BAB I
PENDAHULUAN
Ketika periode klasik Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan Eropa bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan mereka mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi kemajuan mereka terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan dalam bidang inilah yang mendukung keberhasilan politiknya. Dalam catatan sejarah Islam, kemajuan-kamajuan Eropa ini tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol Islamlah, Eropa banyak menimba ilmu, karena pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinnggi Islam di Spanyol Islam. Islam menjadi “guru†bagi orang Eropa, karena itu kehadiran Islam di Spanyol banyak menarik perhatian para sejarawan[ ].
Spanyol merupakan bagian dari wilayah kekuasaan daulat bani Umayyah di Damaskus dan setelah itu dikuasai oleh Abdurrahman ad Dakhil pada tahun 75 M, bersamaan dengan hancurnya daulat bani Umayyah di Damaskus. Kemudian pemerintah Islam di Spanyol menjadi pemerintahan yang berdiri sendiri di masa khalifah Abdurrahman III dan merupakan salah satu negara terbesar di masa itu, disamping daulat Abbasiyah di Timur, Bizantium dan kerajaan Charlemangne [Frank] di Barat[ ]. Namun, pada masa pemerintahan berikutnya Spanyol mengalami kemunduran karena terjadi disintegrasi yang telah memporak-porandakan kesatuan dan persatuan Andalusia yang membawa kepada kehancuran Islam di Spanyol.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al- Walid [105-715 M], salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman khalifah Abdul Malik [685-705 M]. Khalifah Abd al Malik mengangkat Hasan ibn Nuâman al-Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nuaman sudah digantikan oleh Musa ibn Nushair. Di zaman al-Walid itu, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Moroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan kekuasaan ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa barbar di pegunungan-pegunungan, sehingga mereka menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu propinsi dari Khalifah Bani Umayah memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H [masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan] sampaitahun 83 H [masa al Walid][ ]. Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu kerajaan Gothik. Kerajaan ini sering menghasut penduduk agar membuat kerusuhan dan menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini betul-betul dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi kaum Muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan pasukan-pasukan kesana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyebrangi selat yang berada di antara Morokko dan benua Eropa itu dengan pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka memiliki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian[ ]. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad[ ].
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa Ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyebrangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad[ ]. Sebuah gunung tempat pertama kali Tharig dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar [Jabal Thariq]. Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariqdan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan Toledo [ibu kota kerajaan Goth saat itu][ ]. Sebelum Thariq menaklukan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 personel, sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan pasukan Gothik yang jauh lebih besar, 100.000 orang[ ].
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat menyebrangi selat itu, dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre[ ].
Gelombang perluasan berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H / 717 M. Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abd al Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter, dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh Charles Martel, sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara yang dipimpinnya mundur kembali ke Spanyol.
Sesudah itu, masih juga terdapat penyerangan-penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, ke Lyon tahun 743 M dan pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah. Majorka, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan sebagian dari Silica juga jatuh ke tangan Islam di zaman Bani Umayah[ ]. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum Muslimin yang geraknya dimulai pada permulaan abad ke-8 m ini, telah menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Perancis Tengah dan bagian-bagian penting dari Italia[ ].
Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan[ ]. Yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat didalam negeri Spanyol itu sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, palagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal[ ]. Rakyat dibagi-bagi kedalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Didalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti kedatangan juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam[ ]. Berkenaan dengan itu Ameer Ali, seperti dikutip oleh Imamuddin mengatakan, ketika Afrika [Timur dan Barat] menikmati kenyamanan dalam segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol berada dalam keadaan menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi penguasa Visighotic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam kemelut yang membawa akibat pada penderitaan masyarakat[ ]. Akibat perlakuan keji, koloni-koloni Yahudi yang penting menjadi tempat-tempat perlawanan dan pemberontakan[ ]. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu amat banyak coraknya, dan sudah ada jauh sebelum kerajaan Gothic berdiri[ ].
Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat lumpuh. Padahal, sewaktu Spanyol berada di bawah pemerintahan Romawi, berkat kesuburan tanahnya, pertanian maju pesat. Demikian juga pertambangan, industridan perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Akan tetapi, setelah Spanyol berada di bawah kekuasaan kerajaan Goth, perekonomian lumpuh dan kesejahteraan masyarakat menurun. Hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap, beberapa pabrik ditutup, dan satu daerah dan daerah lain sulit dilalui akibat jalan-jalan tidak mendapat perawatan[ ].
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam[ ]. Maka dapat dikatakan, bahwa kondisi ini merupakan awal kehancuran kerajaan Goth adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa. Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderick byang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin[ ].
Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri[ ]. Mereka pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong-menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana[ ].
B. Perkembangan Islam di Spanyol
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu :
1. Periode Pertama [711-755 M]
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi duapuluh kali pergantian wali [gubernur] Spanyol dalam jangka waktuyang amat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu suku Qaisy [Arab Utara] dan Arab Yamani [Arab Selatan]. Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama[ ].
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi Spanyol. Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi musuh luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd al- Rahman Al- Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H / 755 M[ ].
2. Periode Kedua [755-912 M]
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir [panglima atau gubernur] tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H / 755 M dan diberi gelar Al-Dakhil [Yang Masuk ke Spanyol]. Dia adalah keturunan Bani Umayah yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas ketika yang terakhir ini berhasil menaklukan Bani Umayah di Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan dinasti Bani Umayah di Spanyol. Penguasa-penguasa Spanyol pada periode ini adalah Abd al-Rahman al Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd al Rahman al-Ausath, Muhammad ibn Abd al-rahman, Munzir ibn Muhammad dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam Spanyolmulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd al-Rahman al-Dakhil mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Dialah yang memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd al-Rahman al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu[ ]. Pemikiran filsafat jugamulai masuk pada periode ini, terutama di zaman Abdurrahman al Aushat. Ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak.
Sekalipun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan terjadi. Pada pertengahan abad ke-9 stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan Kristen fanatik yang mencari kesyahidan [Martyrdom][ ]. Gereja Kristen lainnya di seluruh Spanyol tidak menaruh simpati pada gerakan itu, karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan beagama. Penduduk Kristen diperbolehkan memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Peribadatan tidak dihalangi.Lebih dari itu, mereka diizinkan mendirikan gereja baru, biara-biara di samping asrama rahib atau lainnya. Mereka juga tidak dihalangi bekerja sebagai pegawai pemerintahan atau menjadi karyawan pada instansi militer[ ].
Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu sejumlah orang yang tak puas membangkitkan revolusi. Yang terpenting diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusatdi pegunungan dekat Malaga. Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih sering terjadi[ ].
3. Periode Ketiga [912-1013 M ]
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abd al-Rahman III yang bergelar An-Nasirâ sampai munculnya raja-raja kelompok yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar khalifah, penggunaan gelar khalifah tersebut bermula dari beritayang sampai kepada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir, Khalifah daulat bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri. Menurut penilaiannya, keadaan inimenunjukkan bahwa suasana pemerintahan Abbasiyah sedang beada dalam kemelut. Ia berpendapat bahwa saat ini merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang, yaitu Abd al-Rahman al-Nasir [912-961 M], Hakam II [961-976 M] dan Hisyam II [976-1009 M]).
Pada periode ini umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan daulat Abbasiyah diBaghdad. Abd al-Rahman al Nashir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Oleh karena itu kekuasaan aktual berada ditangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjukkan ibn Abi’ Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islamdengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya hancur total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri. Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Spanyol sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu[ ].
4. Periode Keempat [1013-1086 M]
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada raja-raja kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya orang-orang kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatifpenyerangan. Mekipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sasterawan untuk mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana yang lain[ ].
5. Periode Kelima [1086-1248 M]
Pada periode ini Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang didominasi, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun [1086-1143 M] dan dinasti Muwahhidun [1146-1235 M]. Dinasti Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 m ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya dari serangan-serangan orang-orang kristen. Ia dan tentaranta memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai Apanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Pada masa dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya pada tahun 1118 M. Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini, pada mulanya muncul kembali dinasti-dinasti kecil, tetapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart [w 1128 M]. Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al-Mun’im, antara tahun 1114 dan 1154 M dan kota-kota muslim penting seperti Cordova, Almeria dan Granada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk jangka waktu beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan, akan tetapi pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami dinasti Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada tahun 1235 M. Kondisi Spanyol kembali semakin tidak menentu dan tidak terkendali, karana berada di bawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Pada tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248. Dengan demikian seluruh Spanyol lepas dari kekuasaan Islam, kecuali Granada[ ].
6. Periode Keenam [1248-1492 M]
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah dinasti Bani Ahmar [1232-1492]. Peradaban Islam kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi, secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan pertahanan terakhir di Spanyol ini juga berakhir, karena perselisihan kalangan istana dalam perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad, merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja dan akhirnya Abu Abdullah Muhammad memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Kemudian Abu Abdullah Muhammad meminta bantuan kepada Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkan saudaranya dan dua penguasa Kristen tersebut dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah Muhammad naik tahta[ ] dinobatkan sebagai khalifah.
Kerja sama Abu Abdullah Muhammad dengan dua penguasa Kristen tersebut, sebagai awal berakhirnya kekuasaan terakhir umat Islam di Cordova. Artinya, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas dengan hanya membantu Abu Abdullah Muhammad, tetapi keduanya ingin merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Maka keduanya melakukan serangan besar-besaran dan Abu Abdullah Muhammad tidak mampu menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya Abu Abdullah Muhammad mengaku kalah. Abu Abdullah Muhammad menyerahkan kekuasaannya kepada Ferdenand dan Isabella dan kemudian hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol pada tahun 1492M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Maka pada tahun 1609 M, dapat dikatakan tiadak ada lagi umat Islam di daerah ini[ ].
C. Kemajuan Peradaban
Islam di Spanyol lebih dari tujuh abad dan umat Islam telah mencapai kejayaannya di Spanyol. Banyak kemajuan dan prestasi yang diperoleh umat Islam di Spanyol, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks. Islam di Spanyol telah menunjukkan kemajuan pada bidang ilmu pengetahuan, musik dan seni, bahasa dan sastra, dan kemajuan pada pembangunan fisik.
1. Kemajuan Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab [Utara dan Selatan], al-Muwalladun [orang-orang Spanyol yang masuk Islam], Barbar [umat Islam yang berasal dari Afrika Utara], al-Shaqalibah [penduduk daerah antara Konstanstinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran], Yahudi, Kristen Muzareb yang berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua komunitas itu, kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmu pengetahuan, sastra dan pembangunan fisik di Spanyol[ ]. Untuk itu, perlu mengkaji kemajuan yang dicapai umat Islam Spanyol, sebagai berikut :
a. Bidang Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat berilian dalam bentangan sejarah Islam. Umat Islam berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M selama pemerintahan dinasti Bani Umayyah yang ke-5 Muhammad ibn Abd al-Rahman [832-886 M][ ].
Atas inisiatif al-Hikam [961-976 M], karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari Tumur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para pemimpin bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-filosof besar pada masa-masa sesudahnya.
Pada perkembangan selanjutnya, lahirlah tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayig, dilahirkan di Saragosa, kemudian ia pindah ke Sevilla dan Granada dan meninggal karena keracunan di Fez pada tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis dengan magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama kedua adalah Abd Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M. ibn Thufail, banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat, serta karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Pada bagian akhir abad ke-12 M, menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari Cordova. Ibn Rusyd, lahir pada tahun 1126 M dan meninggal pada tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Ibn Rusyd, juga ahli fiqh dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.
b. Bidang Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas, termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Abbas ibn Farnas, adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu[ ]. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash, terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. al-Naqqash, juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas dari Cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hisan bint Abi Ja’far dan saudara perempuannya al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia [1145-1228 M] menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier [1304-1377 M] mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib [1317-1374 M] menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempat tinggal di Spanyol, yang kemudia pindah ke Afrika[ ]. Itulah sebagai nama-nama besar dalam bidang sains yang terkenal pada masanya di Islam Spanyol.
c. Bidang Fikih
Dalam bindang fikir, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki. Orang yang membawa dan memperkenalkan mazhab ini di Spanyol adalah Ziyad ibn Abd al-Rahman. Kemudian perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd al-Rahman. Ahli-ahli fikih lainnya di antaranya adalah Abu Bakar ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.
d. Bidang Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai penggubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu turunkan kepa anak-anaknya baik pria maupun wanita, dan juga kepada budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas[ ].
e. Bidang Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-Islam. Bahkan, penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan berbicara maupun tata bahasa. Mereka-mereka itu antara lain: Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-lqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Bassam, Kitab al-Qalaid karya al-Fath ibn Khaqan, dan banyak lagi karya-karya yang lain[ ].
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek-aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat Islam sengat banyak. Dalam perdagangan, jalan-jalan dan pasar-pasar dibangun. Bidang pertanian demikian juga sistem Irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak mengenal sebelumnya. Dam-dam, kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan air didirikan. Tampat-tempat yang tinggi, dengan begitu, juga mendapat jatah air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi. Kalau dam digunakan untuk mengecek curah air, waduk [kolam] dibuat untuk konservasi [penyimpanan air]. Pengaturan hydrolik itu dibangun dengan memperkenalkan roda air [water wheel] asal Persia yang dinamakan na’urah [Spanyol: Noria]. Disamping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan tanaman-tanaman[ ].
Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar[ ]. Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, mesjid, pemukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah mesjid Cordova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, Istana al-Makmun, mesjid Seville, dan istana al-Hamra di Granada.
a. Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun untuk menghiasi ibukota spanyol Islam itu. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor dari Timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istana yang megah yang semakin mempercantik pemandangan, setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik.
Diantara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah mesjid Cordova. Menurut ibn al-Dala’i, terdapat 491 mesjid di sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di Cordova saja terdapat 900 pemandian. Di sekitarnya berdiri perkampungan–perkampungan yang indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang panjangnya 80 km.
b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir ummat Islam di Spanyol. Disana berkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hamra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana al-Zahra, istana al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain[ ].
3. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd al-Rahman al-Dakhil, Abd al-Rahman al-Wasith dan Abd al-Rahman al-Nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang mempelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad Ibn Abd al-Rahman [852-886] dan al-Hakam II al-Muntashir [961-976].
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisispasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing[ ].
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerjasama dan menyumbangkan kelebihannya masing-masing. Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam[ ].
Perpecahan politik pada masa Muluk al-Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti [raja] di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk al Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju[ ]
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
Islam di Spanyol, menjadi pemerintahan yang berdiri sendiri di masa khalifah Abdurrahman III dan merupakan salah satu negara terbesar di masa itu, disamping daulat Abbasiyah di Timur, Bizantium dan kerajaan Charlemangne [Frank] di Barat. Tetapi pada masa pemerintahan berikutnya Spanyol mengalami kemunduran karena terjadi disintegrasi yang telah memporak-porandakan kesatuan dan persatuan Andalusia yang membawa kepada kehancuran Islam di Spanyol. Adapun faktor yang menyebabkan kemunduran Islam di Spanyol antara lain :
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata.[ ] Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.
2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain para muallaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para muallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur yang dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
3. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “seriusâ€, sehingga lalai membina perekonomian[ ]. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Pemerintahan Spanyol jauh dari daerah Islam lain mengakibatkan jauhnya dukungan dari daerah lain kecuali dari Afrika Utara yang dibatasi oleh laut, sementara daerah sekitarnya adalah daerah yang dikuasai kaum Nasrani yang salalu iri dan merasa direndahkan oleh etnis Arab. Maka Islam Spanyol, selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana[ ].
E. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak berhutang budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian dan peradaban antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada dibawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains di samping bangunan fisik[ ]. Yang terpenting diantaranya adalah pemikiran Ibn Rusyd [1120-1198 M]. Ibn Rusyd, melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aritoteles dengan cara yang memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepanka sunnatullah menurut pengertian Islam terhadap pantheisme dan anthropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Averroeisme [Ibn Rusyd-isme] yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari gerakan Averroeisme inilah Eropa kemudian lahir reformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M.[ ] Buku-buku Ibn Rusyd di cetak di Venesia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Bahkan edisi lengkapnya terbit pada tahun 1553 dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke 17 di Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk didalamnyapemikiran Ibn Rusyd, ke Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti, ilmu filsafat. Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd[ ].
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-12 M itu menimbulkan gerakan bangkitan kembali [renaissance] pusaka Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali kedalam bahasa Latin[ ].
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membina gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah: kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik [renaissance] pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17M, dan pencerahan [aufklaerung] pada abad ke-18 M[ ].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daulah bani Umayyah II didirikan oleh salah seorang keluarga bani Umayyah yang berhasil meloloskan diri dari kejaran orang-orang bani Abbasiyah, yaitu Abdurrahman. Selanjutnya karena kemampuannya meloloskan diri ke Andalusia dia diberi julukan “Ad- Dakhil”. Dalam perkembangan selanjutnya daulah Umayyah di Andalusia meneruskan usaha perluasan wilayah Islam ke beberapa daerah di Eropa. Bukan hanya usaha perluasan wilayah saja yang mereka lakukan, melainkan juga pengembangan seni, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Hal ini bisa mereka lakukan karena daulah ini bisa bekerja sama dengan negeri-negeri tetangganya, termasuk daulah Abbasiyah yang semula menjadi musuh mereka. Letak Andalusia yang berada di benua Eropa memungkinkan berkembangnya ilmu pengetahuan ke berbagai wilayah Eropa. Sehingga bisa dikatakan kemajuan yang dicapai daulah Umayyah II hampir sama dengan kemajuan daulah Abbasiyah di Baghdad.
Seperti halnya daulah-daulah Islam yang dahulu, daulah Umayyah II juga mengalami keruntuhan akibat perebutan kekuasaan. Meskipun penyebab terburuknya adalah serangan kaum Kristen, namun kondisi umat Islam di Andalusia saat itu sedang melemah sedangkan kondisi umat Kristen berada dalam kemajuan yang pesat.
B. Saran
Belajar dari masa lalu merupakan sesuatu yang perlu kita lakukan. Dari uraian di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus berusaha dengan maksimal agar bisa membuat perubahan seperti kisah berdirinya daulah Umayyah II ini. Di samping itu kita sebagai umat Islam juga harus bisa menjaga persatuan dan kesatuan agar musuh-musuh Islam tidak bisa menghancurkan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, 1999, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Abd Al-Hamid al-‘Ibadi, 1964, al-Mujmal fi Tarikh al-Andalus, Dal al-Qalam, Mesir, dalam Aunur Rahim Faqih dan Munthoha, 1998, Pemikiran dan Peradaban Islam, UII Press, Yogyakarta.
Syalabi, 1983, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 2, Cet. Pertama, Pust Alhusna, Jakarta.
Philip K. Hatti, 1970, History of the Arabs, Macmillan Press, London,.
Cal Brockelmann, 1980, History of the Islamic Peoples, Rotledge & Kegan Paul, London,
Harun Nasution, 1985, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I,DAN II Cet. Kelima, UII Press, Jakarta
Bertold Spuler, 1960, The Muslim World: A Historical Survey, E.J. Brill, Leiden, .
Thomas W. Arnold, 1983, Sejarah Daâwah Islam, Wijaya, Jakarta, Syeh Mahmudunnasir, 1981, Islam Its Concept & History, Kitab Bhavan, New DelhiL
S.M. Imaduddin, 1981, Muslim Spain: 711-1492 A.D, E.J. Brill, Leiden, Armand Abel 1983, “Spanyol: Perpecahan dalam Negeriâ€, dalam Gustav E. von Grunebaum [Ed], Islam: Kesatuan dan Keragaman, Yayasan Perkhidmatan, Jakarta, . David Wassenstein, 1985, Politics and Society in Islamic Spain: 1002-1086, Prenceton University Press, New Jersey.
Ahmad Syalabi, 1979, Mausuâah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4, Maktabah al-Nahdhah al-Maishriyah, Kairo
Jurji Zaidan, [tt], Tarikh al-Tamaddun al-Islami, Juz III, Dar al-Hilal, Kairo
W. Montgomery Watt, 1990, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, Tiawa Wacana, Yogyakarta,
Ahmad Syalabi, 1979, Mausuâah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-Islamiyah, Jilid 4, Maktabah al-Nahdhah al-Mishiriyah.
Luthfi Abd al-Badi, 1969, al-Islam fi Isbaniya, Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, Kairo,
Majid Fakhri, 1986, Sejarah Filsafat Islam, Pustaka Jaya, Jakarta,
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam al-Sitasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtimaâ, [Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, Tanpa Tahun], hlm 428, dalam Bardi Yatim, 1999, hlm.106.
S. I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta: P3M, 1986, cetakan kedua),
Zainal Abidin Ahmad, 1975, Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Bulan Bintang, Jakarta
Kertenes, Ringkasan Sejarah Filsafat, [Yogyakarta: Kanisius, 1986, Cetakan kelima], h. 32. Tentang sejarah renassence dan reformasi baca J. B. Bury, Sedjarah Kemerdekaan Berfikir, [Djakarta: P.T Pembangunan, 1963],
Tidak ada komentar:
Posting Komentar