Kamis, 14 Maret 2013

DAULAH ABBASIYAH: MASA AS-SAFFAH

Abstraksi
“Pada akhir masa pemerintahan Umayyah berbagai hal terjadi di dalam tubuh kepemerintahannya. Mulai dari munculnya golongan sparatis yang memang sejak permulaan masa Umayyah sudah tidak menyukainya pada akhirnya semakin membuat rasa kebencian itu menjadi dendam membara,  seperti  golongan Alawiyin yang menganggap Umayyah telah merampok  kekuasaan Ali bin Abi Thalib dan menghabisi keluarga Ali  harus dibayar mahal oleh Umayyah.  Di Khurasan hal serupa-pun terjadi, akibat dari kekuasaan semena-mena dan tindakan dikriminasi oleh penguasa Umayyah terhadap golongan Mawalli membuat mereka gerah dan memutuskan untuk mengangkat pedang melawan kezaliman Umayyah. Keadaan ini semakin menemukan puncaknya ketika Abbasiyah di Hamimah yang pada saat itu mengatasnmakan Bani Hasyim menjadi motor penggerak dalam revolusi besar untuk menggulingkan dinasti Umayyah. “


Kata kunci: Abbasiyah, as-Saffah
A.    SILSILAH KELUARGA
     Sejarah telah mencatat bahwa Daulah Abbasiyah adalah salah satu imperium yang pernah mencapai peradaban tertinggi di dunia yang kekuasaannya membentang dari Andalusia (Spanyol) sampai perbatasan kekhaisaran China di Timur. Daulah ini didirikan oleh keluarga  Abbasiyah, yaitu keturunan Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah saw dengan silsilah berikut ini.
    Abbas dilahirkan tiga tahun sebelum tahun Gajah. Dari ayahnya Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf yang juga kakek Nabi Muhammad saw. Abdul Muthalib mempunyai beberapa putra, diantaranya: Abdullah (ayahanda Nabi), Abbas, Abu Thalib dll. Abbas adalah seorang pemuka Bani Hasyim yang cerdik. Dikala Agama Islam mulai disiarkan Nabi, beliau menjadi salah satu pembela Nabi yang tulus. Ia dimuliakan dan dicintai oleh Rasulullah saw., juga oleh khalifah-khalifah setelahnya. Beliau wafat pada masa pemerintahan Utsman bin Affan.
    Adapun cikal bakal lahirnya keluarga Abbasiyah yang kemudian menduduki tata kekhalifahan dimulai dari Abdullah bin Abbas, putera kedua dari Abbas. Ketika Nabi wafat umurnya baru 13 tahun dan termasuk kekasih serta kesayangan Nabi. Di zaman Umar bin Khattab ia menjadi anggota dewan penasehat khalifah yang istimewa. Sekalipun usia muda belia, tapi Umar kerap menanyakan hukum-hukum dan berbagai masalah kepadanya.
    Abdullah bin Abbas mempunyai salah satu putera yang dinamakan Ali bin Abdullah. Ia dilahirkan pada saat kematian Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu untuk memperingati kematian Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas menamakan anaknya dengan Ali bin Abdullah. Setelah menikah Ali bin Abdullah dikarunia 20 putera dan 11 puteri. Putera sulung dari Ali bin Abdullah adalah Muhammad bin Ali yang merupakan ayahanda Ibrahim al-Imam, Abul Abbas As-Saffah dan Abu Ja’far al-Manshur.
Tabel silisilah keturunan Abbasiyah
أﻠﻌﺒﺎس 
ﻋﺒﺩﺍﷲ
ﻋﻠﻰ

         ﻤﺤﻤﺪ     ﻋﺒﺪﺃﷲ                      ﻤﻮﺴﻰ                 ﺴﻠﻳﻤﺎﻦ

    اﻠﺴﻔﺎﺡ    ﺇﺒﺮاﻫﻴﻢ 1      ﺍﻠﻤﻨﺼﻮﺮ 2   
                                     اﻠﻤﻫﺪﻱ 3

     اﻠﻫﺎﺪﻱ 4    اﻠﺮﺸﻴﺪ 5    اﻠﻤﻨﺼﻮﺮ         ﺇﺒﺮاﻫﻴﻢ   
                        
          اﻵﻤﻴﻦ 6       اﻠﻤﺄﻤﻮﻦ 7      اﻠﻤﻋﺘﺻﻢ 8      
                          
                ﻤﺤﻤﺪ            اﻠﻮاﺜﻖ 9           اﻠﻤﺘﻮﻛﻞ 10

B.    LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA DINASTI ABBASIYAH
Berdirinya dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari sejarah runtuhnya dinasti Umayyah. Karena Dinasti Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Dinasti Umayyah yang telah berlangsung dalam kurun waktu satu abad (661-750).
Dalam bukunya Dr. Badri Yatim, dijelaskan bahwa lemahnya pemerintahan Bani Umayyah, terlebih pada masa khalifah terakhir Bani Umayyah, Marwan II yang berkuasa pada saat berumur 56 tahun tidak dapat lagi menyelesaikan masalah dalam pemerintahan sehingga membawa kepada kehancuran. Diantaranya faktor-faktor itu antara lain:
1)    Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2)    Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara sembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3)    Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapatkan kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan Mawalli (non Arab), terutama di Iraq dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan Bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4)    Lemahnya Daulah Umayyah juga oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5)    Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn al-Muthalib. Gerakan ini mendapat sambutan dan dukungan penuh dari Bani Hasyim, golongan Syiah, dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
Propaganda yang dilancarkan Bani Abbasiyah menemukan momunten disaat beberapa golongan merasa tertindas dan sakit hati  terhadap Umayyah apalagi Abbasiyah menggunakan istilah Bani Hasyim yang menyatukan seluruh keturunan Hasyim sehingga pada akhirnya sebuah revolusi mengakhiri dinasti Bani Umayyah. Pada tahun 750 M khalifah Marwan II terbunuh dalam sebuah upaya pelarian. Dengan demikian  berakhirlah kekuasaan dinasti Bani Umayyah yang bersifat Arabis-me dan beralih ke pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah.
    Dengan jatuhnya dinasti Umayyah, kejayaan dan hegemoni Arab telah berakhir, dan era kerajaan Arab murni kini sedang bergerak cepat menuju titik akhir. Dinasti Abbasiyah menyebut diri mereka sebagai dawlah, menandai sebuah era baru, dan memang benar-benar menjadi era baru. Orang Iraq telah terbebas dari kendali orang Suriah. Dendam orang Syiah dianggap telah terbalaskan. Para Mawla juga telah terbebas. Kufah, di perbatasan Suriah, dijadikan sebagai ibu kota pemerintah yang baru. Orang Khurasan menjadi pasukan pengawal khalifah, dan orang Persia menduduki posisi penting dalam pemerintahan.  Aristokrasi Arab murni telah tergantikan dengan hirarki pejabat yang diambil dari beragam bangsa di dalam wilayah kekuasaan khalifah.
C.    DETIK-DETIK RUNTUHNYA UMAYYAH
Menjelang tahun 132 H diakhir kejayaan bani Umayyah muncul golongan yang mengekspresikan penyatuan dalam term Bani Hasyimiah atau golongan Hasyimiyah atau ahlul bait. Saat itu perkataan golongan Abbasiyah dan golongan Alawiyah belum  muncul secara nyata di permukaan sejarah. Akan tetapi kedua pihak yang tergabung dalam golongan Hasyimiyah pada hakekatnya berbeda. Golongan Alawiyah dengan sikap tulus iklas percaya bahwa jabatan khalifah adalah hak mereka, sementara Abbasiyah terdapat ciri-ciri kepintaran dan politik.
Sepeninggal al-Husein di peperang Karbala yang berat sebelah menjadikan golongan Alawiyah guncang dan  pada akhirnya mereka harus menentukan pilihan untuk bersatu dengan keturunan Abbasiyah, sehingga upaya yang dilakukan pada saat itu ialah mencetuskan untuk menumbangkan kekuasaan sistem pemerintahan yang dipegang bani Umayyah. Upaya tersebut antara lain dimulai dari:
1.    Hamimah
Ialah suatu negeri kecil yang dihadiahkan Walid bin Abdul Malik dari Umayyah kepada Ali bin Abdullah bin Abbas yang terkenal loyal dan bersahabat dengan Umayyah. Sikap beliau ini berbeda dengan anaknya yang bernama Muhammad bin Ali bin Abbas yang terkenal tajam akal pikirannya dan tinggi cita-citanya. Melihat perpecahan golongan Alawiyah dan prihatin atas kekalahannya dengan Umayyah yang berujung pada pembantaian keluarga Ali bin Abi Tahalib, Muhammad bin Ali bin Abbas muncul dengan malkumat yang terkenal dengan Paksi Hamimah.  Di negeri Hamimah inilah untuk kemudian menjadi pusat pengkaderan.
2.    Kufah
Kota Kufah terletak di pertengahan jalan, di mana berhimpun golongan pendukung Ahlu Bait yang bermusuhan dengan Umayyah. Kota ini dijadikan pusat perhubungan di mana kader-kader yang membawa perintah dan arahan dari Hamimah dan kota-kota lain untuk memberikan laporan penyelidikan.
3.    Khurasan
Ialah wilayah para Mawalli (golongan yang tertindas Umayyah). Golongan ini menerima dan setia sebagai pendukung Abbasiyah. Di bawah perintah Abu Muslim al-Khurasani mereka mengepung kota Marwu yang dipimpin oleh gubernur Nashr bin Saiyar dari Umayyah. Akhirnya Nashr mengalami kekalahan dan melarikan diri.
Kebangkitan Khurasan dalam menentang Umayyah dan kepatuhan mereka kepada Abbasiyah merupakan langkah pertama yang gemilang dari keluarga Hasyimiyah yang pada saat itu mereka telah memproklamirkan diri sebagai Khalifah dengan nama Bani Abbasiyah. Oleh karena itu, khalifah pertama Abbasiyah selanjutnya memerintahkan untuk mengadakan penyerangan besar-besaran terhadap Umayyah terakhir.

D.    AS-SAFFAH KHALIFAH PERTAMA BANI ABBASIYAH
        Kekuasaan dinasti Abbas, atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan melanjutkan dinasti bani Umayyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas.  Kekuasaan bani Abbasiyah berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, dari tahun 132H/750M – 656H/1258M. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1)    Periode Pertama (132H/750M – 232H/847 M), disebut sebagai periode pengaruh Persia pertama.
2)    Periode Kedua (232H/847M – 334H/945M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3)    Periode Ketiga (334H/945M – 447H/1055M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4)    Periode Keempat (447H/1055M – 590H/1194M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5)    Periode Kelima (590H/1194M – 656 H/1258M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Masa pemerintahan pertama dipimpin oleh seorang khalifah yang bernama Abu al-Abbas , pendiri dinasti yang berlangsung sangat singkat yaitu dari tahun 750M sampai 754M. karena itu, pembina sebenarnya dari daulah Abbasiyah adalah Ja’far al-Manshur (754-775M).
Abu Abbas ditabalkan menjadi khalifah di Kufah pada tanggal 20 Agustus 749M (132H)  di muka tentaranya yang menang perang. Dalam khotbah penobatanya yang disampaikan setahun sebelumnya di mesjid Kufah, khalifah Abbasiyah pertama itu menyebut dirinya As-Saffah,  penumpah darah yang benar, yang kemudian menjadi julukannya. Julukan itu merupakan pertanda buruk, karena dinasti yang baru muncul ini mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam menjalankan kebijaksanaanya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, di sisi singgasana khalifah tergelar karpet yang digunakan sebagai tempat eksekusi. Al-Saffah menjadi pendiri dinasti Arab Islam ketiga -setelah Khulafaurrasyidin dan dinasti Bani Umayyah-  yang besar dan berusia lama, dari tahun 750-1258M.
Titik kelemahan Khalifah Abu Abbas itu bahwa kebijaksanaan pemerintaan berdasarkan kekerasan sehingga digelari dengan Yang Haus darah (as-Saffah), sekalipun dalam banyak hal ia-pun memperlihatkan kebudiman dan kedermawanan. Ia menghadapi kerusuhan yang meluas disebelah dalam dan di balik itu serangan besaran-besaran dari arah luar, yakni dari pihak imperium Roma Timur (Byzantium). Tersebab itulah ia terpaksa bertindak dengan keras arah ke dalam dan kemudian menghadapi serangan dari luar itu.
Dengan begitu ia mewariskan kekuasaan yang mantap kepada para penggantinya pada masa belakangan sehingga masa kekuasaan daulah Abbasiyyah itu  terpandang zaman gemilang didalam sejarah Islam.
Jikalau daulah Umayyah mempergunakan warna tinta merah untuk lambangnya dan benderanya serta panji-panjinya maka daulah Abbasiyah mempergunakan warna hitam bagi lambangya sejak dari bendera dan panji-panji sampai kepada warna pakaian kebesaran Khalifah, yakni gamisy-luar yang dikenakan khalifah pada setiap upacara kebesaran dan begitupun garis-garis warna sorban-besar yang dikenakan diatas kepala.  Beberapa diantara riwayat mengenai As-Saffah adalah sebagai berikut:
1.    Sejarah Kekhalifahan As-Saffah
       Dia dilahirkan pada tahun 108 H, -ada yang mengatakan 104 H- di al-Humaimah sebuah tempat di dekat al-Baqa’. Dia dibesarkan dan berkembang ditempat itu, dan dibaiah sebagai khalifah di Kufah. Sedang ibunya bernama Raithah al-Haritsiyyah, seorang yang berbangsa Arab.
       Imam ahmad meriwayatkan didalam musnadnya dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw bersabda:
    ﻴﺨﺮﺝﻋﻨﺩاﻨﻗﻄﺎﻉﻤﻦاﻠﺰﻤﺎﻦﻮﻈﻫﻮﺮﻤﻦاﻠﻔﺘﻦﺮﺠﻝﻴﻘﺎﻝﻠﻪاﻠﺴﻔﺎﺡﻔﻴﻛﻮﻦﺇﻋﻄﺎﻮﻩاﻠﻤﺎﻝﺤﺜﻴﺎ                                                                                     
 “Akan muncul pada suatu zaman yang carut marut dan penuh dengan petaka seorang penguasa yang disebut as-Saffah. Dia suka memberi harta dengan jumlah yang banyak.”

     Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: Awal mula kekhilafahan Bani Abbas adalah bahwa Rasulullah saw memberitahukan kepada Abbas, pamannya, bahwa khilafah akan ada di tangan anak cucunya. Sejak itulah Bani Abbas membayangkan datangnnya khilafah tersebut.
    Risydin bin Kuraib menceritakan bahwa Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin al-Hanafiyah (golongan Alawiyin) pergi menuju Syam. Dia bertemu dengan Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Dia berkata:
”Wahai pamanku, sesungguhya saya memiliki satu ilmu yang ingin saya katakan padamu, dan saya harap engkau memberitahukan tentang hal ini kepada siapa saja. Sesungguhnya perkara yang diperebutkan manusia (khilafah) akan berada di tangan kalian (Bani Abbas).”

    Al-Madaini meriwayatkan dari banyak perawi bahwa Imam Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas berkata:
     “Kita memiliki tiga waktu yang sangat istemewa: Matinya Yazid bin Mu’awiyah, ujung seratus tahun dan huru-hara di Afrika. Pada saat itulah manusia menyeru kami untuk berkuasa. Kemudian datang para pendukung kami dari arah Timur hingga kuda-kuda mereka menyerbu wilayah-wilayah Barat.”  

  Saat Yazid bin Abu Muslim terbunuh di Afrika, dan orang-orang Barbar mengingkari janji Muhammad bin Ali bin Abdullah, al-Imam mengutus seseorang ke Khurasan. Dia memerintahkan orang tersebut untuk menyeru manusia agar rela menjadikan keluarga Muhammad sebagai pemimpin (khalifah), namun kala itu dia sama sekali tidak menyebut siapakah keluarga Muhammad yang dimaksud.
    Lalu ia mengincar Abu Muslim al-Khurasani dan yang lainnya serta menulis beberapa surat kepada beberapa faksi yang ada. Dan ternyata mereka menerima seruannya. Tak lama setelah itu Muhammad bin Ali meninggal. Dia mewasiatkan agar anaknya Ibrahim menggantikannya. Peristiwa ini sampai ke telinga Marwan (Khalifah Umayyah akhir) yang akibatnya dia dipenjarakan lalu dibunuh. Lalu diserahkan masalah ini kepada saudaranya yang bernama Abdullah yang tak lain adalah as-saffah. Orang-orang Bani Abbas sepakat menjadikannya sebagai pemimpin mereka.
    Tatkala kabar pembaitan as-saffah sampai ke telinga Marwan, maka dia segera berangkat dengan pasukannya untuk memadamkan pemberontakan. Namun dia kalah dalam pertempuran itu. Disaat itu kerajaan bersatu di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah hingga mencapai Maqhrib.
As-Saffah meninggal akibat penyakit cacar pada hari Ahad tanggal 12  bulan Dzul Hijjah tahun 136 H pada usia 33 tahun dan dalam suatu riwayat dikatakan berusia 27 tahun. Dia telah mengangkat adiknya, Abu Ja’far, untuk menggantikan dirinya setelah kematiannya.
2.    Sifat dan Karakter As-Saffah
Beberapa diantara sifat-sifat pribadinya as-Saffah adalah sebagaimana dijelaskan Ash-Shuli.
    Ash-Shuli berkata: “ash-Saffah adalah seorang yang sangat dermawan. Tidak pernah sama sekali dia menunda apa yang telah dia janjikan, dan tidak pernah bangun dari tempat duduknya sebelum dia memberi apa yang telah dia janjikan.” 
    Sa’id bin Muslim al-Bahili berkata: Abdullah bin Hasan pernah datang menemui as-Saffah, sedang majlisnya pada saat itu sedang dipenuhi oleh Bani Hasyim,kaum Syiah dan para tokoh. Saat dia sedang membawa Alquran lalu  berkata: “Wahai Amirul Mukminin, berikanlah hak kami yang telah Allah tentukan dalam Alquran ini !” dia berkata, ”Sesungguhnya Ali, kakekmu, adalah orang yang lebih baik dan lebih adil dari diriku. Saat dia menjadi khalifah apakah kakekmu itu pernah memberi uang kepada al-Hasan dan al-Husein  (yang juga lebih  baik darimu)? Maka yang wajib bagi saya adalah memperlakukanmu sebagaimana ia memperlakukan keduanya. Jika saya memperlakukan seperti itu, maka saya telah berlaku adil, dan jika saya melebihi apa yang dia lakukan,maka hal ini bukan balasanku atas kebaikanmu.”
    Abdullah bin Hasan tidak menjawab dan dia segera berlalu. Orang-orang yang hadir di tempat itu kagum dengan jawaban as-Saffah.
    Namun, dalam sisi yang lain mereka berkata; as-saffah adalah sosok yang demikian gampangnya menumpahkan darah. Perilaku ini banyak diikuti oleh para pejabatnya di barat dan di timur.   Disebutkan dalam salah satu tulisan yang mencerminkan watak kerasnya dalam sebuah syair yang berjudul:
Genggam pedang angkat cemeti
    Kalimat ini diambil dari sekelumit sajak penyair terkenal , Sadif al-Syair diucapkannya di depan balai penghadapan khalifah Abul-Abbas didalam hubungan keluarga Umayyah yang masih ada masa itu.
    Khalifah Abu-Abbas tadinya telah memberikan ampunan umum (amnesti) terhadap keluarga Umayyah hingga mereka itupun bebas bergerak dimana saja, terutama Syiria dan Palestina dan lembah Irak. Bahkan pada balai penghadapan khalifah Abul-Abbas itu sendiri sering hadir seorang tokoh Umayyah, Sulaiman, putera khalifah Hisyam bin Abdil Malik. Akan tetapi orang sekitarnya tidak hentinya memasukkan jarum dendam terhadap keluarga Umayyah itu ke dalam hati khalifah yang masih muda belia itu.
    Pada suatu kali, di depan balai penghadapan khalifah yang juga dihadiri Sulaiman ibnu Hisyam itu, mendadak berkata Sadif al-Syair membacakan sajaknya terdiri atas dua bait, yang kandungan isinya: “Janganlah mudah terperdaya oleh para lelaki yang memperlihatkan wajah manis akan tetapi dalam hatinya tersimpan racun berbisa. Genggamlah pedang dan angkatlah cemeti agar bumi bersih dari turunan Umayyah”.
    Pengaruh sajak-sajak didalam kehidupan bangsa arab, sepanjang tradisi amat kuat sekali. Khalifah yang muda belia itu terangsang oleh sajak tersebut. Sulaiman ibn Hisyam kemudian ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman mati lalu terjadi pengejaran sementara terhadap turunan Umayyah . Karakter as-Saffah yang demikian pada akhirnya dalam masa pemerintahannya mempengaruhi terhadap kebijakan pemerintahan.
3.    Kebijakan Pemerintah as-Saffah
a.    Pembunuhan sadis di Damascus
    Jarum dendam terhadap keluarga bani Umayyah itu lebih kuat ditusukan dalam wilayah Syiria dan Palestina kepada para penguasa Abasiyyah. Emir Abdulah bin Ali, paman khalifah Abu-Abbas yang menjabat emir wilayah Syiria dan Palestina berkedudukan Damascus. Ia melakukan pembunuhan massal yang teramat sadis dan amat tercatat sekali dalam sejarah Islam.
Keluarga Umayyah merupakan lapisan elit dalam kedua wilayah terebut. Pada suatu kali lapisan elit Umayyah itu memperoleh undangan untuk menghadiri pesta pada istana emir Abdullah, sebuah kaste megah peninggalan imperium Roma di Damascus itu, bekas kediaman khalifah-khalifah Umayyah pada masa silam.
    Lebih sejumlah 90 orang tamu-tamu agung hadir. Setiap yang datang itu disambut dengan upacara penghormatan, dibawa melalui jalan berlilit dan sesampai pada suatu ruangan, merekapun dibunuh oleh pasukan pengawal yang sudah menunggu disitu. Di atas bangkai yang berkaparan dalam ruangan itu, demikian sejarah menceritakan, dibentangkan tikar-tikar luas dan disitulah pengawal istana berpesta pora, makan-minum sambil mendengarkan rintihan korban-korban yang tengah sekarat. Tragedi itu merupakan noda hitam bagi sejarah daulat Abbasiyah.
Kemudian berlangsung pengejaran dan pembunuhan terhadap sisa-sisa bani Umayyah dalam Syiria dan Palestina. Peristiwa itu dapatlah dipandang sejenis revolusi-sosial. Sebagian kecil saja sempat melarikan diri dan bersembunyi serta hidup incognito.
Di antara yang sempat melarikan diri adalah Abdurrahman Ad-Dakhili, cucu khalifah Hisyam ibnu Abdil Malik. Ia bersama pengiringnya meloloskan diri ke Mesir  kemudian berangkat ke Barat melintasi Afrika Utara dan pada wilayah barat jauh  (Maqrib al-Aqsha, Maroko). Enam tahun sesudah daulat Umayyah tumbang di Damascus maka terbangunlah daulah Umayyah  di Semananjung Iberia, dengan ibu kota Cordova Semenjak itu wilayah Islam terbagi atas kekuasaaan sentral yaitu Abbasiyah dan Umayyah baru.
b.    Memadamkan berbagai kerusuhan 
Kerusuhan yang dipadamkan pada masa pemerintahan Abul-Abbas yang empat tahun lamanya tercatat sbb:
-    Mengalahkan pasukan panglima Habib ibn Murra al-Meruwi seorang panglima Khalifah Mirwan II sampai akhirnya ia memohon ampun.
-    Mengalahkan pasukan panglima emir Abul wirdi yang pada mulanya sudah dibai’at tetapi belakangan mendurhaka dan menggerakkan penduduk kota benteng Qinissirin melawan khalifah Abul-Abbas
-    Memadamkan pemberontakan panglima Ishak ibn muslimn al-Ukaili. Pertempuran berlangsung sehingga Ishak menderita kekalahan dan kemudian memohon perdamaian.
-    Memadamkan pemberontakan Madain dibawah panglima Bissam ibn Ibrahim yang berada di sebelah timur sungai Tigris pada bagian utara kota wasit.
-    Memadamkan pemberontakan sekte Khawarij di bawah pimpinan Syaiban ibn Abdil Aziz dalam wilayah Iraq
-    Pembunuhan terhadap Yazid ibn Amir ibn Hubairat bersama keluarganya. Yaitu seorang mantan gubernur daulat Umayyah.
c.    Menangkis serangan Byzantium
    Wilayah imperium Roma pada masa daulah Umayyah semakin kecil. Menjelang akhir daulat Umayyah imperium Roma di bawah pemerintahan Constatine V (741-775) merebut kembali wilayah Asia Kecil sampai wilayah Cilikia di sebelah utara Syria dan selanjutnya menguasai kota-benteng Malatiadan Maridian di sebelah utara perbatasan Iraq. Peperangan yang diawali pada masa Khalifah Abul-Abbas kemudian dilanjutkan pada masa Al-Mansyur.
d.    Pembangunan Ibu Kota
Khalifah Abul-Abbas telah memikirkan pembangunan ibu kota sebagai lambang utama bagi kekuasaan. Pada tahun 136 H iapun membangun kota baru disebelah utara kota Anbar, pinggir sungai Eufrat, dengan nama Hasyimia.
Sebelumnya kedudukan kedudukan khilafat Abbasiyah tidak tetap. Tetapi semenjak tahun 136H telah resmi berkedudukan di Hasyimia. Pada masa belakangan baru berpindah di kota baru yaitu Baqdad.
e.    Penggunaan istilah wazir
Semenjak pemerintahan Abul-Abbas lahir istilah baru yaitu al-Wazir (Menteri=minister) dan lembaga pemerintahan yang dipanggil dengan nama al-wizarat, bertangung jawab kepada khalifah dan diatur dalam qawaninal-wizarat yakni peraturan pokok tentang al-wizarat. Pejabat yang pertama pada masa pemerintahan ini adalah Abu Salma Al-Khalal dan kemudian digantikan Abul-Jahmi ibn Attiya.
   
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Dhuha al-Islam juz 1 cet. 7, Mesir,  an-Nahdhah al-Misriyyah, tt.
Philip K. Hitti, History of the Arabs ttj., Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2002
Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta, Djambatan, 2002
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1993
As-Suyuthi, Tarikh Khulafa’ ttj., Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2001
Joesoef Sou’yb, Sejarah Abbasiyah I, Jakarta, Bulan Bintang, 1977
H. Soekama Karya, et al, Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 2003
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Islam, Mesir, an-Nahdhoh al-Misriyah cet. 7, 1964
Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah Peradaban Islam 3, Jakarta, Alhusna, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar