Selasa, 05 Maret 2013

PENGETAHUAN MANUSIA SECARA UMUM

A.    PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.
Manusia memiliki pengetahuan yang merupakan alat untuk melaksanakan segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, tanpa pengetahuan manusia akan mengalami kendala-kendala dalam menyelesaikan persoalannya.  Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dalam mengembangkan pengetahuan yang dilakukan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan tetapi pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya ( survival ).

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.
Ciri yang membedakan manusia dari makhluk lain adalah kepasitasnya untuk berpikir. Berpikir dipacu oleh keinginan-tahuan manusia. Ia ingin tahu jawaban dari semua pertanyaan yang dihadapinya, ia ingin tahu kebenaran dari segala sesuatu yang ditemuinya.
 
B. RASA INGIN TAHU MANUSIA
a.    Trial and Eror
Trial and eror adalah metode coba-coba, yaitu manusia melakukan percobaan terhadap sesuatu tanpa melakukan langkah-langkah/desain secara ilmiah untuk menemukan suatu kebenaran. Dari coba-coba ini manusia mendapatkan pengetahuan melaui proses pengalamannya (ekperience) dan metode ini juga dipergunakan untuk memecahkan suatu masalah .
Metode ini disebut trial and error, metode ini mencobakan berbagai cara dan tindakan untuk memecahkan sesuatu masalah. Metode ilmiah yang juga disebut belajar dari kesalahan.
Metode ini kemudian di tata menjadi eksprimentasi. Eksprimentasi melibatkan suatu upaya sadar untuk mengadakan kontrol. Kemajuan-kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan baru dapat tercapai setelah teknik mengontrol diketahui, dalam eksperimen ilmuan, mengganti kondisi objek dan faktornya pada suatu waktu untuk dapat dicatat reaksinya . Metode ini merupakan salah satu cara untuk menemukan pengetahuan baru bagi manusia.
Perkembangan pengetahuan manusia pada tahap selanjutnya ditandai dengan tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan dasar-dasar pikiran yang benar jika ditinjau dari alur-alur logika yang digunakannya, namun sangat bertentangan dengan kenyataan sebenarnya. Kelemahan rasionalisme ini kemudian menyebabkan lahirnya empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan yang benar itu didapat dari kenyataan pengalaman .

b.    Common Sense
Common sense adalah anggapan umum, yaitu kebenaran atas dasar penglihatan dan secara kebiasaan bahwa penglihatan itu (objek) merupakan gejala atau tanda akan terjadi sesuatu. Jadi suatu yang akan terjadi itu telah menjadi pengetahuan/rasa tahu untuk semua orang contohnya: hari mendung, semua orang akan tahu bahwa hari akan hujan.
Jagues Maritain menyatakan bahwa perbendaharaan anggapan umum ini merupakan campuran, sebagai prinsip nonkontradiksi, melalui banyak keyakinan yang lebih menyampaikan kepada suatu kumpulan pengetahuan mengenai hal-hal yang aneh .
Islam memberikan kedudukan sangat tinggi kepada akal manusia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat alquran yang menganjurkan kepada menusia agar selalu menggunakan akalnya untuk menalar dan memahami berbagai macam persoalan . Pengetahuan lewat akal disebut pengetahuan aqli lawanya adalah pengetahuan naqli . Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan pelalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara dan metode tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika, dimana  logika secara luas dapat didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih .
Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan lazimya diperoleh melalui salah satu dari empat cara, yaitu : pengetahuan yang dibawa sejak lahir; pengetahuan yang diperoleh berdasarkan budi; pengetahuan yang diperoleh berdasarkan indera-indera khusus seperti pendengaran, ciuman dan rabaan; dan atau pengetahuan yang diperoleh dari penghayatan langsung atau ilham .

c.    Akal
Menurut Endang Saifuddin Anshari akal dapat ditinjau dari bahasa yaitu rasio (latin), akal (Bahasa Arab: aqal), budi (Bahasa Sansekerta, nous (bahasa Yunani), reason (Bahasa Inggris), verstand (Bahasa Belanda), dan vernunft (bahasa Jerman). Manusia adalah makhluk yang berakal yang dapat mempergunakan daya berfikirnya untuk memahami berbagai aspek dalam kehidupannya dan menentukan reaksinya. Olahan akal manusia melalui hasil tangkapan inderanya akan mampu manalar secara abstrak dan komulatif, yang menghasilkan pengetahuan akliyah dan menyodorkan kebenaran rasional. Maka akal tidak dapat dipisahkan dengan indera, dari keduanya inilah akan menghasilkan pengetahuan. Aktivitas akal ini disebut berfikir.

d.    Pengalaman
Dalam bahasa Yunani pengalaman disebut dengan empiria, dalam bahasa Inggris disebut Experience dan dalam bahasa latin disebut experientia. Menurut C.A. Van Peursen pengetahuan tidak hanya meliputi pengetahuan ilmiah semata-mata, tetapi juga pengetahuan empiris melalui pengalaman pribadi, melihat, mendengar, merasakan, menduga dalam suasana jiwa.

e.    Ilham
Untuk memperoleh pengetahuan melalui inspirasi ini dapat dilakukan dengan mencari pengalaman terlebih dahulu, membaca buku, pengalaman pribadi dan lain-lain. Maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui inspirasi ialah pengetahuan yang disertai dengan ide.


f.    Wahyu
Wahyu adalah sumber ilmu yang disampaikan Tuhan kepada manusia dengan perantara Rasul. Wahyu adalah firman Allah, sedangkan isi wahyu berupa pengetahuan yang diturunkan oleh Allah kepada manusia melalui nabi dan rasulnya.
   
C.    ARTI DAN PERBEDAAN ANTARA PENGETAHUAN, ILMU PENGETAHUAN (SAINS) DAN FILSAFAT

a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala hal yang diketahui manusia sebagai proses dan produk dari rasa dan kapasitasnya untuk mengetahui sesuatu. Pengetahuan yang diserap manusia itu tentunya banyak sekali. Setiap saat pengetahuan kita terus bertambah.
Pengetahuan manusia dapat dibeda-bedakan dan berbagai segi. Dari segi asalnya, ada pengatahuan yang berasal dari indra (sensual knowledge). Dari himpunan berbagai cerapan pengetahuan indrawi, manusia kemudian berpikir dan berpikir, hingga ia menyimpulkan dan menghimpun pengetahuan hasil olahan otak yang berpikir, pengetahuan ini disebut Pengetahuan rasional (rational knowlwdge). Disamping indra dan akal, manusia juga dilengkapi oleh hati kalbun dan nurani. Hasil cerapan indera kemudian ditanggapi, disigapi dan diprestasi oleh rasa manusia Contohnya : dengan melihat bunga mawar yang indah dan mewanginya yang semerbak, timbullah appresiasi dan inspirasi untuk menuangkannya dalam karya seni, baik lukisan maupun puisi. Inilah yang dimaksud karya seni (art work) .

b. Ilmu Pengetahuan (Sains)
Ilmu (Sains) adalah pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu yang diperoleh melalui pendekatan, metode dan sistem tersebut .
Jadi pengetahuan (knowledge) adalah proses dan hasil cerapan tahu manusia secara umum. Setelah ini semua disistematiskan, disusun rapi dan ditata menurut metode dan sistematika tertentu, maka disebut ilmu pengetahuan (science dalam arti luas). Ilmu pengetahuan manusia itu dibagi atas tingkatan tertentu sebagai berikut :
1.    Ilmu pengetahuan deskriptif
2.    Ilmu pengetahuan normatif
3.    Ilmu pengetahuan kausal
4.    Ilmu pengetahuan essensi

Ilmu pengetahuan deskriptif memberikan jawaban atas pertanyaan apa (what is it ?) dan bagaimana (how is it). Sedangkan ilmu pengetahuan normatif menjawab pertanyaan seharusnya bagaimana (how it should be). Ilmu pengetahuan kausal berupaya menjawab pertanyaan apa yang terjadi jika dua fenomena atau lebih dihubungkan. Ilmu pengetahuan essensi berupa mengungkapkan hakikat dari segala sesuatu.

c. Filsafat
Aristoteles (384-322 SM) Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis . Ada tiga ciri utama hingga upaya itu dapat dikatakan filsafat, yaitu : Universal, Radikal dan Sistematis .
Filsafat tidak membiarkan diri terikat oleh satu pandangan atau sudut pendekatan tertentu, akan tetapi mencoba untuk merangkum segala aspek dan semua segi kedalam penyelidikannya. Filsafat itu suatu ilmu pengetahuan yang umum. Bukan dalam arti, bahwa filsafat itu seolah-olah merupakan jumlah dan segala ilmu pengetahuan belaka, melainkan dari pengertian bahwa filsafat itu tidak mempelajari suatu bagian tertentu dari kenyataan, dipandang dari sudut pengamatannya tertentu saja. Filsafat itu mencoba untuk membahas seluruh kenyataan dengan meneropong dari segala sudut penglihatan, sebagai obyek dari penyelidikan-penyelidikannya yang bersifat filsafat. Filsafat memajukan hak bagi dirinya atas pandangan pengetahuan yang paling luas dan pendirian yang paling utama.   


d. Perbedaannya
    Adapun perbedaan ilmu dengan filsafat menurut Endang Saifuddin Anshari adalah sebagai berikut:
1.    Objek formal ilmu: mencari keterangan yang dapat dibuktikan melalui penelitian, percobaan dan pengalaman manusia. Sedangkan objek formal filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, hingga keakar persolan, sampai kesebab-sebab dan ke ‘mengapa’ terakhir, sepanjang yang kemungkinan dapat dipikirkan.
2.    Objek materi filsafat ialah:
a.    Masalah Tuhan, sesuatu yang berada diluar jangkauan ilmu pengetahuan empiris.
b.    Masalah alam yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.
c.    Masalah manusia yang juga belum tau tidak dapat dijawab oleh ilmu-ilmu pengetahuan empiris.
Bila disimpulkan bahwa pengetahuan belum bersifat sistematis, sedangkan ilmu sudah sistematis. Pengetahuan sifatnya sederhana, sedangkan ilmu sudah lebih rinci atau tidak sederhana. Adapun filsafat radikal artinya mempertanyakan sesuatu hingga keakar masalahnya, mengkaji yang metafisik (dia atas yang fisik), spekulatif (berani punya kesimpulan sementara), dan universal (menyeluruh). Terlebih bahwa filsafat lebih luas jangkauannya.
Filsafat tidak dapat hidup dan juga tidak pernah hidup dengan memisahkan dirinya secara  mutlak dari problematika ilmu pengetahuan yang positif. Ada gejala saling ketergantungan antara ilmu pengetahuan dan filsafat. Yang terakhir ini tidak dapat berfikir tanpa yang pertama, kerena membutuhkan hal-hal yang konkrit, yang pertama tidak dapat berjalan tanpa yang terakhir, karena membutuhkan asas-asas dan kategori-kategori.
    Filsafat tidak dapat hidup berkembang tanpa ilmu pengetahuan, tetapi sebaliknya ilmu pengetahuan tidak dapat berbuat apa-apa tanpa filsafat.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               D. METODE ILMIAH DAN STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
a.  Metode Ilmiyah
Metode dalam bahasa Inggris adalah method artinya adalah cara, maksudnya adalah bagaimana cara mengadakan penelitian. Metode ilmiah adalah bagaimana cara mengadakan penelitian secara ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui metode ilmiah .
Metode ilmiah dicerminkan melalui penelitian ilmiah yang merupakan gabungan dari cara berpikir rasional dan empiris. Kerangkan ilmiah yang bertolak pada logiko-hipotetiko-verivikatif, dijelaskan Jujun pada bukunya filsafat Ilmu, sebagai berikut :

1.    Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamya.
2.    Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk kontelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahn.
3.    Perumusan hipotesis, merupakan jawaban sementara antara dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
4.    Pengajuan hipotesis, merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
5.    Penarikan kesimpulan, sebagai penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima .
b. Struktur Pengetahuan Ilmiyah
Sistim pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur, sebagai berikut:
1.    Jenis-jenis sasaran
2.    Benuk-bentuk pernyataan
3.    Ragam-ragam proposisi
4.    Pembagian Sistematis .
Secara ringkas, struktur pengetahuan ilmiah itu ditunjukkan secara sistematis sebagai berikut:
Pengetahuan ilmiah
a. Objek sebenarnya          b. Bentuk pertanyaan           c. Ragam proposisi              d. ciri pokok
1.    Objek material            1.    diskripsi                         1.    asas ilmiah                   1.    sistematisasi
a.    ide abstrk                    2.    diskripsi                         2.    kaedah ilmiah               2.    keumuman
b.    benda fisik                  3.    eksposisi pola                 3.    teori ilmiah                   3.    rasionalitas
c.    jasad hidup                 4.    rekonstruksi historis                                                   4.    obyektifitas
d.    gejala rohani                                                                                                       5.    verifiabilitas
e.    peristiwa sosial                                                                                                    6.    komunalitas
f.    proses tanda
2.    Objek formal
- pusat perhatian   

E.   TREND PENYELIDIKAN ILMIAH
Jika pada masa awal manusia tidak mempersoalkan secara mendalam kebenaran kesimpulan pengetahuan yang mereka miliki, saat ini pengetahuan tersebut diuji untuk menemukan kesimpulan yang benar dan kesimpulan tersebut menjadi pengetahuan yang baru. Tidak hanya sampai pada batas itu, kesimpulan yang semula dianggap benar, kembali diuji untuk dicarikan kesimpulan yang lebih benar sehingga kesimpulan tersebut akan menghasilkan kesimpulan yang baru pula. Demikian seterusnya, manusia mampu melahirkan sejumlah pengetahuan baru dengan keanekaragaman pendekatan penelitian masing-masing.
Problem yang kemudian muncul adalah eksistensi pengkajian agama (dalam hal ini Islam) sebagai studi ilmiah yang masih cukup minim. Johan Meuleman – sebagaimana dikutip U. Maman, dkk – menyebutkan kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: pertama, keteraturan logosentrime sangat menonjol di kalangan umat Islam; kedua, faktor pertama ini kemudian mengakibatkan penelitian terpusat pada teks-teks dengan mengabaikan unsur yang tidak tertulis dari agama dan kebudayaan Islam; ketiga, intrepretasi yang tertutup dan terbatas sebagai suatu teks yang membicarakan fakta dan peraturan; keempat, anggapan teks-teks klasik mewakili agama dan bahkan anggapan sebagai agama itu sendiri; kelima, sikap apologetis terhadap aliran lain; dan keenam, sikap tradisional.  
Kesadaran akan kondisi stgnan pengkajian agama yang terbatas pada bidang-bidang yang disebutkan di atas selanjutnya melahirkan berbagai pendekatan dalam studi Islam. Secara umum, pendekatan-pendekatan tersebut dapat disebutkan, antara lain: pendeketan spesialisasi keilmuan, pendekatan interdisiplin ilmu, pendekatan multi-disiplin keilmuan, dan pendekatan studi kawasan.
1.    Spesialisasi
Spesialisasi yaitu upaya seseorang untuk mengkhususkan diri pada kajian atau bidang tertentu yang dilakukan secara ilmiah. Paling populer adalah spesialisasi dibidang kedokteran. Dibidang teknologi misalnya ada teknologi penguasaan air, industri, konstruksi bumi, eksprorasi angkasa, psikoteknologi. Dibidang agama islam spesialisasi keahlian juga terjadi. Ada ahli sejarah klasik, ada ahli pesantren, ahli Islam Asia Tenggara, dan lain-lain.
Penelitian spesialisasi dapat dipahami sebagai sebuah penelitian yang mengambil konsentrasi pada bidang-bidang tertentu. Seperti: Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Dakwah, dan lain sebagainya. Berdasarkan perkembangan ajaran Islam, Harun Nasution melakukan klasifikasi ilmu-ilmu Islam, sebagai berikut:
1)    Kelompok dasar, yang terdiri dari tafsir, hadis, akidah/ilmu kalam (teologi), filsafat Islam, tasawuf, tarekat, perbandingan agama, serta perkembangan modern dalam ilmu-ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, dan filsafat.
2)    Kelompok cabang, teridiri dari:
-    Ajaran yang mengatur masyarakat: ushul fikih, fikih muamalah, fikih ibadah, peradilan dan perkembangan modern;
-    Peradaban Islam: sejarah Islam, sejarah pemikiran Islam, sains Islam, buday Islam, dan studi kewilayahan Islam;
3)    Bahasa dan sastra Islam
4)    Pelajaran Islam kepada anak didik, mencakup: ilmu pendidiikan Islam, falsafah pendidikan Islam, sejarah pendidikan Islam, lembaga pendidikan Islam, dan perkembangan modern dalam pendidikan Islam.
5)    Penyiaran Islam, mencakup: sejarah dakwah, metode dakwah, dan sebagainya.
Penelitian interdisiplin ilmu merupakan penelitian yang dikaji dalam wilayah cabang-cabang ilmu sebagaimana dijelaskan di atas. Sementara penelitian multi-disiplin ilmu merupakan penelitian yang dilakukan dengan berbagai macam pendekatan keilmuan. Cik Hasan Bisri menyebutkan: model penelitian multi-disiplin ilmu mencakup konsep dari berbagai disiplin ilmu. Setiap konsep masing-masing didefinisikan secara operasional sehingga dapat ditempatkan sebagai variabel penelitian.
Sementara itu, studi kawasan merupakan salah satu model penelitian yang dikembangkan dalam cabang sejarah. Salah satu model penelitian ini dikembangkan oleh Azyumardi Azra dalam bukunya yang berjudul Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Abuddin Nata menyebutkan bahwa penelitian yang dikembangkan Azyumardi Azra ini merupakan salah satu model studi kawasan yang cukup proporsional terutama dalam pengembangan khazanah intelektual Islam. 

2.    Interdisiplin
Interdisiplin adalah cara pandang terhadap sebuah masalah dari berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan. Interdisipliner yakni pelaku dari kajian interdisipliner yaitu seseorang yang menekuni satu bidang dan mengaitkannya pada bidang yang lain. Ada orang yang semula menekuni psikologi, tetapi selanjutnya dikaitkan dengan agama. Jadilah ia ahli psikologi agama.


3.    Multidisiplin
Multidisiplin yaitu seseorang yang menekuni beragam bidang (multidisiplin ilmu). Tentu saja sosok ilmu semacam ini sudah jarang ditemukan. Namun pernah dicatat dalam sejarah bahwa ada orang dengan kemampuan multidisiplin ilmu secara baik. Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Alfarabi, Albiruni, Alkhawarizmi merupakan beberapa contoh yang pernah ada. Mereka menekuni dan menjadi ahli pada berbagai disiplin ilmu.

4.    Studi Wilayah
Secara terminologis studi wilayah adalah pengkajian yang digunakan untuk menjelaskan hasil dari sebuah penelitian tentang suatu masalah menurut wilayah dimana masalah tersebut terjadi. Contohnya, penelitian tentang respons warga Muhammadiyah di wilayah tertentu (misalnya Medan) tentang bungan Bank.

F.    Studi Islam Ilmiyah, antara Normativitas dan Historisitas
Dalam penelitian studi Islam, alqur’an dan hadis tidak dapat terlepas karena merupakan sumber ajaran Islam ajaran islam itu sendiri. Karena alquran dan hadis bersifat normatif, namun dikalangan para ilmuan masih terdapat perbedaan pandangan dalam masalah apakah studi islam dapat dimasukkan dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat perbedaan ciri antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Menurut Amin Abdullah kesukaran seseorang dalam memahami studi Islam berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan mana yang normativitas dan histiritas. Pada dataran normativitas kelihatannya Islam kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu,  kan tetapi pada dataran historitas Islam dapat disebut sebagai disiplin ilmu. Pada dataran normativitas agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis, empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah keagamaan yang merupakan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditojolkan, kecuali dalam lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas .
Dilihat dari segi normatif sebagai mana yang terdapat dalam alquran dan hadis, islam lebih merupakan agama yang tidak bisa diberlakukan kepadanya paradikma ilmu pengetahuan yaitu paradikma analitis, kritis, metodologis dan empiris, akan tetapi pada dataran historitas Islam dalam arti yang telah dilaksanakan oleh manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu .
Mahmud Syaltut misalnya memandang Islam dari segi normatif dimana beliau membagi Islam menjadi dua bagian, pertama dalam masalah aqidah dan kedua dalam masalah muamalah . Harun Nasution memandang dari sudut historis, ia mengatakan Islam berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek . Pembagian ini merupakan pembedaan antara ajaran yang bersifat normatif dan ajaran yang bersifat historis. Pembedaan dalam melihat Islam itu dapat menimbulkan perbedaan pemahaman dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatifnya, maka Islam merupakan agama yang didalamnya berisi tentang akidah dan muamalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut pandang historis atau apa yang telah dipraktekkan masyarakat, maka Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu.

PENUTUP

Makalah ini secara sederhana telah memaparkan sejarah perkembangan pengetahuan manusia sebagai sebuah gambaran umum, sejak manusia mengenalkan pengetahuan pada taraf yang paling rendah sehingga pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah disiplin ilmu dalam waktu yang cukup panjang. Berdasarkan pemaparan-pemapran tersebut dapat dilihat bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan penalarannya guna menciptakan berbagai pengetahuan-pengetahuan baru dengan melakukan berbagai penelitian terhadap pengetahuan-pengetahuan yang telah ada.
Ilmu pengetahuan yang berhasil dilahirkan menusia sampai hari ini tentunya bukan merupakan kesimpulan akhir dari adanya pengetahuan itu sendiri. Namun demikian, pengetahuan tersebut dapat berkembang lebih jauh di masa-masa yang akan datang mengikuti pola perkembangan pengetahuan tersebut. Kemampuan penalaran manusia tentunya menjadi sebuah kekuatan untuk  Melakukan berbagai pengkajian tidak saja pada persoalan-persoalan umum, melainkan juga persoalan-persoalan keagamaan yang semakin problematis di dunia modern.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata,  Metodologi Studi Islam,  Jakarta, Rajawali Press, 2001
Amin Abdullah,  Studi Agama Normativitas atau Historitas, Yogyakarta, Pustaka pelajar, 
1996
Cik Hasan Bisiri,  Pengembangan Ilmu Agama Islam Melalui Penelitian Antardisiplin dan
       Multidisiplin. Bandung: Pusjarlit dan Nuansa, 1998
Harun Nasution, Islam Di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, UI Press, 1979
Harun Nasution,  Klasifikasi Ilmu dan Tradisi Penelitian Islam, Sebuah Perpektif, Bandung,
       Pusjarlit dan Nuansa, 1998
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar
Harapan, 1991
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik,  Jakarta, Gramedia
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam Pengantar Filsafat Pengetahuan Islam,
Jakarta, UI Press, 1983
Muhammad Syaltut,  Akidah dan Syari’ah Islam, Jakarta,  Bumi Aksara, 1994
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Pengantar Filsafat Umum, Medan, IAIN Press, 2001
Renneth T. Gallahger, The Filisophy of Knowlidge, efistimilogi, filsafat pengetahuan, terj.
Hardono Hardi, Yogyakarta Pustaka Filsafat Kanisius, 1994
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat. (catatan ke-3), Jakarta, Bulan Bintang, 1981
Soetrisno dan SRDM Hanafie, Epistemologi dan Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta,
Andi, 2007
S. Waqar Ahmed Husaini, Sistem pembinaan Masyarakat Islam, terj. Anas Mahyuddin,
Bandung, Pustaka, 1983
U. Maman, Kh, Metodologi Penelitian Agama, Teori dan Praktik, Jakarta, Rajawali Press,
2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar