
Robertson dan Wankler berkata bahwa asal – usul kediaman bangsa Saam
itu ialah disemenanjung tanah Arab sendiri. Dari sanalah kelak kemudiannya
bangsa itu terpencar keseluruh muka bumi.[1]
Dalam
makalah ini penulis akan membahas mengenai keadaan Dunia Arab Menjelang
Kelahiran Islam yang meliputi : keadaan Geografis, Tradisi / budaya masyarakat,
Aspek ekonomi, Aspek Agama dan Kepercayaan serta aspek pendidikannya.
2.
PEMBAHASAN
2.1 Dunia
Arab Menjelang Kelahiran Islam
A.
Keadaan
geografis
Jazirah arab
menjelang kelahiran Islam diapit oleh dua kerajaan besar yaitu Romawi Timur di
sebelah barat sampai ke laut Adriatik dan Persia di sebelah timur sampai ke
sungai Dijlah. Kedua kerajaan besar itu disebut hegemoni di wilayah sekitar
Timur Tengah. Sebenarnya Jazirah Arab bebas dari pengaruh kedua kerajaan
tersebut, kecuali daerah-daerah subur seperti: Yaman dan daerah-daerah sekitar
teluk Persia. Wilayah jazirah arab di teluk Persia termaksud daerah kekuasaan
kerajaan Persia. Dengan demikian daerah hijau bebas dari pengaruh-pengaruh politik
dan budaya dari luar. Islam yang dasar-dasarnya diletakkan oleh Nabi Saw di
Mekkah dan di Madinah adalah agama yang murni, tidak dipengaruhi baik oleh
perkembangan agama-agama yang ada di sekitarnya maupun kekuasaan politik yang
meliputinya.[2]
Jazirah
dalam bahasa Arab berarti pulau. Jadi “Jazirah Arab” berarti “pulau Arab”.
Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu dengan “Shibhul Jazirah” yang
dalam bahasa Indonesia berarti “Semenanjung”. Dilihat dari peta, Jazirah Arab
berbentuk persegi panjang yang sisi-sisinya tidak sejajar.
Batasan-batasan alam yang membatasi Jazirah Arab adalah :
a. - Di bagian
barat:berbatasan dengan Laut Merah.
b. - Di bagian
timur:berbatasan dengan Teluk Arab.
c. - Di bagian
utara:berbatasan dengan Gurun Irak dan Gurun Syam.
d. - Di bagian
selatan:berbatasan dengan Samudra Hindia.
Jazirah Arab
terbagi atas dua bahagian yaitu bagian tengah dan bagian tepi. Setiap bagian
memiliki bentangan alam tersendiri. Bagian tengah terdiri dari daerah
pegunungan yang amat jarang dituruni hujan. Di bagian tengah inilah orang Badui
tinggal. Bagian tengah dari Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian yang lebih
kecil yaitu: Bagian utara yang disebut Najed dan bagian selatan yang disebut
Al-Ahqaf. Bagian selatan penduduknya amat sedikit. Karenanya bagian ini disebut
Ar-Rab'ul Khali (tempat yang sunyi). Jazirah Arab bagian tepi merupakan sebuah
pita kecil yang melingkari Jazirah Arab. Pada bagian tepi ini, hujan yang turun
cukup teratur. Bagian tepi inilah yang didiami oleh orang atau penduduk kota.
Sedangkan ahli –ahli ilmu purba membagia Jazirah Arab menjadi tiga bagian :
1. Arab
Petrix, yaitu daerah-daerah yang terletek di sebelah barat daya lembah Syam.
2. Arab
Deserta, yaitu daerah Syam sendiri.
3. Arab Felix, yaitu negeri Yaman
yang terkenal dengan sebutan “Bumi Hijau”.[3]
B. Tradisi / budaya
Masyarakat Pra Islam
Bangsa Arab
sebelum islam memiliki kebaikan - kebaikan alamiah tertentu membuat mereka
menonjol di dunia semasa mereka,. Mereka memiliki kepandaian berbicara dan
keterampilan menggunakan bahasa yang tidak ada taranya. Mereka menganggap
kebebasan dan kehormatan berada diatas segalanya. Mereka merupakan penunggang –
penunggang kuda yang hebat. Tetapi pengasingan diri selama berabad – abad di
jajirah itu dan desakan tak wajar pada agama nenek moyang mereka, mengakibatkan
merosotnya kesehatan moral dan agama mereka, dngan demikian maka berdasarkan
sejarah tradisi dan budaya bangsa Arab sebelum islam dapat dibagi menjadi dua :
1.
Kebiasaan –
kebiasaan suku arab yang baik atau terpuji antara lain
-
Tabah ,
sifat ini dimiliki oleh bangsa arab karena mereka harus menghadapi berbagai
kesulitan hidup terutama didaerah padang pasir. Mereka hidup dalam suhu udara
yang amat panas dalam keadaan kurang air, kurang makanan dan kurang sumber
penghidupan.
-
Berani, sifat ini dimiliki oleh mereka, karena harus
menghadapi berbagai gangguan dari kabilah lain. Mereka berani berjalan di
padang pasir walaupun seorang diri, berani menghadapi berbagai kemungkinan.
Temannya ialah pedangnya yang selalu tersandang dipinggangnya.
-
Setia dan suka menolong, sifat ini
sangat diperlukan setiap anggota kabilah. Mereka hidup menggantungkan diri pada
kabilahnya. Mereka setia memenuhi janji dan membela sahabatnya. Mereka juga
suka menolong atau memberi jamuan makan bagi orang lain yang tidak
memusuhinyana . Malahan ada kabilah yang tujuan ke medan perang karena membela
suatu kabilah lain yang teraniaya.
-
Pemurah dan suka menerima tamu, Ada
riwayat yang menyebutkan bahwa seorang kaya bernama Harim Ibnu Sinan
mengeluarkan biaya besar dalam usahanya mendamaikan Kabilah Abas dan Zuban yang
terlihat dalam peperangan yang berkepanjangan yang disebut perang Dahis dan
Ghabra. Demikian juga mereka senang menerima tamu serta menjamunya dan menjaga
keamanannya.[4]
2. Kebiasaan –
kebiasaan Suku Arab yang tercela
-
Mudah terjun kedalam kencah perang
Sifat ini
terdapat pada bangsa Arab terutama pada suku – suku yang berdiam yang berdiam
didaerah padang pasir. Mereka hidup dalam kabilah masing – masing. Mereka
bergantung pada kabilah mereka sendiri, dalam keadaan kurang air dan sumber
kehidupan yang lain, ditambah lagi oleh udara yang panas dan alam yang tandus.
Kalau hak mereka dilanggar oleh kabilah lain, dengan mudah mereka bangkit dan
membalas dan mengambil tindakan yang setimpal atau lebih keras.
-
Fanatik suku
Fanatik suku kuat sekali, cakrawala kehidupan sangat
dibatasi dengan konsep – konsep peraturan kesukuan yang sempit. Sebuah
pribahasa dilingkungan mereka berbunyi : “ Berpikirlah pada saudara – saudara
anda sekalian ia menjadi penindas atau yang tertindas “ ; dan mereka benar –
benar setia pada pribahasa itu.
Setiap orang menganggap dirinya berasal dari keturunan
yang paling mulia.beberapa keluarga merasa turun derajatnya bila ikut berkumpul
dengan keluarga lain, bahkan dalam jama`ah keagamaan sekalipun. Kaum Quraisy
misalnya, mereka menjauhkan diri dari jama`ah Haji yang lain selama upacara
haji tertentu. Mereka mengambil alih pimpinan dalam melakukan upacara di padang
“ Arafah “[5],
agar mereka terhindar dari hubungan dengan jama`ah – jama`ah haji yang lain. [6]
mereka menganggap bahwa disana terdapat kelas majikan, kelas pekerja, kelas
masyarakat biasa dan masyarakat gelandangan.[7]
C. Aspek
Ekonomi
Banu Quraisy adalah anak keturunan Fihr dengan gelar
Quraisy. Quraisy dalam bahasa arab lama
berarti pedagang. Maka tidaklah mengherankan jika anak keturunan Fihr dikenal
dengan nama Banu Quraisy pada umumnnya adalah pedagang yang terampil.[8]
Demikian
juga telah disinggung di atas bahwa
sebagian besar daerah Arab adalah daerah gersang dan tandus, kecuali daerah
Yaman yang terkenal subur dan bahwa ia terletak di daerah strategis sebagai
lalu lintas perdagangan. Ia terletak di tengah-tengah dunia dan jalur-jalur
perdagangan dunia, terutama jalur-jalur yang menghubungkan Timur Jauh dan India
dengan Timur Tengah melalui jalur darat yaitu dengan jalur melalui Asia Tengah
ke Iran, Irak lalu ke laut tengah, sedangkan melalui jalur laut yaitu dengan jalur
Melayu dan sekitar India ke teluk Arab atau sekitar Jazirah ke laut merah atau
Yaman yang berakhir di Syam atau Mesir. Oleh karena itu, perdagangan merupakan
andalan bagi kehidupan perekonomian bagi mayoritas negara-negara di
daerah-daerah ini.
Ditambah
lagi dengan kenyataan luasnya daerah di tengah Jazirah Arab, bengisnya alam,
sulitnya transportasi, dan merajalelanya badui yang merupakan faktor-faktor
penghalang bagi terbentuknya sebuah negara kesatuan dan menggagalkan tatanan
politik yang benar. Mereka tidak mungkin menetap. Mereka hanya bisa loyal ke
kabilahnya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk ke sebuah kekuatan
politik di luar kabilahnya yang menjadikan mereka tidak mengenal konsep negara.
Kondisi semacam ini sangat mempengaruhi corak perekonomian orang Arab pra-Islam
yang sangat bergantung pada perdagangan daripada peternakan apalagi pertanian.
Mereka dikenal sebagai pengembara dan pedagang tangguh. Mereka juga sudah
mengetahui jalan-jalan yang bisa dilalui untuk bepergian jauh ke negeri-negeri
tetangga.
Adalah
Hāshim (lahir 464 M), kakek buyut Nabi, yang pertamakali membudayakan bepergian
bagi suku Quraysh pada musim dingin ke Yaman dan ke Ḥabashah ke Negus dan pada
musim panas ke Syam dan ke Gaza dan barangkali hingga sampai di Ankara lalu
menemui kaisar. Ini merupakan perdangan lintas negara yang biasa mereka
lakukan. Mereka juga bisa menjalin hubungan perdagangan dengan dua kekuatan
politik yang saling bertentangan, yaitu Bizantium dan Persia tanpa memihak ke
salah satu di antara keduanya. Oleh karena itu, peradaban mereka dipengaruhi
oleh aktivitas perdagangan dalam arti bahwa mereka berinteraksi dengan
masyarakat-masyarakat seberang dan semakin menjauh dari pola badui.[9]
Komoditas
dalam perdagangan kuno adalah rempah – rempah, gaharu, dan tumbuhan beraroma
untuk penyedap masakan. Dan juga berbagai produk langka dan bernilai tinggi,
seperti mutiara dari teluk persia, bunbu masak, kain dan pedang dari India,
sutra dari cina, budak, monyet, gading, emas, bulu burung unta dari Etopia.[10]
D. Aspek
Politik
Sebelum kelahiran Islam, ada tiga kekuatan
politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya dengan Arab; yaitu
kekaisaran Nasrani Byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster,
serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.
Setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik
jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adi kuasa saat itu, yaitu
kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara yahudi, beragam sekte
dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.
Tradisi
kehidupan gurun yang keras serta perang antar suku yang acap kali terjadi ini
nantinya banyak berkaitan dalam penyebaran ide-ide Islami dalam al-Qur’an,
seperti ”jihad”, ”sabar”, ”persaudaraan” (ukhuwwah), persamaan, dan yang
berkaitan dengan semua itu.
Pada masa
sebelum islam yamg diajarkan disebar luaskan ke bangsa Arab oleh Rasulullah
Saw, orang arab sering kali terjali peperangan antar suku di antaranya dikenal
dengan perang Fujjar karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama
perang antara suku Kinanah dan Hawazan, kemuadian Quraisy dan Hawazan serta
Kinanah dan Hawazan lagi. Dan peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul
diutus.[11]
E. Aspek Agama
dan Kepercayaan
Pada zaman
jahiliyah, kebanyakan bangsa Arab adalah pemuja berhala ( Warsani ). Ada
sebagian mereka yang menganut agama Yahudi dan Nasrani.
Agama Yahudi
dan Nasrani berkembang dibeberapa bagian jazirah Arab. Beberapa tempat disana
mendapat pengaruh agama Yahudi. Yang terkenal ialah kota “ Yatsrib “ yang
kemudian dinamakan kota Madinah. Begitu pula agama Yahudi tersiar dari negeri
Yaman pada awal abad VI Masehi.
Agama
Nasrani tersiar diwilayah kerajaan Manaziarah di Hirah ( Perbatasan Utara
Zajirah Arab dengan Irak ) dan dikerajaan Ghassinah ( Perbatasan Utara jazirah
Arab dengan Siria ). Agama Nasrani ini juga berkembang di negeri Yaman dan
menjadi saingan bagi agama Yahudi. Pusat agama Nasrani di Yaman ialah kota
Najran.
Telah
diketahui bahwa kebanyakan bangsa Arab adalah penyembah berhala (Watsani ).
Tetapi mereka dahulunya adalah penganut agama yang dibawa oleh nabi Ibrahim as,
yang berarti mereka telah menganut Tauhid, yang beriman kepada Tuhan Yang Maha
Esa (Monoteisme). Kemudian, beberapa waktu kemudian karena pengaruh dan usaha
beberapa kalangan yang memutar balik, mengubah mereka menambah dan mengurangi
ajaran Nabi Ibrahim dan putranya Ismail, mereka berpindahkepada kepercayaan
berhala (Watsaniyah). Dengan demiikian didirikanlah berhala – berhala atau
patung – patung diberbagai tempat di jazirah Arab..
Walaupun
demikian, bangsa Arab tetap memuliakan ka`bah dan kota Makkah. Mereka tiap
tahun berkunjung ke Makkah untuk melaksanakan Ibadah. Juga berhala – berhala
mereka itu, ditempatkan didekat ka`bah, untuk mereka puja. Tiap kabilah
memiliki berhala yang masing – masing diitempatkan didekat ka`bah itu. Dengan
demikian jelaslah betapa sudah bercampur aduknya ajaran Nabi Ibrahimdengan
kepercayaan Watsaniyah.
Diantara
berhala – berhala terpenting yang disembah oleh bangsa Arab, ialah berhala
yangbernama “ Hubal “ yang dibuat dari batu akik berwarna merah. Hubal ini
berbentuk manusia, yang dianggap sebagai dewa mereka yang terbesar. Ia
diletakkan di ka`bah. Disamping itu banyak lagi berhala – berhala diantanya
yang terpenting ialah :
1.
Al Lata, tempatnya di Thaif. Menurut
kabilah Tsaqof ( Penduduk Thaif ) Al Lata ini adalah berhala yang paling tua.
2.
Al Uzza, tempatnya di hijaz. Kedudukannya
setingkat dibawah Hubal.
3.
Manah, temppatnya didekat kota
Yatsib. Manah ini dimuliakan oleh penduduk Yatsrib.
Selanjutnya baik pula diketahui
bahwa menurut bangsa Arab, mereka ini menyeembah berhala itu adalah sebagai
perantara kepada Tuhan. Jadi pada hakekatnya bukanlah berhala – berhala itu
yang mereka sembah seperti disebutkan
dalam Al – Qur`an. Firman Allah :
Artinya : “ Kami tiada menyembah berhala – berhala itu, hanya agar
berhala – berhala itu mendekatkan kami kepada Allah sedekat – dekatnya “ ( Q.S
Azzumar, 3 )
Untuk mendekatkan diri
kepada dewa – dewa itu, bangsa Arab kadang – kadang menyyajikan korban – korban
berupa ternak. Bahkan pada suatu ketika mereka pernah pula mempersembahkan
manusia sebagai korban untuk dewa – dewa.
Selain menyembah berbagai
berhala, bangsa Arab Jahiliyah juga menyyembah dan menuhankan malaikat, jin,
harta, dan binatang.
Bangsa Arab pada zaman Jahiliyah itu
biasa bertenung, yaitu menanya nasib baik dan buruk kepada dewa – dewa.
Bilamana seorang diantara mereka akan me lakukan sesuatu pekerjaan yang
penting, pergilah ia ke ka`bah. Di sana ia bertenung dan menanyakan pendapat
dewa – dewa terhadap pekerjaan yang akan dikerjakannya. Yang menjadi juru
tenungnya ialah penjaga – penjaga ka`bah. Kalau hasil tenungannyamenuunjukkan
baik, barulah dia mengerjakannya. Tetapi kalau sebaiknya dia tidak jadi
mmelakukannya.[12]
F. Aspek
Pendidikan
Dalam aspek pendidikan di jazirah Arab sebelum datang Islam amat sangat
memprihatinkan dimana pada masa itu dinamakan jaman jahiliyah yang maknanya (
bodoh ) , sebagaimana dijelaskan bahwa dunia disaat datangnya nabi, laksana
rumah yang ditimpa gempa bumi yang dahsyat. Segala yang ada didalamnya menjadi
berantakan, disana – sini terjadi tumpukan puing – puing, sementara tempat –
tempat yang besar telah kehilangan segalanya menjadi gersang.
Dalam kebingungan ini manusia telah melupakan dirinya sendiri. Ia telah
kehilangan kehormatan diri, sehingga tanpa merasa malu, ia telah menghambakan
diri dihadapan batu, kayu dan air -
dihadapan semua wujud yang tak berdaya. Bahkan ia tidak dapat memahami
kebenaran sehari – hari yang sederhana. Pikirannya telah buntu. Ia telah
menjadi begitu kebingungan dan pikirannya telah demikian sesat, sehingga tidak
dapat membedakan mana yang benar dari yang tidak benar dan bahkan membantah hal
– hal yang jelas – jelas benar dan hak.
Kejahatan sendiri dipandang sebagai kebajikan. Serigala – serigala,
demikian dalam pribahasa , digunakan untuk menjaga biri – biri ; kaum agresor
disyahkan bertindak sebagai juru damai. Yang berdosa dan yang jahat hidup dalam
kesenangan dan ketenangan, dunia menjadi milik mereka, sementara yang
benar dan yang jujur keadaannya melarat dan menderita. Kelicikan dan kebohongan
dipandang sebagai kebijaksanaan dan perhitungan yang matang, sedangkan
kebijaksanaan dipandang sebagai kebodohan.
Nilai – nilai yang diberikan Allah kepada manusia telah disalah gunakan
dengan sembarangan. Keberanian dan kekuatan telah menjadi alat kekejaman dan
penindasan, dan foya – foya berarti kemurahan hati, kesombongan dipandang
sebagai kehormatan diri dan kelicikan dianggap sebagai kebijaksanaan. Tujuan
satu – satunya dari kecerdasan ialah merencanakan kejahatan – kejahatan dan
menciptakan cara – cara pesta pora baru yang seram dan pemborosan yang kasar.[13]
Kitab suci Al Qur`an menyatakan :
“Sebuah kitab yang
kami turunkan kepadamu, agar engkau mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang dengan tuhan mereka kejalan (Dia), yang Maha Perkasa, lagi
Maha Terpuji.” (Al – Qur`an, XIV : 1)
3. Penutup
Jazirah arab
atau Pulau Arab adalah satu semenanjung yang terletak disebelah barat daya
Asia. Semenanjung ini dinamakan dengan jazirah karena tiga sisinya berbatasan
dengan air, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Teluk Oman Persi (Teluk
Arab), disebelah selatan berbatasan dengan lautan India, disebelah barat
berbatasan dengan Laut Merah. Hanya disebelah utara Jazirah ini berbatasan
dengan daratan atau padang pasirIrak dan Syiria.
Secara
geograpis, Jazirah Arab merupakan padang pasir luas, yaitu hampir lima per enam
daerahnya terdiri dari padang pasir, dan bergunung batu. Ditinjau dari
iklimnya, negeri Arab adalah salah satu negeri – negeri terkering dan terpanas
diatas muka bumi. Walaupun negeri ini berbatasan dengan laut disebelah timur
dan barat, namun di daerah perairannya masih terlampau kecil untuk mengimbangi
keadaan udara yang bertiup dari daratan Afrika dan asia yang tak berhujan.
Sudah
menjadi kebiasaan bagi orang – orang Arab pra Islam, berperilaku yang tidak
bermoral sehingga perbuatan mabuk – mabukan, perjudian , riba dan perampasan
telah menjadi kebiasaan sehari – hari. Anak – anak perempuan yang baru lahir
dibunuh. Kekayaan Tuhan menjadi kotoran telapak tangan raja, dan manusia
menjadi budak – budak mereka.
DAFTAR
BACAAN
A. Syalabi
, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terj. Muctar Yahya, ( Jakarta : Dyaja Murni
, Jilid 1,1970)
Ali Mufrodi, Islam di kawasan Kebudayaan
Arab, ( Jakarta : Logos ), 1997
Departemen Agama RI, Al – Qur`an dan
Terjemahannya, ( Semarang: Asy – Syifa` 1998 )
Fadli SJ, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam
Lintasan Sejarah ( Malang, UIN Malang Press, 2008 )
Hamka, Sejarah Umat Islam (
Jakarta: PT Bulan Bintang,1986)
http://
hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html
Nawawi Abdul Hasan Ali , Islam dan
Dunia ( Bandung: Angkasa Bandung ,1987)
Sulaiman D. Abd. Muthalib , Sejarah Kebudayaan Islam ( Dirjen
Pemb, kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1989)
[1] Hamka, Sejarah
Umat Islam ( Jakarta: PT Bulan Bintang , 1986), h.27
[2] A. Syalabi , Sejarah dan Kebudayaan Islam,
Terj. Muctar Yahya( Jakarta : Dyaja Murni , Jilid 1, 1970), h.22.
[3]
http://
hitsuke.blogspot.com/2009/05/kondisi-masyarakat-arab-pada-masa-pra.html
[4] D.
Abd. Muthalib Sulaiman, Sejarah Kebudayaan Islam ( Dirjen Pemb: kelembagaan
Agama Islam dan Universitas Terbuka , 1989 ), h.189.
[5]
Nama tempat, sekitar duabelas mil dari
Makkah, dimana para jamaah haji harus bermukim sebentar dalam melaksanan haji.
[6] Qur`an , II : 199
[7] Abdul Hasan Ali Nadwi, Islam dan Dunia
( Bandung: Angkasa Bandung , 1987 ), h.20.
[8] Fadli SJ. Pasang Surut Pperadaban Islam Dalam Lintasan Sejarah (
Malang: UIN Malang Press 2008), h.54.
[10]
Philip K.Hitti, Histori Of The Arabs (New York,Palagrave Macmilllan,
edisi 10:2002) h61
[11] Ibid.
[12] D.Abd Mutholib Sulaiman, Sejarah
Kebudayaan Islam ( Dirjen Pemb: Kelembagaan Agama Islam dan Universitas
Terbuka , 1998 ), h . 92 -93.
[13] Abdul Hasan Ali Nadwi, Islam dan Dunia terj. Drs. Adang Afandi ( Bandung : Angkasa
bandung , 1987 ), h. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar