A.
Pendahuluan
Di
penghujung abad ke-20 ini, dalam ilmu-ilmu sosial, disemaraki oleh dua buku:
pertama dari Francis Fukuyama, The End of
History and the Last Man (1992), dan kedua dari Samuel P. Huntington, The Clash of Civilization and the Remaking
of World Order (1996). Kedua buku tersebut oleh para sarjana sosial di
sebagian besar dunia memang telah ditempatkan sebagai buku terpenting untuk
memahami kondisi global setelah usai Perang Dingin.[1]
Karya monumental Francis Fukuyama mengartikulasikan sebuah
paradigma yang diawali dengan pembahasan bahwasanya di abad 21 ini terutama
pasca Perang Dingin, telah menjamur ‘perdamaian’ di seluruh dunia. Berakhirnya
masa berlaku ideologi lain, baik yang Moderat dan Kiri di panggung
internasional, dengan mudahnya disimplifikasikan sebagai ‘Kemenangan’ ideologi
Barat. Begitupun dalam ekonomi, komoditi yang semakin meluas, baik ragam produk
(terutama fashion, dan teknologi informasi), geografis (pemasaran) maupun level
pembeli (konsumen) juga dimasukkan sebagai pembenar finalnya peradaban manusia.
Semakin menyatunya dunia, semakin homogennya sistem
pemerintahan, semakin satunya pola pikir manusia, yang sebenarnya banyak sekali
dibahas dalam studi globalisasi, dijadikan satu asumsi bahwa manusia mulai meyakini satu saja sistem
kehidupan, yaitu demokrasi liberal ala Barat (Anglo-Saxon). Akhir sejarah
setidaknya dijumpai pada tiga titik nadir, yaitu berakhirnya evolusi ideologi
manusia, universalisasi demokrasi liberal ala Barat, dan bentuk final
pemerintahan ‘manusia’.
Self-confidence
Fukuyama banyak berdasarkan filosofinya sendiri tentang manusia, alam dan
kehidupan. Setidaknya ini harus ia meliki ketika ia meyeret Hegel dan Kojeve,
serta tentu saja Marx dalam tulisannya. Memang Hegel telah menyatakan bahwa
sejarah telah berakhir, pasca Perang Jena. Manusia dipikirkan telah mengalami
serangkaian kemajuan, mulai dari tahap primitif, tribal, perbudakan, teokratik,
dan akhirnya masyarakat domokrasi-egaliter. Manusia bagi Fukuyama merupakan
produk dari sejarahnya yang konkret dan lingkungan sosialnya, dan bukan dari
sebuah koleksi atribusi yang ’natural’. Keunggulan beserta transformasi
lingkungan natural manusia didapatkan melalui pengaplikasian ilmu dan
teknologi. Di sinilah
diambil notion, bahwa history (some day)
culminated in an absolute moment-a moment in which a final, rational form of
society and state became victorious.[2]
B. The End of History
- Biografi Francis Fukuyama
Francis
Fukuyama dilahirkan pada 27 Oktober 1952 di Hyde Park di daerah Chicago.
Ayahnya bernama Yoshio Fukuyama, seorang keturunan kedua dari pernikahan
pasangan Jepang-Amerika. Yoshio Fukuyama aktif sebagai menteri dalam Gereja Jamaat
dan menerima gelar doktor di bidang Sosiologi dari Universitas Chicago. Ibu
Francis Fukuyama bernama Toshiko Kawata Fukuyama lahir di Kyoto, Jepang,
merupakan puteri dari Shiro Kawata. Shiro Kawata adalah seorang pendiri
Fakultas Ekonomi pada Universitas Kyoto dan presiden pertama Universitas Osaka
City di Osaka.[3]
Masa kecil Fukuyama
dihabiskan di New York. Pada tahun 1967 keluarga Fukuyama
pindah ke State
College di Pennysilvania, dimana dia menempuh pendidikan
sekolah menengah atas. Hemat penulis, perpindahan Yoshio Fukuyama dan keluarga
ke State College
dikarenakan profesi Yoshio Fukuyama adalah sebagai seorang doktor bidang
Sosiologi dari Universitas Chicago. Perpindahan tersebut memungkinkan Francis
Fukuyama yang pada saat itu sedang berada menempuh sekolah menengah atas ikut
pindah bersama orang tuanya, Yoshio Fukuyama.
Fukuyama menerima gelar Bachelor of Arts di
bidang klasik dari Cornell University,
dimana ia belajar filsafat politik di bawah bimbingan Allan Bloom. Dia meraih
gelar Ph.D dalam bidang pemerintahan dari Harvard University.
Ketika belajar filsafat politik, Fukuyama
berguru langsung dengan Samuel P. Huntington dan Harvey C. Mansfield.[4]
Fukuyama dikenal sebagai
penulis populer dari bukunya The End of History and the Last Man.
Dalam buku ini ia berargumen bahwa kemajuan dari sejarah manusia adalah sebagai
perjuangan antara ideologi yang secara luas berada pada tahap terakhir dengan
dunia yang tertuju pada demokrasi liberal yang setelah akhir perang dingin dan
runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989. Fukuyama telah meramalkan kemenangan global dari liberalisme
ekonomi dan politik.[5]
Tulisan Fukuyama lainnya
adalah Trust: The Social Virtues and the
Creation of Prosperity (1995), The
Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order (1999),
Our Posthuman Future: Consequences of the
Biotechnology Revolution (2002), State-Building:
Governance and World Order in the 21st Century (2004), dan America at the Crossroads: Democracy, Power,
and the Neoconservative Legacy (2006).
Aktivitas Fukuyama dimulai
dengan bergabung pada Departemen Ilmu Politik pada RAND Corporation pada tiga periode, yaitu sejak 1979-1980, kemudian
berlanjut dari tahun 1983 hingga 1989, dan akhirnya pada tahun 1995-1996. Pada
tahun 1981-1982 Fukuyama menjadi anggota Staf Perencanaan Kebijakan di
Departemen Amerika Serikat, sekaligus juga merupakan kali pertamanya sebagai anggota
tetap ahli bidang Timur Tengah. Setelah itu ia menjabat sebagai Wakil Direktur Bidang
Politik-Militer. Pada tahun 1981-1982 Fukuyama menjadi anggota delegasi Amerika Serikat
terhadap Mesir-Israel yang berbicara tentang otonomi rakyat Palestina.[6] Saat ini Fukuyama
menjabat sebagai guru besar sekaligus direktur pada Universitas Johns Hopkins
yang terletak di Washington DC. Ia merupakan seorang guru besar dalam bidang Ekonomi
Politik Internasional.
- Pemikiran Sejarah Francis Fukuyama
Tesis
Fukuyama yang pertama kali muncul dalam artikel The End of History di Jurnal The
National Interest No. 16 Musim Panas 1989 dengan mengambil dasar filosofi
Hegelian, menegaskan bahwa kondisi global
setelah Perang Dingin menunjukkan kemenangan sistem politik demokrasi liberal
komunisme di mana setiap negara di dunia mau tidak mau akan mengikuti sistem
politik tersebut. Jelasnya komunisme sebagai rival dari demokrasi liberal telah
kalah dan runtuh sehingga tidak bisa berbuat apa-apa. [7]
Pada
akhirnya menurut Fukuyama, setelah komunisme yang selama ini dikomandoi oleh
Uni Sovyet runtuh, sejarah mencatat bahwa bagaimanapun demokrasi muncul sebagai
pemenang. Dari paradigma filsafat, tentu saja hal ini menunjukkan kemenangan
sejarah idealisme daripada sejarah materialisme. Filsafat idealisme Hegel
sendiri selama ini bisa tumbuh subur berkat jasa filsuf bernama Alexandre
Kojeve di Prancis, yang cukup fenomenal mempengaruhi para filsuf Prancis
kontemporer seperti Jean-Paul Sartre di sayap Kiri dan Raymon Aron di sayap
Kanan. Lalu mempengaruhi Fukuyama di Amerika Serikat.[8]
Dalam
artikelnya itu, Fukuyama dengan penuh percaya diri mengemukakan bahwa pasca
Perang Dingin usai, maka kapitalisme dan demokrasi liberal menjadi puncak dan
akhir peradaban dunia. Sesungguhnya ia sangat dipengaruhi oleh filsafat sejarah
Hegel. Georg Wilhelm Friedrich Hegel semasa hidupnya percaya bahwa sejarah
telah berakhir pada masa kejayaan Prussia. Hegel sangat menekankan pemahaman
sejarah sebagai suatu proses dialektika yang terus berputar. Dengan mengadopsi
pandangan filsafat sejarah Hegel, Fukuyama memaknai sejarah as the dialectical processes and not the
occurance of events. Kemudian berangkat dari pemahaman ini pula ia
memberikan penegasan bahwa akir sejarah bukan berarti siklus alam seperti
kelahiran, kehidupan dan kematian akan berakhir, atau bahkan peristiwa-peristiwa
penting tidak akan lagi terjadi.[9]
Namun
ternyata dialektika masih terus berjalan dengan munculnya Komunisme yang
justeru merupakan sebuah bentuk penyelewengan dari filsafat idealisme Hegel
sendiri mejadi sejarah materialisme yang dihembuskan oleh muridnya, Karl Marx.
Selain itu muncul pula kekuasaan besar lainnya yang menentang demokrasi seperti
fasisme dan Nazi yang menang tidak berumur panjang. Tapi akhir sejarah lebih
dimanknai bahwa tidak akan ada kemajuan penting lebih lanjut dalam perkembangan
yang mendasari prinsip-prinsip dan institusi-institusi, karena seluruh persoalan
besar yang sesungguhnya telah terjawab.[10]
Lebih
lanjut Fukuyama menjelaskan bahwa setelah kapitalisme dan demokrasi liberal di
Eropa pada abad ke-16 dan ke-17 tercapai, maka itu merupakan tahap akhir dari
proses penciptaan ide dalam sejarah. Untuk selanjutnya, tidak akan ada ide
baru. Tidak ada lagi kemajuan-kemajuan dan peristiwa besar lain di dunia ini
yang dipandang penting untuk dicatat dalam majalah, surat kabar, radio,
televisi dan media massa atau elektronik lainnya.[11]
Sebenarnya,
sebelum Fukuyama mengajukan tesis The End
of History ini, tesis serupa telah dikemukakan oleh dua pemikir besar
dunia, yaitu G.W.F. Hegel dan Karl Marx. Hegel menyebutkan bahwa, sekalipun
sejarah ini terus berputar sebagai siklus, tapi akhirnya sejarah dan peradaban
akan berhenti pada satu titik di mana liberal state telah tercapai. Sedangkan Marx melalui determinisme
sejarahnya dengan faktor ekonomi, menyebutkan communist society merupakan puncak peradaban sebagai akibat dari
kebobrokan kapitalisme yang tidak lagi dapat ditolerir.[12]
Menurut
Fukuyama, selama kurang lebih satu dasawarsa terakhir, sulit dihindari adanya
perasaan bahwa sesuatu yang sangat mendasar telah terjadi dalam sejarah dunia.
Banyak artikel yang menyambut berakhirnya Perang Dingin, dan kenyataan bahwa ’perdamaian’
tampaknya muncul dimana-mana. Pada abad ke 20 dapat disaksikan bahwa
terperosoknya dunia maju ke dalam ledakan kekerasan ideologis, sementara liberalisme
bergelut, pertama melawan sisa-sisa absolutisme, kemudian dengan bolshevisme
dan fasisme, dan akhirnya melawan marxisme baru yang mengancam akan
menjerumuskan dunia ke dalam kiamat perang nuklir. Namun abad yang mulai dengan
penuh percaya rasa percaya diri pada puncak kemenangan demokrasi liberal Barat
tampaknya sudah akan berputar, kembali ke titik permulaan lingkaran: bukan pada
”akhir ideologi” atau titik temu antara kapitalisme dan sosialisme seperti
diramalkan semula, tapi pada kemenangan liberalisme ekonomi dan politik.[13]
Apa yang
sedang kita saksikan bukan saja berakhirnya Perang Dingin atau berlakunya suatu
kurun tertentu sejarah pasca perang, tetapi berakhirnya sejarah itu sendiri;
yakni titik akhir evolusi ideologi manusia dan universalisme demokrasi liberal Barat
sebagai bentuk akhir pemerintahan manusia. Di sini tidak akan lagi terjadi
peristiwa yang akan mengisi halaman-halaman ikhtisar tahunan hubungan
internasional pada jurnal Foreign Affairs,
karena kemenangan liberalisme itu terjadi terutama dalam bidang ide atau
kesadaran dan belum lengkap dalam dunia nyata atau materi. Tetapi ada alasan
kuat untuk percaya bahwa dalam jangka
panjang yang ideallah yang akan menguasai dunia materi. Untuk memahami
gejala ini, pertama-tama kita harus mempertimbangkan beberapa masalah teoritis
mengenai hakikat perubahan sejarah.[14]
Pandangan mengenai berakhirnya sejarah ini
tidak asli. Penganjurnya yang paling kesohor adalah Karl Marx. Ia yakin bahwa
arah perkembangan sejarah ditentukan oleh saling pengaruh berbagai kekuatan
materi, dan hanya akan berhenti setelah tercapai utopia komunis yang akhirnya
akan menyelesaikan semua kontradiksi sebelumnya. Tetapi konsep sejarah sebagai
proses dialektika yang mengandung awal, tengah dan akhir ini sebenarnya
dipinjam oleh Marx dari pendahulunya, Georg Wilhelm Friedrich Hegel.[15]
Hegel percaya bahwa sejarah akan mencapai titik puncaknya dalam suatu momen
absolut-momen tercapainya kemenangan suatu masyarakat dan negara yang final dan
rasional.[16]
Di antara
para penafsir modern Hegel di Prancis yang paling tersohor adalah Alexandre
Kojeve, seorang pelarian dari Rusia yang
memberikan serangkaian kuliah yang sangat berpengaruh di Paris pada 1930-an di Ecole Practique des Hautes Etudes.
Kojeve berusaha menghidupkan kembali Hegel dengan Phenomenology of Mindnya, Hegel yang memproklamasikan bahwa sejarah
akan berakhir pada 1806. Saat itu ia melihat penaklukan monarki Prussia oleh
Napoleon dalam Pertempuran Jena sebagai kemenangan cita-cita Revolusi dan
universalisasi bentuk negara yang merangkum asas kebebasan dan persamaan.
Pertempuran Jena menandai berakhirnya sejarah karena pada titik itulah para
pelopor kemanusiaan (istilah yang akrab di kalangan Marxis) mewujudkan
prinsip-prinsip Revolusi Prancis.[17]
Bagi Hegel,
kontradiksi yang mendorong sejarah mula-mula muncul dalam kesadaran manusia
adalah pada tahap ide-bukan dalam gagasan
mentah politikus Amerika pada tahun pemilihan, tetapi ide dalam pengertian
pandangan-pandangan dunia yang besar dan bersifat menyatukan serta paling tepat
dipahami lewat pembahasan ideologi. Ideologi di sini tidak terbatas pada
doktrin sekuler dan politik eksplisit seperti biasanya kita hubungkan dengan
istilah ini, tapi mencakup agama, kebudayaan dan nilai-nilai yang mendasari
hidup masyarakat.[18]
Seperti
Kojeve dan juga semua murid Hegel yang baik, untuk memahami proses mendasar
sejarah kita perlu memahami perkembangan alam kesadara suatu ide, karena alam
kesadaran pada akhirnya akan membentuk kembali dunia materi menurut citranya
sendiri. Untuk mengatakan bahwa sejarah sudah berakhir pada 1806 berarti
evolusi manusia sudah berakhir pada ide
Revolusi Prancis dan Revolusi Amerika: walaupun berbagai rezim tertentu di
dunia riil mungkin tidak melaksanakan ide revolusi tersebut sepenuhnya,
kebenaran teoritis ide itu sudah mutlak dan tidak dapat disempurnakan lagi.[19]
Jika
sejenak kita mengakui bahwa fasisme dan komunisme yang mengancam liberalisme
itu telah mati, apakah ada ideologi pesaing lain? Atau dengan kata lain adakah
kontradiksi antar kelas yang belum terselesaikan? Ada dua kemungkinan yang
jelas yaitu agama dan nasionalisme.
Bangkitnya
fundamentalisme agama pada tahun-tahun terakhir ini di kalangan Kristen, Yahudi
dan Muslim telah banyak dibicarakan. Orang cenderung mengatakan bahwa
kebangkitan agama sedikit banyak membuktikan adanya kekecewaan luas terhadap hubungan
pribadi dan terjadinya kekosongan spiritual masyarakat konsumtif liberal. Namun
sementara kekosongan di jantung liberalisme ini jelas merupakan cacar ideologis-sesungguhnya
cacat yang tidak memerlukan perspektif pengakuan agama-masih belum jelas sama
sekali apakah cacat ini dapat sembuh lewat politik. Liberalisme modern sediri
secara historis merupakan akibat
kelemahan masyarakat agama yang karena gagal mencapai kesepakatan mengenai
hakikat hidup yang baik tidak mampu menciptakan prakondisi perdamaian dan
stabilitas paling minimal sekalipun.[20]
Walaupun
kita tidak mungkin mengesampingkan kemungkinan munculnya ideologi baru secara
tiba-tiba atau kontradiksi-kontradiksi yang sebelumnya tidak dikenal dalam
masyarakat liberal, dunia saat ini tampaknya menegaskan bahwa prinsip-prinsip dasar
organisasi sosio-politik tidak pernah memperoleh kemajuan jauh sejak 1806.
Banyak di antara perang dan revolusi yang terjadi sejak saat itu dilakukan atas
nama berbagai ideologi yang mengaku lebih maju daripada liberalisme, tapi
pretensinya pada akhirnya ditelanjangi oleh sejarah. Sementara itu,
ideologi-ideologi tersebut telah membantu menyebarkan bentuk negara homogen
universal sampai di mana mereka mampu memberikan pengaruh yang berarti kepada
karakter keseluruhan hubungan internasional.[21]
- Kritik Terhadap Pemikiran Francis Fukuyama
Jika ditelusuri lebih lanjut, dapat dijumpai
kelemahan dalam tesis seperti yang dikemukakan oleh Hegel, Marx, maupun
Fukuyama. Ketiganya beranjak dari pemahaman filsafat sejarah sebagai proses
dialektika atau proses evolusi. Pandangan ini menekankan bahwa tesis akan
memunculkan antitesis, dan akhirnya melahirkan sintesis. Sintesis pada
gilirannya akan menjadi tesis kembali dan timbul antitesis, lalu sintesis baru.
Demikian seterusnya. Dengan demikian, ada contadiction
in terminis dalam tesis ketiga pemikir tersebut di atas. Sebab ketiganya
menyatakan ada akhir sejarah dan peradaban, dan tak ada lagi peradaban yang
akan terukir dalam sejarah setelah ketiga puncak peradaban itu benar-benar
terwujud.[22]
Kini,
paling tidak ada tiga peristiwa dunia yang menandai perkembangan baru; Partai
Buruh memenangkan pemilu dan memimpin parlemen di Inggris, Partai Sosialis
menggeser Partai Republik di Prancis, dan dua sistem dalam satu negara pasca pengembalian
Hongkong ke RRC pada 1 Juli
1997. ini semua merupakan tanda bahwa tesis Fukuyama terbantahkan. Bila
Fukuyama sangat yakin bahwa kapitalisme dan demokrasi liberal merupakan akhir
sejarah, dengan demikian ini merupakan bentuk hegemoni baru setelah The New World Order, maka ketiga
peristiwa tersebut sesungguhnya merupakan bukti kuat ketidakpastian tesis
Fukuyama mengenai masa depan global.
Yang kita
saksikan sekarang adalah proses dialog antar peradaban yang didasarkan atas
hikmah dan bukan hegemoni. Artinya baik Inggris, Prancis maupun RRC merasakan
perlunya proses adaptasi terhadap hikmah yang dimiliki oleh peradaban atau
ideologi lain. Dan bukan untuk mempertentangkannya secara diametral.
Beberapa
sejarawa mengomentari Fukuyama sebagai berikut.
a.
Irving Kristol
Menurut
Irving Kristol, pemikiran Karl Marx yang mempengaruhi pemikiran sejarah
Fukuyama memiliki kelemahan. Pendapat Karl Marx mencampuradukkan ide brilian
dengan realitas politik duniawi dan manusiawi, bahkan menempatkan realitas itu
di bawah ide.[23]
Irving Kristol tidak sependapat dengan Hegel dan penerusnya, Francis Fukuyama.
Menurut Iriving Kristol satu-satunya jalan untuk membebaskan diri dari perasaan
dan cara berpikir Hegel adalah kembali kepada Aristoteles dan gagasannya bahwa
semua bentuk pemerintahan-demokrasi, oligarki, aristokrasi, monarki dan
tirani-pada hakikatnya tidak stabil, bahwa semua rezim politik pada hakikatnya
mengalami transisi, bahwa stabilitas semua rezim digerogoti oleh kekuatan
waktu. Bukan kebetulan jika dalam hal ini retorika Aristoteles cocok dengan retorika
Hegel, bahwa abad ke-20 telah menyaksikan terjadinya berbagai pemberontakan
terhadap demokrasi sekuler liberal-kapitalis. Semua pemberontakan itu gagal,
tapi sumber yang memberi semangat kepada pemberontakan semacam itu tetap ada.
Artinya, demokrasi Amerika meski tampak unggul, namun masih rawan; rawan karena
justru merupakan demokrasi sebagaimana adanya, dengan segala problematikanya-untuk
membedakannya dari sekedar problema yang membara dari demokrasi semacam itu.[24]
b. Pierre Hassner
Menurut
Pierre Hassner pendekatan yang dilakukan Fukuyama sendiri agak tidak lazim. Di
satu pihak ia menyimpulkan pengalaman abad ke-20 sebagai kemenangan demokrasi liberal
dan masyarakat konsumtif. Di pihak lain, ia menggunakan Hegel sebagai landasan
filsafatnya untuk memberikan uraian yang sebagaian besar tampaknya lebih banyak
berbicara mengenai zaman Pencerahan abad ke-18, mengenai Locke atau Kant, tapi
pada penutupnya mengembangkan hantu “manusia terakhir” (the Last Man)-nya Nietzsche.[25]
Kita
menerima penafsiran Kojeve (yang mengagumi Stallin dan percaya pada kekuasaan
negara rasional), tampaknya perang dan revolusi memang akan memudar, dan
manusia tampaknya akan kehilangan sifat menentang yang telah menjadi tenaga
penggerak sejarah. Tetapi semua ini tidak berhubungan dengan kasis yang sangat
umum dan agak berdimensi tunggal tentang pengaruh ide yang dikembangkan
Fukuyama. Walaupun dalam pengertian tertingginya sejarah adalah ide itu
sendiri, lewat kerja dan peranglah sejarah bergerak maju, dan kesadaran pada
dasarnya melihat ke masa lalu.
Sebaliknya
seandainya sejarah memang telah berakhir, ini tidak berarti bagi Kojeve, bahwa
seni dan filsafat tidak mungkin ada lagi. Isi barulah yang tidak mungkin ada;
semua orang telah menjadi filsuf dan seniman.[26]
Apa
yang masih meragukan ialah apakah semua ini merupakan suatu perubahan mendasar
dalam sejarah atau akhir dari suatu siklus a
la Spengler (rujukan yang saya gunakan sebagaimana Fukuyama merujuk pada
Hegel) dengan semua unsur uangnya yang kita kenal, pertumbuhan kota besar dan
ketiadaan hukum yang menyertainya, serta berkembangbiaknya tahayul dan tindakan
nyeleneh sebagai pelarian-suatu
keadaan yang secara tradisional dikaitkan dengan merosotnya suatu peradaban
besar.[27]
c. Steven
Sestanovich
Menurut Steven Sestanovich, kesenjangan
antara pertumbuhan awal ide liberal dan pengejawentahannya kemudian di
lembaga-lembaga sosial dan politik tidak saja menjadi persoalan dalam
meramalkan masa depan, tapi juga soal penafsiran masa lalu. Bukankah cukup
panjang jarak waktu antara Pertempuran Jena dengan berdirinya Republik Weimar,
apalagi hari kemerdekaan Eropa dalam Perang Dunia II. Satu cara untuk mengecek
teori sejarah adalah menguji apakah teori itu mampu menjelaskan kesenjangan
antara gagasan dan kenyataan.[28]
C. Kesimpulan
Melalui bukunya, The End of History and The Last Man,
Fukuyama hendak mengatakan bahwa pasca perang dingin, tidak akan ada lagi
pertarungan antar ideologi besar, karena sejarah telah berakhir dengan
kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal. Meskipun menyadari evolusi
sejarah, Fukuyama beranggapan bahwa demokrasi liberal merupakan titik akhir
dari evolusi ideologis umat manusia sekaligus bentuk final pemerintahan
manusia. Runtuhnya Soviet dan ambruknya tembok Berlin menjadi pertanda kalahnya
sosialisme, dan sebagai gantinya adalah perayaan dan kemenangan kapitalisme
tanpa ada kompetitornya.
Teori sejarah Francis
Fukuyama tentang The End of History
pada satu sisi dapat menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Pada
kenyataannya ilmu pengetahuan akan terus berkembang. Ketika perkembangan ilmu
pengetahuan terjadi, peradaban manusia akan mengalami perkembangan pula.
Melalui ilmu pengetahuan, masyarakat dapat mengalami perkembangan yang salah
satu dampaknya adalah lahirnya ideologi baru.
Francis Fukuyama
Francis
Fukuyama
DAFTAR PUSTAKA
Francis Fukuyama. The End
of History and the Last Man, Terj. Ahmad Farid Ma’ruf.
Yogyakarta: IRCISoD, 2003.
www.sais-jhu.edu/faculty/fukuyama/index. html
[1] Francis Fukuyama, The End of
History? Terjemah oleh Ahmad Faridh Ma’ruf (Yogyakarta:
IRCISoD, 2003). hal. 5.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[7] Francis Fukuyama, Op.Cit. hal. 6.
[9] Ibid. hal. 7.
[10] Ibid. hal.8.
[11] Ibid. hal.10.
[12] Ibid. hal. 11.
[13] Ibid. hal. 17.
[14] Ibid. hal. 18.
[16] Ibid. hal. 21.
[17] Ibid. hal. 22-23.
[18] Ibid. hal. 26.
[19] Ibid. hal. 35.
[20] Ibid. hal. 66-67.
[21] Ibid.
[22] Ibid. hal.12.
[23] Ibid. hal. 85.
[24] Ibid. hal. 91.
[25] Ibid. hal. 97.
[26] Ibid. hal. 103.
[27] Ibid. hal. 105.
[28] Ibid. hal. 108.
thanks… I’ve been bookmarking them for a while 918kiss now and just decided to create a post to provide them to others…
BalasHapusVery pussy888 test id informative site, i must bookmark it, keep posting interesting articles...
BalasHapusscr888 Thanks for scr 888 always being the scr888 Malaysia source that explains scr888 apk things instead of just putting an unjustified scr888 casinok answer out there. I loved this post.
BalasHapuswhat a great style, rollex casino ios download it not easy job well don.
BalasHapushave read many live22 blogs in the net but have never come across such a well written blog. Good work keep it up
BalasHapusThe game will create you fun anywhere. Just choose happening the phone to connect. You can enactment her latest blog this type of game. But playing online games and making money is alternating from playing time-honored online games. That will waste your period and cannot make keep afterward you, this is choice good game you should not miss. For those interested, you can apply for the help on the website. We are gain access to to you to experience a variety of high-definition games, both as folk online and including various online casinos. There are many more services that create it simple for everyone to enjoy 24 hours a hours of daylight and make money every day. It's unorthodox great help in the digital age where you can always make grant safely.
BalasHapusinstagram
BalasHapusinstagram login
http://eshbrooklyn.com
instagram video download
instagram download
instagram reels download
instagram story download
instagram followers
instagram bio for girls
instagram app
instagram account
instagram apk
instagram account delete
instagram account delete permanently
instagram auto free
instagram appeal form
instagram apk download latest version
instagram bio
instagram bio for boys
instagram blue tick
instagram bio ideas
instagram bio for girls attitude
instagram background
instagram blue tick copy
instagram captions
instagram captions for boys
instagram captions for girls
instagram customer care number
instagram create new account
instagram customer care number india
instagram copy link video download
instagram ceo
instagram dp
instagram download for pc
instagram download apk
instagram download video
instagram delete account
instagram delete permanent
instagram down
instagram emoji
instagram engagement rate
instagram email
instagram engagement rate calculator
instagram extension
instagram email support
instagram engagement calculator
instagram earnings
instagram followers increase
instagram fonts
instagram followers hack
instagram followers app
instagram forgot password
instagram fake vote
instagram followers apk
instagram grid
instagram girls dp
instagram girl
instagram group link
instagram girls bio
instagram girls name
instagram gmail id
instagram games