Al-Qur'an sebagai kitab utama, mengandung ilmu yang sangat dalam. Untuk mengupasnya diperlukan seorang penyelam tangguh untuk mengambil harta yang ada di dasarnya. Ilmu tafsir bisa mendorong kita untuk mengetahui hal-hal yang menunjang pemahaman Al-quran yang mulai ini, berupa usaha yang maksimal, kesungguhan yang optimal dan pembahasan yang mendalam. Kesemuanya itu harus dicurahkan dalam rangka studi di al-quran yang mulia. Betapa usaha para guru besar yang ternama dan ulama yang terkenal, dimana mereka telah menghabiskan usia demi terjaminnya pemikiran atas wahyu yang murni sebagai pedoman/undang-undang yang berharga, sejak awal diturunkannya Al-quran sampai saat kini. Mereka pulang ke Rahmatullah dengan meninggalkan kekayaan ilmu pengetahuan yang melimpah ruah untuk kita, yang sumbernya tak akan kering dan mutiaranya yang tak akan habis sepanjang masa. Namun, sekalipun
dengan penuh kesungguhan telah mereka curahkan (dari dahulu hingga sekarang), sungguh Al-quran tetap merupakan lautan yang dalam dimana memerlukan penyelam yang terjun kedalamnya untuk dapat mengambil mutiara dan permata dari dasarnya. Para pujangga, sastrawan, cendikiawan dan penyair telah berlomba dalam mengomentari Al-quran dengan mengemukakan keindahan dan kelebihannya. Rasanya kami belum menemui keterangan yang indah dan bernilai tinggi selain dari gambaran yang dibawakan oleh Muhammad Saw, sebagai pembawa risalah, di mana beliau bersabda : (inilah) kitab Allah (alquran), yang di dalamnya tertera berita/catatan sejarah zaman masa lampau (orang-orang yang sebelum kamu) dan gambaran jaman masa mendatang serta ketentuan sesamamu. la adalah pemisah (hak dan batil) yang bukan dogeng (sandiwara). Siapa saja yang meninggalkannya niscaya akan rusak binasa dan siapa yang berpedoman dengan lainnya, niscaya akan sesat. Ia adalah petunjuk Allah yang paten, peringatan yang luas dan jalan yang lurus. Dengan berpedoman padanya hawa nafsu tak akan menyeleweng dan ucapan tidak akan bercampur baur. Dalam menggali isinya ulama tidak merasa kenyang atau bosan bahkan sebaliknya keindahannya takkan hilang lantaran sering dibaca dan diulang, serta keajaiban- keajaibannya tak akan terputus. la adalah suatau bacaan di mana para jin tak terhenti mengangumi manakalah mendengarnya, sehingga dikalangan mereka ada yang mengatakan : kami telah mendengarkan bacaan (alquran) yang sungguh menakjubkan dan memberi petunjuk kejalan yang benar karena itu kami beriman kepadanya. Barang siapa berkata berpijak kepadanya niscaya tepat, barang siapa yang mengamalkan isinya niscaya akan adil. Dan barang siapa mengajak orang lain untuk berpegang kepadanya niscaya akan diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
MAKNA MAKIYAH DAN MADANIYAH
Al-quran diturunkan kapada Nabi Muhammad Saw secara berangsur- angsur selama dua puluh tiga tahun, sebagai besar waktu Rasulullah dihabiskan di Makkah. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Isra : 106. Artinya : Dan Al-quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian (Al-Isra : 106). Oleh karena itu para ulama membagi Al-quran menjadi dua bagian Makkiyah dan Madaniah. Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebelum berhijrah ke Madinah, sedangkan Madaniyah ayat al-quran yang diturunkan sesudah hijrah ke Madinah. Dengan dasar ini, maka firman Allah Swt Surat Al-Ma'idah : 3 Artinya : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [Al-Ma'idah : 3 ] Termasuk ayat Madaniyah walaupun diturunkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam pada haji wada' di Arafah. Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan dari Umar ra bahwasanya dia mengatakan : Kami tahu hari itu dan tempat wahyu tersebut turun kepada Nabi Saw. Wahyu tersebut turun sementara Rasulullah sedang berdiri berkutbah hari jum'at di padang Arafah.
KARAKTERISTIK SURAT MAKIYAH DAN MADANIYAH
Untuk mengetahui karakteristik Surat Makkiyah dan Madaniyah sesuai dengan dhabit qiyasi ( pedoman yang bersifat analogis ) yang telah ditetapkan, maka ciri- ciri khas untuk surat Makkiyah adalah : 1. Setiap surat yang mengandung ayat sajdah 2. Setiap surat yang didalamnya terdapat lafadh kallaa 3. Setiap surat yang terdapat seruan dengan dan tidak terdapat seruan kecuali Surat Al-Hajy ayat 77 4. Setiap surat yang terdapat kisah- kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, kecuali Surat Al- baqarah. 5. Setiap surat yang terdapat kisah Nabi Adam dan Idris, kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imran. 6. Setiap surat yang dimulai dengan huruf tahajji ( huruf abjad ), kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imran. Adapun ciri- ciri khas yang bersifat aghlabi dari surat Makkiyah adalah : 1. Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek, nada perkataannya keras dan agak bersajak 2. Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah SWT dan hari akhir serta menggambarkan keadaan syurga dan neraka. 3. Menyeru manusia berperangi mulia dan berjalan lempeng diatas jalan kebajikan. 4. Mendebat orang- orang musyrikin dan menerangkan kesalahan - kesalahan pendirian mereka. 5. Banyak terdapat lafadh qasam (sumpah) Sedangkan ciri- ciri khas dari surat - surat Madaniyah yang bersifat qathi adalah sebagai berikut : 1. Setiap surat yang mengandung izin berjihad, atau ada penerangan tentang jihad dan penjelasan tentang hukum-hukumnya. 2. Setiap surat yang menjelaskan secara terperinci tentang Hukum Pidana, Fara'idh, Hak -hak Perdata, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan dan kenegaraan. 3. Setiap surat yang didalamnya menyinggung hal ihwal orang munafiq, kecuali surat Al-Ankabut. 4. Setiap surat yang mendebat kepercayaan ahli kitab, dan mengajak mereka tidak berlebih- lebihan dalam beragama. Selain empat ciri di atas , ada lagi ciri khas dari surat- surat Madaniyah yang bersifat aghlabi, yaitu sebagai berikut: 1. Suratnya panjang - panjang, dan sebagian ayat- ayatnya pun panjang - panjang serta jelas dalam menerangkan hukum dengan mempergunakan uslub yang terang. 2. Menjelaskan secara terperinci bukti - bukti dan adil - adil dan dalil- dalil yang menunjukkan hakikat keagamaan.
SIGNIFIKASI PENGKLASIFIKASIAN
Al-quran sudah jelas merupakan sumber hokum pertama yang dijadikan sandaran hukum di dalam Islam. Agar tepat dalam melakukan istinbath (pengambilan hukum), maka perlu diketahui perbedaan yang terdapat antara ayat- ayat makiyah dan Madaniyah. Perbedaan yang ada di antara keduanya dapat menyebabkan suatu ayat terlihat seperti Nasikh (penghapus) ayat- ayat sebelumnya, atau Mukhosis (dikuhususkan dari bentuk umum sehingga bias di istinbat dari surat yang telah di takhsis tersebut). Walaupun menurut penulis, tak ada ayat al-quran yang dihapus atau diperbaharui, atau tidak berlaku lagi, karena ayat-ayat Al Quran itu seluruhnya abadi dan berlaku. Yang perlu diperhatikan adalah kapan situasi dan kondisi yang tepat untuk memberlakukan ayat tersebut. Misalnya saja mengenai ayat tentang pemberlakuan hukum khamar yang turun secara gradual (berangsur-angsur/ bertahap). Perubahan -perubahan yang ada padanya tidak berarti ayat sebelumnya tentang khamar terhapus oleh ayat yang turun kemudian (setelahnya), melainkan diterapkan dengan melihat keadaan, situasi dan kondisi. Demikian pula pada kasus- kasus hukum perzinaan. Pemberlakuan hukum besifat positif. Hukum positif yang dimaksud di sini adalah suatu fenomena di mana seseorang sadar melakukan kesalahan kemudian bersedia menerima hukumnya dengan rela dan sepenuh hati karena mengharapkan keridaan Allah. Jika imannya tidak siap menyambut hukum alquran, alangkah baiknya Allah membukaan pintu taubat saja untuknya. Bukan sejarah menceritakan bahwa Rasulpun melakukannya ? Demikian pula ketika seorang mufasir (ahli tafsir) ingin mengetahui suatu hokum Alquran mengenai sesuatu, misalnya saja tentang wanita, maka mufasir tersebut akan mempergunakan metode tahlili (membaca seluruh alquran untuk dapat menarik kesimpulan mengenai sesuatu hal), sehingga muncullah kesimpulan akhir mengenai wanita. Ketika seorang mufasir menjalankan metode tahlili, maka boleh jadi di dalam Alquran terdapat dua ayat yang memiliki konteks yang sama, tetapi kedua ayat tersebut berbeda klasifikasi. Yang satu ayat makiyah dan yang lainnya madaniah. Walaupun satu kata. Hilangnya satu kata di salah satu dari kedua ayat tersebut akan menyebabkan perbedaan arti. Inilah pentingnya seorang mufasir (ahli tafsir) memiliki ilmu tentang pemisahan antara ayat makiyah dan madaniyah, karena perbedaan keduanya dan dapat menyebabkan salah penafsiran jika tidak disertai dengan ilmu, walaupun kedua ayat tersebut memiliki konsep yang sama. Ilmu pembagian ayat-ayat Alquran menjadi makiyah dan madaniyah tidak hanya didasarkan kepada tempat turunnya ayat, melainkan juga periodesasi (waktu) turunnya ayat. Ayat-ayat makiyah terkait erat dengan iman dan tahuid, sedangkan ayat-ayat madaniyah terkait erat dengan aspek- aspek social. Walaupun demikian boleh jadi suatu ayat yang turun di makkah setelah periodisasi Madinah, akan masuk (dihukumi) ke dalam ayat Madaniyah , atau sebaliknya. Atau tentang ayat yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah. Atau ayat yang turun di Madinah tetapi kandungannya menyerupai kandungan surat-surat Makiyah. Atau surat-surat yang diturunkan secara terpisah atau sendiri, tidak disertai dengan ayat-ayat lain. Atau ayat- ayat madinah yang ada dalam surat makiyah. Atau ayat yang turun di Makkah, kemudian dibawa dan disebarkan di Madinah, Dan atau-atau lain, yang jika dihitung dan diklasifikasikan akan mencapai 25 bentuk dan rupa. Barang siapa yang tidak memiliki ilmu tentangnya dan tidak mengenalnya, apa lagi tidak bisa membedakan satu persatu dari masing-masing bentuk ilmu tersebut di atas, tidak dihalalkan baginya berkomentar tentang kitab Allah Swt. Ketidakmengertian seseorang terhadap klasifikasi ayat ini dapat menyebabkan terjadinya mujadalah (jadal = debat). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun seseorang adalah penghafal Alquran, tetapi tanpa kemampuan membedakan antara ayat makiyah dan madaniyah, maka penafsirannya bias jadi tidak sesuai dengan keadaan, sehingga salah dalam menghukumi sesuatu. Rasanya tidak tepat membahas terlalu jauh mengenai pemberlakukan hokum dalam tulisan ini. Ada tempat lain yang lebih baik dalam membahas sejarah dan penerapan hukum. (Misalnya kitab tarikh tasyri). Berikut ini akan dilakukan analisis terhadap beberapa ayat- ayat al quran yang mengandung kata- kata fasad (kehancuran) dengan terlebih dahulu meng-klasifikasikan ayat tersebut ke dalam ayat- ayat Makiyah dan Madaniyah, setelah itu ayat- ayat tersebut diturunkan berdasarkan kronologis nuzulnya sebagai berikut: 1. Ayat Makiyah 2. Al Fajr 12 : Demoralisasi Surat pertama di Makkah yang mengandung kata fasad adalah al Fajr 12 : As- Shobuni menuliskan bahwa ungkapan banyak melakukan kerusakan dalam ayat ini berarti melakukan ke- zaiiman, kejahatan, pembunuhan, perbuatan - perbuatan dosa dan maksiyat lainnya Dalam ayat ini, fenomena fasad terjadinya akibat sikap kelewatan yang dilakukan oleh para penentang seperti kaum 'Ad, kaum Tsamud, dan Fir'aun. Sikap kelewatan tersebut tercermin dalam perasaan merasa puas ketika mereka mendapatkan kesuksesan, mudah berkeluh kesah, dan tidak sabar. Dengan tidak dimilikinya empati dan solidaritas social, serta sikap tidak perhitungan dalam menggunakan daya alam. Itu semua akibat dominasi materialisme dalam tatanan social yang mereka bangun. Al-quran melalui ayat ini memperingatkan umat manusia bahwa apabila mereka tidak segera menghentikan " kelewatan " tersebut, maka akan banyak bermunculan kerusakan - kerusakan dimuka bumi. Kerusakan berupa semakin tersebarnya kezaliman, ketidak adilan, diskriminasi, dan bentuk-bentuk penyelewengan lainnya yang akhimya membawa pada ambruknya tatanan social yang telah mereka bangun. 2. An Naml 34 : Penjajahan dan Perbudakan Ayat lain yang mengandung kata fasad adalah an Naml 34 : As Shobuni memaknai kata fasad di sini sebagai tindakan merusak dengan penghinaan terhadap alam dan pembunuhan, penahanan, atau pengusiran terhadap mereka. Konteks ayat ini adalah ketika Balqis mengumpulkan semua pembesar kerajaan untuk membahas agar kerajaan Saba* dapat tunduk terhadap pasukannya. Dalam musyawarah tersebut tampak banyak pembesar kerajaan menginginkan perang langsung menghadapi tentara sulaiman, tetapi Balqis mengetahui kekuatan tentara Sulaiman lebih memilih untuk berdamai. Balqis berkata : saya khawatir berperang dengan mereka, maka mereka akan mengalahkan kita, sehingga kita akan tertinpa kehancuran ( hilangnya sebahagian nyawa penduduk ) kerusakan berupa hancurnya budaya tatanan social 'Tsata Balqis meyakinkan para pembesar itu dengan berkata : para raja jika memasuki sebuah negeri secara paksa membuat rumah-rumah dan harta benda menjadi rusak tak berharga, mereka pun akan membunuh rakyat para pembesar dengan penuh penghinaan sehingga mereka mendapatkan kejayaan Balqis sangat khawatir apabila Sulaiman dan pasukannya akan bertindak seperti halnya kebiasaan, maka mereka berhasil menundukkan sebuah negeri. Para raja zhalim tersebut biasanya melakukan perusakan non fisik terhadap keberadaan sebuah komunitas. Perusakan fisik berupa penghancuran sumber daya alam dan budaya suatu bangsa, sedangkan penghancuran non fisik berupa pendekonstruksian nilai dan tata kemanusiaan yang paling ditakuti oleh Balqis adalah penindasan dan eksploitasi sumber daya manusia suatu yang tidak manusiawi demi keuntungan si penjajah. Mahfum mukhalafah ( makna implisit) dari ayat ini adalah, bahwa dakwah islam adalah missi melakukan perdamaian dan rahmat. Dakwah islam menghendaki kemulian bagi seluruh penduduk negeri, remasuk penindasan, eksploitasi atas manusia dan sumber daya budaya serta alam secara semena-mena islam tidak untuk menghancurkan tatanan social yang ada, tetapi justru merenovasi dan memberinya sentuhan yang baru. Secara implicit bias kita simpulkan bahwa perusakan hanya mungkin terjadi dari mereka yang tidak sesuai dengan sikap bismillah. Sikap bismillah adalah sikap menomorsatukan nilai- nilai kebenaran, keadilan dan tanggungjawab. 2. Ayat Madaniyah Ayat - ayat Madaniyah tentang kerusakan dengan berbagai derivasinya ditemukan sebanyak 16 kata dalam 6 surat. Berikut ini akan dianalisis makna beberapa ayat tersebut berdasarkan nuzulnya, 1. Al Baqarah 11-12 : Konspirasi Jahat Ayat pertama yang mengandung kata fasad adalah : Ungkapan fasad di ayat ini berkaitan dengan orang-orang munafik di Madinah. Yang dimaksud di sini adalah kekufuran, kemaksiyatan dan pelanggaran yang mereka lakukan terhadap larangan-larangan. Kemaksiyatan mereka yang paling kentara adalah upaya mereka secara diam-diam untuk mendesak dan menyebarkan keraguan terhadap ajaran yang dibawa beliau. Merekapun melakukan konspirasi antara orang musyrik Mekkah untuk melawan umat Islam. Ayat ini merupakan kecaman keras al-Quran terhadap beberapa orang di Madinah yang secara langsung menampakkan dukungan terhadap ajaran Allah, namun secara diam-diam merencanakan upaya sabotase dakwah, mereka mempromosikan diri sebagai orang -orang reformasi namun sesungguhnya mereka adalah perusuh. Mereka hanyalah golongan oportunis yang sekedar mencari keuntungan pragmatisaan hawa nafsu sendiri. Allah menyindir mereka sebagai orang - orang telah kehilangan kepekaan manusia. 2. Al Baqarah 30-31 : Konflik Sosial Kata fasad pun ditemukan pada ayat lain dalam surat al Baqarah, yaitu : Malaikat menduga bahwa manusia cenderung melakukan perusakan tatanan sosial dan tatanan alam. Perusakan tersebut terjadi akibat ketidaktahuan akan ajaran tuhan, sehingga hidup mereka selalu subyektifitas. Kehidupan yang selalu dikontrol oleh subyektifitas hanya akan memunculkan kondisi ataupun kolektif sebagaimana anggapan malaikat dalam ayat ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kehidupan tanpa didasari ajaran Allah adalah kehidupan yang " rusak" dan pelaku - pelaku kehidupan adalah yang hanya menjerumuskan umat manusia ke dalam konflik abadi.
TINJAUAN SOSIOLOGIS AYAT MAKIYAH DAN MADANIYAH
Subhi as-Salih membagi ayat Makkiyah dan Madaniyah ke dalam tiga kelompok : masa awal, pertengahan dan akhir. Termasuk ke dalam kelompok makkiyah bagian awal ialah QS: 53 ,74,81,92,96,100 dan 102. Surah-surah Makkiyah bagian awal berisi wahyu, agama, penjelasan tentang kekuasaan Tuhan dan bukti-bukti kasih sayangNya menggambarkan hari kebangkitan, memberi peringatan kepada kaum musyrik atas pengalaman penderitaan kaum-kaum muslim terdahulu. Menegaskan adanya pertanggungjawaban, pahala dan siksa, membesarkan hati Nabi Muhammad Saw atas pengalaman pengingkaran kaum terdahulu terhadap rasul-rasul sebelumnya dan menegaskan kesatuan agama-agama para rasul dan misi kerasulan atas umat manusia secara keseluruhan. Isi surah-surah Makkiyah periode awal pendek dan sangat ringkas kalimat-kalimatnya berupa perintah larangan pertanyaan. Surah-surah Makkiyah masa pertengahan ialah QS 15,75,77,80,90,95 dan 101. Tema surah-surah makkiyah bagian pertengahan sebagaimana bagian pertama, berisi tentang alam atau dunia (al-kaun), kehidupan dan manusia. Perbedaannya adalah bagian pertengahan memperluas ruang lingkup pembicaraannya. Dan memperinci aspek - aspek pembicaraannya, pada bagian ini dakwah islam mulai mengancam kaum musyrik dengan memberi berbagai gambaran ancaman Allah Swt atas penduduk yang zalim, mengemukakan kisah-kisah kaum terdahulu, merinci bukti-bukti keesaan tuhan, kebenaran wahyu, hari kebangkitan, ibanya hari pembalasan, pahala dan siksa menggambarkan surga dan neraka mengingatkan nikmat tak terhingga dibumi dan langit, mengajak untuk kembali ke fitrah, mengharapkan mereka untuk beriman dan beramal saleh, serta menegakkan keadilan bagi setiap orang dari ungkapan kaliniat surah-surah makkiyah bagian pertengahan ini sama dengan yang pertama. Yang tennasuk dalam surah Makkiyah bagian akhir, antara lain, QS: 14,18,37. Meski belum sebanding dengan ayat dan surah Madaniyah, ayat dan surah Makkiyah bagian akhir ini panjang - panjang. Padahal kecenderungan ahli bahasa Mekah lebih mengutamakan bahasa ringkas dan padat. Adapun tema-temanya tentang keesaan ketulusan total kepada tuhan dan menjauhkan dari sikap musyrik, hari pembalasan, ancaman bagi para pengingkar, dan janji tuhan atas kemenangan para rasul. Tema Keesaan tuhan ditekankan dalam rangka membantah anggapan sebagian penduduk Mekah yang meyakini bahwa malaikat adalah anak-anak tuhan hasil perkawinan dengan jin. Ayat-ayat Madaniyah berbeda dengan periode Mekah. Nabi Muhammad Saw pada periode Madinah ( selama 10 Tahun ) mempunyai kedudukan sosial yang baik. Diterimanya Muhammad Saw sebagai penengah antar komunitas Madinah yang bertentangan merupakan salah satu bukti bahwa ia berkedudukan penting. Di Madinah Muhammad Saw mempunyai pengikut dan kekuasaan yang makin lama makin banyak dan kuat. Pada periode ini, ayat-ayat yang diwahyukan panjang - panjang isinya mengenai kaum munafik, hukum dan pidana, jihad dan ajakan mati syahid di jalan Allah Swt. Perincian pokok-pokok ajaran masyarakat dan keluarga, hak dan kewajiban individu dan masyarakat, serta polemik dengan penganut agama lain ( ahlul kitab ). Pengelompokan Madaniyah ke dalam tiga periode lebih muda dilakukan dibanding dengan surah - surah Makkiyah , terutama surah-surah Makkiyah bagian awal. Hal itu karena pada periode ini terdapat kemudahan memperoleh catatan dan riwayat-riwayat walaupun dalam surah Madaniyah masih ada sedikit perbedaan karena riwayat yang berbeda - beda. Para ahli sepakat bahwa periode awal surah- surah Madaniyah , antara lain QS: 2,3,4,8,33,57 dan 60. Adapun surah- surah Madaniyah periode pertengahan antara lain, QS : 24,47,49,58,59,63 dan 65 dan yang termasuk periode akhir surah Madaniyah, misalnya QS: 5,9,62,66 dan 110. Penjelasan tentang bagaimana mengetahui bahwa suatu ayat diturunkan pada periode Mekah dan ayat lainnya pada periode Madinah tentu bukan dari Nabi Muhammad Saw, melainkan di dapat dari keterangan para sahabat Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya, diyakini bahwa para sahabat seperti Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Mas'ud adalah mereka yang mengetahui waktu dan tempat wahyu diturunkan. Berkenaan dengan keterangan sahabat itu. Memang ada sikap kritis, seperti didapatkan keterangan yang dijadikan pegangan .
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen. (2000), Islam a Short History, Jakarta, Pustaka Pelajar Anwar, Drs.Abu, M.Ag, (2000), Ulumul Qur'an Sebuah Pengantar, Pekan Baru: Amzah. As.Shalih, Dr.Subhi, (1999), Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur'an, Jakarta : Pustaka Firdaus. H. Ramli,Drs. Wahid, M. Ag, ( 2000 ), Ulumul Qur'an edisi Revisi, Jakarta PT Raja Grafindo Persada. Rahman, Fazlur.(1983).rema Pokok al Qur'an,Bandung, Penerbit Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar