Rabu, 06 November 2013

DINASTI SAUDIYAH (1725- 1953)

A.    Pendahuluan

    Pemerintahan Turki Raya pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang cukup luas. Pemerintahannya berpusat di Istanbul (Turki), yang begitu jauh dari daerah jajahannya. Kekuasaan dan pengendalian khalifah maupun sultan-sultannya untuk daerah yang jauh dari pusat, sudah mulai lemah dan kendur disebabkan oleh kekacauan di dalam negeri dan kelemahan di pihak khalifah dan para sultannya.
    Demikian juga dengan keadaan negeri-negeri disemenanjung Arabia yang dikuasai Turki Usmani pada waktu itu semakin merosot dalam berbagai bidang. Terutama dalam bidang aqidah, keadaan negeri Najd, Hijaz dan sekitarnya semasa awal pergerakan tauhid amatlah buruknya. Krisis aqidah dan akhlak serta merosotnya tata nilai sosial, ekonomi dan politik sudah mencapai titik kulminasi. semua itu adalah akibat penjajahan bangsa turki yang berpanjangan terhadap bangsa dan jazirah arab, di mana tanah Najd dan Hijaz adalah termasuk jajahannya, di bawah penguasaan Sultan Muhammad Ali Pasya yang dilantik oleh khalifah di Turki (Istanbul) sebagai Gubenur Jenderal untuk daerah koloni di kawasan timur tengah, yang berkedudukan di mesir.

    Disamping itu, adanya cita-cita dari amir-amir di negeri Arab untuk melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat yang berkedudukan di Turki. ditambah lagi dengan hasutan dari bangsa Barat, terutama penjajah tua yaitu Inggris dan Perancis yang menghasut bangsa Arab dan umat Islam supaya berjuang merebut kemerdekaan dari bangsa Turki, hal mana sebenarnya hanyalah tipudaya untuk memudahkan kaum penjajah tersebut menanamkan pengaruhnya di kawasan itu, kemudian mencengkeramkan kuku penjajahannya di dalam segala lapangan, seperti politik, ekonomi, kebudayaan dan aqidah.
    Dari kondisi-kondisi di atas itulah, muncul suatu gerakan perlawanan sekaligus gerakan pembaharuan di Semenanjung Arabia dengan menghimpun dua kekuatan yaitu antara kelompok  ulama dan kekuatan kelompok penguasa. Dari sinilah awal mula lahirnya suatu Dinasti yakni Dinasti Saudiyah.
    B. Lahirnya  Dinasti Saudiyah
    Disaat kerajaan Turki Usmani yang beribukota di Anatolia Istambul mulai melemah dan tidak mampu lagi mengawasi wilayah-wilayah kekuasaannya yang jauh, maka satu persatu wilayah yang dikuasainya mulai memisahkan diri.
    Demikian juga halnya dengan jazirah Arab. Pada masa dahulu daerah Arab Saudi dikenal menjadi dua bagian yakni daerah Hijaz yakni daerah pesisir barat Semenanjung Arab yang didalamnya terdapat kota-kota diantaranya adalah Mekkah, Madinah dan Jeddah serta daerah gurun Najd yakni daerah daerah gurun sampai pesisir timur semenanjung arabia yang umumnya dihuni oleh suku suku lokal Arab (Badui) dan Kabilah kabilah Arab lainnya.
    Dinasti  Saudiyah  bermula dari bagian tengah semenanjung (jazirah) Arab yakni pada tahun 1750 ketika Muhammad bin Sa'ud bersama dengan Muhammad bin Abdul Wahhab bekerja sama untuk memurnikan agama Islam yang kemudian dilanjutkan oleh Abdul Aziz Al Sa'ud atau Abdul Aziz Ibnu Su'ud dengan menyatukan seluruh wilayah Hijaz yang dulu dikuasai oleh Syarif Husain dengan Najd.
    Karena adanya dorongan yang kuat dari amir-amir Arab pada waktu itu untuk memisahkan diri dari kekuasaan Turki, maka seorang Arab dari kabilah Inzah dan Atub yang amat disegani bernama Muhammad ibn Sa’ud  berniat hendak mendirikan kekuasaan dengan dibantu oleh gurunya yang bernama Muhammad ibn Abdul Wahhab.    Peranan Muhammad ibn Abdil Wahhab yang mendampingi Muhammad ibn Sa’ud dalam mendirikan dinasti Saudiyah sangat besar. Siapaah  sebenarnya Muhammad ibn Abdil Wahhab ?
    Muhammad ibn Abdul Wahhab  (1115 – 1206 H/1701 – 1793 M)
Nama beliau adalah Syeikh Al-Islam Al-Imam Muhammad ibn `Abdul Wahab ibn Sulaiman ibn Ali Bin Muhammad ibn Ahmad ibn Rasyid ibn Barid ibn Muhammad Bin Al-Masyarif At-Tamimi Al-Hambali An-Najdi.
    Syeikh Muhammad ibn `Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) Di kampung `Uyainah (Najd), lebih kurang 70 Km arah Barat Laut Kota Riyadh, ibukota Arab Saudi Sekarang.
    Pendidikan Dan Pengalamannya
    Syeikh Muhammad ibn `Abdul Wahab berkembang dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. ayahnya adalah ketua jabatan agama setempat. sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama. oleh karena itu, kita tidaklah hairan apabila kelak beliau juga menjadi seorang ulama besar seperti datuknya.
    Setelah beberapa lama menetap di mekah dan madinah, kemudian beliau berpindah ke basrah. di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadith danmusthalahnya, fiqh dan usul fiqhnya, gramatika (ilmu qawa’id)  dan tidak ketinggalan pula lughatnya semua.
    Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh
yang bersangkutan.
    C. Raja-raja Dinasti Saudiyah
    1. Muhammad ibn Sa’ud
    Muhammad ibn Sa’ud adalah salah seorang  murid dan pengikut setia Muhammad ibn Abdul Wahhab. Muhammad bin Saud disamping berdakhwah menyebarkan paham wahabiyah gurunya, juga sambil mengobarkan perang menghadapi pihak pasukan dinasti Islam Usmaniyah Turki yang bersekutu dengan pasukan Mesir yang pada waktu itu menguasai seluruh wilayah Hijaz yakni Mekah, Madinah, dan daerah sekitarnya.
    Dimana  usaha yang dilakukan oleh gerakan wahabiyah yang dipimpin oleh
Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad bin Saud adalah melakukan perang
melawan dinasti Islam Usmaniyah Turki yang berpusat di Anatolia (Asia Kecil)
yang telah berkuasa sejak 699 H - 1341 H / 1300 M - 1923 M di benua Eropa
dan di Asia. 
    Muhammad bin Saud adalah sebagai Amir di wilayah Dar'iyah yang telah saling
bergandengan tangan dengan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab bahu membahu
untuk menyebarkan dakhwah wahabiyah salafiyyahnya.
    Dari daerah Dar'iyah inilah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab bersama pasukan
Muwahidinnya menyebarkan faham wahabi salafiyyahnya atau pembaharuan
tauhid-nya untuk menghancurkan khurafat, syirik dan bid'ah
    Dimana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab bersama dengan Amir Muhammad bin Saud berhasil menguasai daerah Najd. Di Najd ini menurut Syeikh Muhammad bin
Abdul Wahab banyak orang berziarah ke maqam-maqam keramat sambil berdoa
meminta kepada arwah, disamping banyak dibangun bangunan diatas maqam-maqam
itu untuk dijadikan tempat munajat. Maka maqam-maqam itulah yang dihancur
leburkan oleh para pengikut wahabiyah ketika daerah Najd jatuh ketangan Amir
Muhammad bin Saud.
    Dakhwah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan paham wahabiyahnya bukan
hanya melalui lisan dan tulisan saja, melainkan juga melalui penggunaan
senjata pedangnya. Dimana Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab bersama Amir
Muhammad bin Saud disamping berdakhwah menyebarkan paham wahabiyahnya juga
sambil mengobarkan perang menghadapi pihak pasukan dinasti Islam Usmaniyah
Turki yang bersekutu dengan pasukan Mesir yang pada waktu itu menguasai
seluruh wilayah Hijaz yakni Mekah, Madinah, dan daerah sekitarnya.
    Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab bersama Amir Muhammad bin Saud telah
berhasil menguasai daerah Najd dengan memakai pedangnya yang telah
berlangsung hampir selama separuh usianya, yakni dari sejak tahun 1158 H -
1206 H / 1745 M - 1792 M, dan hampir 48 tahun duduk dalam pemerintahan
kerajaan Saudi dibawah Amir Muhammad bin Saud dengan memangku jabatan
Menteri Penerangan.
    Setelah Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meninggal pada tahun 1206 H / 1792
M, maka perjuangan untuk menyebarkan gerakan wahabiyah dengan dakwah
salafiyyah-nya ini diteruskan oleh anak, cucu dan murid-muridnya, seperti
dari anaknya, Syeikh Imam Abdullah bin Muhammad, Syeikh Husin bin Muhammad,
Syeikh Ibrahim bin Muhammad, Syeikh Ali bin Muhammad. Sedangkan dari
cucunya, Syeikh Abdurrahman bin Hasan, Syeikh Ali bin Husin, Syeikh Sulaiman
bin Abdullah bin Muhammad dan lain-lain. Adapun dari murid-nya, Syeikh Hamad
bin Nasir bin Mu'ammar.
    Di tahun 1765 M Muhammad ibn Sa’ud wafat dan dia digantikan oleh putranya Abdul Aziz ibn Muhammad ibn Sa’ud.
    2. Abdul Aziz ibn Muhammad ibn Sa’ud
    Abdul Aziz melanjutkan perjuangan ayahnya dengan hati tabah, gagah berani dan satria. Sepersepuluh harta benda kaumnya digunakan untuk belanja penyiaran agama.
    Di tahun 1792  M  Abdul Aziz dapat menaklukkan Al Ahsaa’. Sesudah jatuh kota itu mulailah ia  menghadapkan perhatiannya menaklukkan Mekah yang ketika itu Amirnya Syarif Galib di bawah lindungan kerajaan Turki.
    Kerajaan Turki mulai gelisah, maka diperintahkanlah Sulaiman Pasya wakil kekrajaan Turki di Baghdad untuk menyerang Al Ahsaa’, namun kekuatan kelompok Wahabi lebih besar. Serangan Sulaiman Pasya gagal, malah sebaliknya pasukan Wahabilah yang berhasil memasuki kota Baghdad pada tahun 1801 M.
    Adalah seorang Syi’ah, anak-anaknya habis mati terbunuh di Karbala ketika pasukan Ibn Sa’ud menyerang negeri itu. Dia berniat melepaskan dendam, maka pergilah dia ke Dar’iyah. Dia berpura-pura masuk Wahabi. Satu tahun ia di sana sampai orang percaya kepadanya sehingga dia boleh sholat dekat Ibn Sa’ud. Ketika Abdul Aziz sedang sholat Ashar orang itu lalu menikamnya. Pada saat itu juga Abdul Aziz meninggal dunia tepatnya pada tahun 1218 H / 1803 M. Ia digantikan oleh putranya bernama Sa’ud Al Kabir
    3. Sa’ud ibn Abdul Aziz  ( Sa’ud al Kabir)
    Sepeninggal Muhammad ibn Saud, dinasti Saud diteruskan oleh cucunya.    Ketika Sa’ud bin Abdul Aziz cucunya Muhammad bin Saud memegang kekuasaan,
diseranglah daerah Tha'if, dan dengan mudah daerah Tha'if jatuh ketangan
Saud bin Abdul Aziz, dikarenakan sebelumnya Saud bin Abdul Aziz telah
mengirimkan Amir Uthman bin Abdurrahman al-Mudhayifi untuk menyerang
terlebih dahulu Tha'if. Sekarang daerah Tha'if jatuh kedalam kekuasaan Saud
bin Abdul Aziz bersama kaum wahabiyin dan pengikut gerakan wahabiyah dengan
dakhwah salafiyyahnya.
    Politik ekspansi dari Saud bin Abdul Aziz terus berjalan dengan dibantu oleh
kekuatan pasukan wahabiyin mulai bergerak menuju Hijaz dan mengepung Mekah.
Pada tahun 1218 H / 1803 M Mekah jatuh ketangan Saud bin Abdul Aziz bersama
pasukan wahabiyinnya. Dan penguasa Mekah waktu itu Syarif Husin tidak mau
menyerah kepada Saud bin Abdul Aziz, melainkan melarikan diri ke Jeddah. Di
Mekah-pun itu pasukan gerakan wahabiyyah ini sibuk dengan penghancuran
patung-patung yang berbentuk kubah di pekuburan yang dianggap keramat,
sehingga semuanya rata menjadi tanah, termasuk kubah yang didirikan di atas
maqan Istri Rasulullah saw, Khadijah ra.
    Setelah Mekah jatuh dan diduduki pasukan muwahidin dari gerakan wahabiyyah
dengan dakhwah salafiyyahnya, kemudian ekspansi selanjutnya diteruskan ke
daerah Madinah atau Yatsrib. Dan pasukan muwahidin dibawah pimpinan Putera
Saud bin Abdul Aziz terus masuk ke daerah Madinah dan bisa menundukkan
Madinah pada tahun 1220 H / 1805 M.
    Daerah Mekah dan Madinah yang berada dibawah kekuasaan Pemerintah Islam
Usmaniyah Turki sekarang telah berada dalam genggaman tangan kaum wahabiyah
dibawah pimpinan Saud bin Abdul Aziz.
    Pada tanggal 8 Jumadil Awwal 1229 H / 1814 M meninggallah Sa’ud ibn Abdul Aziz yang bergelar Saud yang Agung di pusat kekuasannya di Dar’iyah dalam usia 68 tahun. Beliau digantikan oleh putranya yanga pertama yaitu Abdullah
    4. Abdullah
    Panglima perang tentara Mesir Abidin Bey maju ke Zahran. Tetapi kaum Wahabi menangkis serangan itu dengan sangat gigihnya, sehingga serangan tentara Mesir itu dapat dikandaskan.
    Semakin lama perlawanan pihak Abdullah semakin gencar sehingga tentara Mesir menjadi kewalahan. Panglima perang Mesir meminta bantuan langsung kepada Muhammad Ali Pasya, maka Muhammad Ali Pasya sendiri yang berangkat  membawa bantuan tentara yang baru dan dengan senjata yang lebih lengkap dan moderen serta tentara yang terlatih baik oleh perwira-perwira Eropah. Akhirnya Muhammad Ali Pasya berhasil mengalahkan kekuatan Wahabiyah dan Raja Abdullah akhirnya menyerah dengan satu perjanjian bahwa ia tunduk kepada pemerintahan Turki..
    Muhammad Ali Pasya memerintahkan agar Abdullah berangkat ke Mesir untuk menyatakan ketundukannya kepada Muhammad Ali Pasya, namun perintah itu lama sekali baru dilaksanakan oleh Abdullah dan akhirnya putra Muhammad Ali Pasya yang bernama Ibrahim Pasya datang kembali menyerang kota Dar’iyah. Perang besarpun terjadi dan Abdullah terpaksa menyerah dan akhirnya di dia dibunuh di tanah lapang depan mesjid Aya Sophia pada tahun 1818 M.
    5. Musyari
    Musyari adalah  saudara Abdullah. Ketika Ibrahim Psya meninggalkan Nejd dan Dar’iyah, maka saudara Abdullah bernama Musyari kembali menduduki Dar’iyah. Berita  ini terdengar oleh Ibrahim Pasya, kemudian ia mengirim seorang panglima perang Mesir bernama Busein Bey untuk menangkap Musyari. Akhirnya Musyari dapat ditangkap dan ditawan kemudian dibunuh.
    Selanjutnya Ibrahim Pasya menunjuk seorang panglima perang bernama Ismail Pasya  melakukan pendudukan dan menghancurkan segala sarana dan prasarana di kota Dar’iyah, termasuk seluruh pengikut Wahabiah dibunuh sesuka hati mereka. Karena kekejaman yang luar biasa ini, berangkatlah beberapa ulama Wahabiyah untuk menjemput Turki ibn Abdullah yang selama ini bersembunyi di Basrah untuk  menggantikan Musyari jadi Imam Wahabi.
    6. Turki ibn Abdullah
    Diapun pulang ke negerinya dan disatukannya kembali kaumnya yang telah tercerai berai. Setelah menyusun kekuatan baru, kemudian ia mulai menyerang kota Dar’iyah. Tentara Mesir yang ada di sana dapat dikuasainya dan dibunuh. Panglima perang Khalid Pasya melarikan diri ke Kusaim. Maka Turki ibn Abdullah ibn Sa’ud  tampil kembali menyusun sisa kerajaan pusaka datuk neneknya itu Ibukota dipindahkannya ke Riadh. Dibangunnya di sana sebuah istana dan sebuah mesjid dan dibangunnya pula dinding tembok sekeliling kota.
    Kabar ini sampai juga ke Mesir, lalu  Muhammad Ali Pasya mengirim komandan perang Husain Pasya. Setelah Husein Pasya datang, pasukan Wahabi mundur ke Sahara Yamamah. Akhirnya pasukan Husein Pasya kehilangan jejak dan banyak yang meninggal di gurun sahara Yamamah. Melihat kondisi ini Muhammad Ali Pasya menjadi bosan untuk memerangi Wahabi, maka akhirnya tetaplah Turki ibn Abdullah ibn Sa’ud memerintah yang berpusat di Riadh.
    Namun pada tahun 1830 Turki ibn Abdullah ditikam oleh  Musyari ibn Rahman ibn Musyari ibn Sa’ud hingga meninggal. Dia digantikan oleh putranya bernama Faishal ibn Turki
    7. Faishal ibn Turki
    Faishal ibn Turki melanjutkan usaha ayahnya. Ia berusaha kembali mengambil negeri-negeri Al Ahsaa dan Al Quthaif dan langsung diserangnya pula negeri Oman, dengan dipimpin oleh putranya yang juga bernama Abdullah. Tetapi sayang, perlombaan perebutan kekuasaan di antara puteranya Abdullah dengan saudaranya Sa’ud menggagalkan maksud-maksud yang besar itu. Oleh karena perebutan pengaruh dalam keluarga ini akhirnya kekuatan Faishal ibn Turki menjadi lemah dan ini dimanfaatkan oleh Amir dari keluarga lain yang bernama ibn Rasyid dari Al Hail untuk naik berkuasa selangkah demi selangkah dan akhirnya berhasil mengambil pengaruh daripada keturunan Saud. 
    Akhirnya Faishal ibn Turki wafat pada tanggal 1 Rajab 1282 H / 2 Desember 1865. Beliau digantikan oleh putranya yang juga bernama Abdullah.
    8. Abdullah
    Abdullah tidaklah dapat bertahan lama memerintah dengan tenteram, sebab saudara-saudaranya selalu hendak merebut kekuasaan itu dari tangannya. Akhirnya diapun meminta bantuan kepada kerajaan Turki, sehingga dengan segera Turki menduduki Al Ahsaa dan Al Quthaif. Saudara-saudaranya itu berusaha hendak mengambil kota-kota itu kembali, sehingga berhasil. Abdullah terpaksa turun dan digantikan oleh saudaranya yang bernama Sa’ud yang menjadi Amir di Riadh sejak tahun 1871 sampai 1874 M.
    9. Sa’ud
    Abdullah berusaha hendak merebut kembali kekuasannya, namun sulit sekali karena selalu ditentang oleh anak-anak Saud (keponakannya sendiri).Lantaran perpecahan dalam keluarga ini akhirnya tahn 1883 Abdullah diusir oleh putera-putera Sa’ud. Maka naiklah Muhammad ibn Sa’ud ibn Faishal, tetapi itupun tidak berlangsung lama karena dia dapat diusir pula oleh Abdur Rahman.
    10. Abdur Rahman
    Abdur Rahman ibn Faishal adalah anak Faishal ibn Turki yang naik tahta hanya sampai 1886, akhirnya iapun terusir oleh ibn Rasyid dan dibuang sampai ke Kuwait.
    11. Abdul Aziz ibn Abdur  Rahman al Faishal Al Sa’ud
    Meskipun Amir Abdur Rahman telah terusir ke Kuwait dan ia merasa sudah putus asa akan kembali ke negeri nenek moyangnya, namun putranya Abdul Aziz yang masih muda memiliki pendirian lain. Pemuda ini pendiam, usianya ketika itu baru 19 tahun. Dia tidak memberi tahu kepada ayahnya bahwa ia memiliki rencana besar.
    Suatu ketika ia keluar dari Kuwait dengan 30 orang pengiringnya yang berani mati dan sangat setia. Semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan ayahnya. Ia berangkat dengan tujuan kota Riadh. Pada tengah malam ia berhasil memasuki kota Riadh . Dibunuhnya penjaga dan dibunuhnya pula yang menjadi wakil Ibn Rasyid di sana. Pagi-pagi di waktu subuh, seorang dasri pengikutnya telah berseru di atas benteng Riadh mengumumkan kepada penduduk kota bahwa kota Riadh sekarang di bawah kuasa Allah, kemudian itu di bawah kuasa Ibn Saud. 
    Seruan itu disambut orang dengan gembira, sebab Abdul Aziz memang dicintai oleh rakyatnya. Dan sejak itu timbullah permusuhan dan perebutan pengaruh diantara Ibnu Sa’ud dengan Ibn Rasyid, sampai akhirnya pertempuran besar terjadi dan Ibn Rasyid tewas. Maka satu demi satu negeri-negeri sekeliling Nejd itu telah dapat direbutnya. Seketika terjadi peperangan antara Turki dengan Balkan, Ibnu Sa’ud mengambil kesempatan lebih banyak untuk memperluas kekuasannya. Sampai akhirnya direbut kembali kota Al Ahsaa yang telah diduduki Turki dan juga kota Al Quthaif. Sebelum pecah perang Dunia I, di zaman Anwar Pasya salah seorang pemimpin Ittihad wat Taraqqi, menjadi menteri Luar Negeri Turki, datanglah pengakuan Turki bahwa Ibnu Sa’ud menjadi Amir di Nejd. Di kala perang dunia I itu Ibn Saud mengambil sikap netral.
    Tetapi daerah Hijaz yang mencakup Mekah dan Madinah tetap dibawah kekuasaan
dinasti Islam Usmaniyah Turki sampai tahun 1342 H / 1924 M. Dan ketika
dinasti Islam Usmainyah Turki runtuh pada tahun 1342 H / 1924 M, barulah
daerah Hijaz dikuasai oleh dinasti Saudiyah yang pada waktu itu dipegang
oleh Amir Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Faisal bin Turki bin Abdullah bin
Muhammad bin Saud, cucu keempat Amir Muhammad bin Saud bersama kaum dan
gerakan wahabiyyahnya.
    Oleh karena itu maka ditukarnyalah nama seluruh negeri Hejaz, Nejd dan Asir yang telah penuh di bawah kuasanya itu menjadi Kerajaan Arabiyah Sa’udiyah dan dia dipanggilkan Raja dari Kerajaan Arabiyah Sa’udiyah. Merdeka 100 % dan diakui kemerdekaannya oleh kerajaan-kerajaan Inggris, Belanda, Perancis, Italia, Rusia, Turki, dan lain-lain.
    Pada bulan Nopember 1953 M, mangkatlah Abdul Aziz Ibn Sa’ud yang terkenal sejak awal abad ke duapuluh dan dia digantikan oleh puteranya Sa’ud. 
    D. Kemajuan yang Dihasilkan Dinasti Saudiyah
    Adalah suatu kebahagiaan yang tidak terucapkan bagi Muhammad bin Sa’ud dan Muhammad bin Abdul Wahab, yang mana mereka dapat menyaksikan sendiri akan kejayaan dakwahnya di tanah Najd dan daerah sekelilingnya, sehingga masyarakat Islam pada ketika itu telah kembali kepada ajaran agama yang sebenar-benarnya, sesuai dengan tuntunan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
    Dengan demikian, maka maqam-maqam yang didirikan dengan kubah yang lebih mewah dari kubah masjid-masjid, sudah tidak kelihatan lagi di seluruh negeri Najd, dan orang ramai mula berduyun-duyun pergi memenuhi masjid untuk melaksanakan sholat dan mempelajari ilmu agama. Amar ma'ruf ditegakkan, keamanan dan ketenteraman masyarakat menjadi stabil dan merata di kota maupun di desa. Raja Saud kemudian mengirim guru-guru agama dan mursyid-mursyid ke seluruh pelosok desa untuk mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada masyarakat terutama yang berhubungan dengan aqidah dan syari’ah.
    Setelah beliau meninggal dunia, perjuangan tersebut diteruskan pula oleh anak-anak dan cucu-cucunya, begitu juga oleh murid-murid dan pendukung-pendukung dakwahnya. Yang paling terdepan di antara mereka adalah anak-anak Tuan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sendiri, seperti Tuan Syeikh Imam 'Abdullah bin Muhammad, Tuan Syeikh Husin bin Muhammad, Tuan Syeikh Ibrahim bin Muhammad, Tuan Syeikh Ali bin Muhammad . Dan dari cucu-cucunya antara lain ialah Tuan Syeikh 'Abdurrahman bin Hasan, Tuan Syeikh Ali bin Husin, Tuan Syeikh Sulaiman bin 'Abdullah bin Muhammad dan lain-lain. Dari kalangan murid-murid beliau yang paling menonjol ialah Tuan Syeikh Hamad bin Nasir bin. Mu'ammar dan ramai lagi jamaah lainnya dari para ulama Dar’iyah.
    Masjid-masjid telah penuh dengan penuntut-penuntut ilmu yang belajar tentang pelbagai macam ilmu Islam, terutama tafsir, hadith, tarikh Islam, ilmu qawa'id dan lain-lain lagi. Meskipun kecenderungan dan minat masyarakat demikian tinggi untuk menuntut ilmu agama, namun mereka pun tidak ketinggalan dalam hal ilmu-ilmu keduniaan seperti ilmu ekonomi, pertanian, perdagangan, pertukangan dan lain-lain lagi yang mana semuanya itu diajarkan di masjid dan dipraktikkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
    Setelah kejayaan Tuan Syeikh Muhammad bersama keluarga Amir Ibnu Saud menguasai dan mentadbir daerah Najd, maka sasaran dakwahnya kini ditujukan ke negeri Mekah dan negeri Madinah (Haramain) dan daerah Selatan Jazirah Arab.
Di Ta'if, pasukan Wahabi membongkar beberapa maqam yang di atasnya didirikan masjid, di antara maqam yang dibongkar adalah maqam Ibnu Abbas r.a. Masyarakat tempatan menjadikan maqam ini sebagai tempat ibadah, dan meminta syafaat serta berkat daripadanya
Dari Ta'if pasukan Imam Saud (Wahabi) bergerak menuju Hijaz dan mengepung kota Mekah. Manakala gabenor Mekah mengetahui hal ehwal pengepungan tersebut (waktu itu Mekah di bawah pimpinan Syarif Husin). maka hanya ada dua pilihan baginya, menyerah kepada pasukan Wahabi atau melarikan diri ke negeri lain. Ia memilih pilihan kedua, iaitu melarikan diri ke Jeddah. Kemudian, pasukan Saud segera masuk ke kota Mekah untuk kemudian menguasainya tanpa perlawanan sedikit pun.
    Kejayaan dinasti Saudiyah menciptakan negeri mereka menjadi negara minyak terkaya di dunia, dapat menarik perhatian dunia Islam mahupun dunia antarabangsa terhadap kerajaan Wahabiyah Saudiyah dengan penuh kekaguman. Dengan kekayaan itu mereka mampu membantu negara-negara lain, terutama negara-negara yang penduduknya ramai beragama Islam. Di samping itu mereka; juga mendirikan pusat-pusat pengajian tinggi yang membiayai beribu-ribu biasiswa kepada pelajar-pelajar luar negeri yang belajar di pusat-pusat pengajian tinggi di sana. Dan yang smat penting lagi, mereka telah mendirikan sebuah organisasi Islam antarabangsa (Rabithah al-Alam al-Islami).
    Dinasti Saudiyah yang sekarang lebih dikenal dengan nama Arab Saudi, memiliki tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kegiatan produksi dan ekspor migas. Sebagai akibatnya, negara ini menghadapi tantangan yang cukup berat dalam hal penganekaragaman kegiatan ekonomi. Nilai produksi minyak Arab Saudi tercatat tertinggi di dunia yaitu mendekati 11 juta barrel per hari (2005). Nilai produksi ini, dengan jumlah cadangan minyak yang terbukti saja (261,9 milyar barrel) dapat bertahan stabil hingga 50 tahun ke depan. Perusahaan minyak Arab Saudi (Saudi Aramco) yang telah dinasionalisasi pada tahun 1988 mengontrol penuh kegiatan produksi sumber daya alam yang vital ini.
Selain minyak bumi, cadangan gas alam sebesar 235 trilyun ft3 yang ditemukan di Arab Saudi adalah yang terbesar keempat di dunia. Tahun 2002 lalu pemerintah Arab Saudi telah menyelesaikan pembangunan pabrik gas alam terbesar di dunia yang berlokasi di daerah Hawiya.
    Terdapat 14 universitas negeri dan sejumlah universitas swasta (www.mohe.gov.sa) yang tersebar di seluruh pelosok Saudi. Jumlah ini terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah alumni SMA tiap tahun. Sampai saat ini, setidaknya terdapat 5 universitas yang memiliki mahasiswa asal Indonesia, yaitu King Saud University (KSU) dan Al-Imam University di Riyadh, Ummul Qura University di Mekah, Islamic University of Madinah di Madinah, serta King Fahd University of Petroleum and Mineral (KFUPM) di Dhahran. Selain KFUPM, seluruh universitas menggunakan pengantar bahasa Arab.
    Pembangunan lain yang dilakukan Dinasti Saudiyah adalah perluasaan dan penataan Masjidil Haram dan masjid Nabawi, pembangunanb terowongan dan jalan-jalan, pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dan transportasi yang begitu megah. Bahkan Negara Saudi Arabiyah termasuk Negara donor terbesar dalam membantu pembangunan-pembangunan sarana keagamaan di Negara-negara muslim lainnya.
    E. Kesimpulan
    Dinasti Saudiyah  diawali pembentukannya oleh dinasti Al-Saud, yang diambil dari nama Saud bin Muhammad bin Muqrin bin Markham  (1725) dari suku Rabi’ah (yang masih ada hubungan keturunan dengan Nabi Muhammad SAW). Perkembangan kekuasaan dinasti Al-Saud dapat diklasifikasikan dalam 3 fase yaitu :
1.      Raja Muhammad bin Saud bin Muqrin berhasil menyatukan semenanjung Arab berkat perjanjian kerja sama antara Raja Muhammad dengan Imam Muhammad bin Abdul Wahab pada tahun 1744, yang isinya menyatakan tekad untuk mengembalikan semenanjung Arab dibawah naungan Agama Islam. Pada tahun 1814, kekuasaan dinasti Al-Saud dibawah Saud bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Muqrin mencakup wilayah Riyadh, Najd, Najran dan Hijaz (Makkah dan Madinah). Kekuasaan dinasti Al-Saud tersebut nampaknya menjadi ancaman baggi Kesultanan Usmaniyah di Turki, sehingga Sultan Turki memerintahkan Gubernurnya di Mesir  yaitu Muhammad Ali Pasha untuk menumbangkan dinasti Al-Saud. Muhammad Ali Pasha berhasil melaksanakan perintah itu pada saat dinasti Al-Saud dibawah Abdullah bin Saud bin Abdul Aziz yang lemah. Tahun 1818 Abdullah tertangkap dan diasingkan ke Istanbul, kemudian dieksekusi. Akibatnya pada tahun 1818-1824 seluruh wilayah kekuasaan Al-Saud beralih ketangan Kesultanan Usmaniyah .
2.     Tahun 1824, Raja Turki bin Saud sepupu Abdullah bin Saud menjadi Amir Najd yang berada dibawah kekuasaan Gubernur Mesir yaitu Muhammad Ali Pasha. Setelah Raja Turki bin Saud terbunuh pada tahun 1834, putra sulungnya yang bernama Faisal bin Turki naik Tahta menjadi pengganti Ayahnya dan Faisal tidak mau mengakui kekuasaan Gubernur Muhammad Ali Pasha, sehingga Faisal diserang, ditangkap dan dipenjarakan di Kairo pada tahun 1838-1843. Pada saat Muhammad Ali Pasha mengumumkan kemerdekaan Mesir dari kekuasaan Kesultanan Usmaniyah dan menarik pasukannya dari wilayah Najd, Faisal bin Turki melarikan diri dari penjara, untuk kemudian kembali menguasai Najd sampai tahun 1865. Sepeninggalan Faisal, dinasti Al-Saud melemah karena adanya perselisihan dikalangan putra-putranya. Pada waktu yang bersamaan, pemimpin kabilah Shammar yaitu Muhammad bin Rasyid dari Hail membentuk kelompok oposisi dan atas bantuan Turki Muhammad bin Rasyid berhasil menguasai Al-Hasa tahun 1871 dan Riyadh tahun 1891. Putra ketiga Faisal Abdurrahman bin Faisal menyingkir ke Bahrain, kemudian ke Kuwait dengan ditemamni anaknya Abdul Aziz.
3.      Fase ketiga dimulai dari Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Turki disusul oleh putra-putranya. Abdul Aziz dilahirkan di Riyadh pada tahun 1880. Tahun 1891 mengikuti ayahnya mengungsi ke Kuwait selama lebih kurang 10 tahun dan pada tahun 1902 bersama 30 pengikut setia berhasil mengambil alih Riyadh dari tangan keluarga Al-Rasyid. Dari ibukota Riyadh Abdul Aziz mengembangkan kekuasaannya mencakup : Al-Qasim tahun 1912, Al-Ahsa tahun 1921, Assir tahun 1924, Taif dan Makkah tahun 1931, Jeddah tahun 1932 dan pada tanggal 23 September 1932, Abdul Aziz memproklamirkan terbentuknya Kerajaan Saudi Arabia dengan ibukota Riyadh. Pada tanggal 9 Nopember 1953 Raja Abdul Aziz meninggal dunia. Dari tahun 1953-1982 pewaris kerajaan diteruskan oleh putra-putranya yaitu berturut-turut : Saud bin Abdul Aziz (1953-1964), Faisal bin Abdul Aziz (1964-1975), Khalid bin Abdul Aziz (1975-1982), kemudian Raja Fahd bin Abdul Aziz sejak tahun 1982 hingga sekarang. Pada tahun 1986 Raja Fahd menanggalkan Gelar “Paduka Yang Mulia” dan menggantinya dengan gelar “Khadim Al-Haramain Al-Syarifain yang artinya Pemelihara Dua Masjid Suci. Dewasa ini dalam rangka pembangunan negaranya tampak Raja Fahd memberikan perhatian yang besar terhadap pembangunan dan modernisasi Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi serta tempat-tempat suci lainnya, termasuk berbagai renovasi dan modernisasi prasarana, fasilitas, akomodasi dan transportasi.

Daftar Pustaka

Ahmad Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam : Imperium Turki Usmani, Jakarta : Kalam     Mulia, 1988
E. Van Donzel, dkk. (Ed). The Encyclopedia of Islam, Leiden : E. J. Brill, 1984
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Bagian Ketiga), Jakarta : Raja Grafindo Persada,     2000
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1975
---------, Sejarah Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1965
Philip K. Hitti, History of The Arabs, Jakarta : Serambi, 2005

Lampiran


                Peta Arab Saudi

   




















                               

Wilayah Arab Saudi terbagi atas 13 provinsi atau manatiq (jamak dari mantiqah) yakni:
1.    Bahah
2.    Hududusy Syamaliyah
3.    Jauf
4.    Madinah
5.    Qasim
6.    Riyadh
7.    Syarqiyah, Arab Saudi (Provinsi Timur)
8.    'Asir
9.    Ha'il
10.    Jizan
11.    Makkah
12.    Najran
13.    Tabuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar