Kajian Teologi Dalam Islam
A. Definisi Tauhid, Kalam
Untuk memahami apakah pengertian tauhid, terlebih dahulu kita mengenal teologi. Teologi secara bahasa terdiri dari kata “theos” artinya Tuhan dan “logos” yang berarti ilmu. Oleh karena itu teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang Tuhan atau ilmu ketuhanan.
Ilmu teologi konon berasal dari bangsa Sumeria, teologi ini bermula sebagai kata dalam bahasa Yunani yakni teologia. Istilah ini artinya penjelasan mengenai para dewa atau Tuhan. Dalam Greek-English Lexicon karya Lidell dan Scott termuat sebanyak 233 atau turunan untuk teos, diantaranya berhubungan dengan Tuhan atau para dewa. Dengan demikian, sedikit atau banyak teologi selama ini telah terfokus pada Tuhan atau para dewa. Oleh karena teologi membahas masalah-masalah doktrin maka teologi muncul dan ada pada setiap agama seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Teologi Sikh dll. Dalam kaitannya dengan ini teologi yang membahas terhadap Tuhan Allah Yang Esa adalah teologi Islam atau yang dikenal dengan tauhid.
Menurut Syekh Muhammad Abduh, tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah swt, sifat-sifat yang wajib ada padanya, sifat-sifat yang boleh ada padaNya, sifat-sifat yang tidak mungkin ada padaNya dan membicarakan tentang rasul-rasul untuk menetapkan keutus-an mereka, sifat yang ada pada mereka, sifat yang boleh dipertautkan kepada meraka dan sifat yang tidak munngkin terdapat padanya. Pada dasarnya makna tauhid itu meyakini sesungguhnya Allah itu tunggal, tidak ada sekutu bagiNya baik zat maupun perbuatanNya, dan sesungguhnya Dialah tempat kembali bagi setiap yang ada dan terminal untuk segala maksud. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan yang agung ini diutuslah Nabi Muhammad saw sebagaimana dijelaskan dalam Alquran, kitab Allah.
Terkadang tauhid disebut juga dengan ilmu kalam. Karena menurut M. Abduh, permasalahan yang masyhur terletak pada perbedaan-perbedaan diantara ulama masa pertama yang membicarakan tentang kalamullah (Alquran) apakah baru, atau qadim, dan seringnya ilmu tauhid dibangun dari dasar-dasar akal oleh para mutakallimin. Dasar pembenaran agama dalam ilmu ini menyerupai logika atau filsafat.
Dr. A. Subhi dalam kitabnya al-Manhaj Islamiyah mengatakan bahwa ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid yang muncul pada abad 2 H. Mazhabnya Mutazilah yang dibawa oleh Wasil bin Atho’. Ilmu kalam didasarkan pada pendekatan falsafat. Al-Kindi adalah orang yang pertama kali menyusun kitab mantiq.
Dengan demikian, pengertian tauhid dan ilmu kalam dapat ditarik kesimpulan bahwa keduanya terdapat kesamaan antara lain disekitar:
1. Kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-seginya, yang berarti termasuk di dalamnya soal-soal wujud Allah, keesaan dan sifat-sifatNya.
2. Pertaliannya dengan alam semesta, yang berarti termasuk di dalamnya, persoalan terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan, qadha dan qadar. Pengutusan rasul juga termasuk di dalam persoalan pertalian Tuhan dengan manusia, yang meliputi soal penerimaan wahyu dan berita alam-alam gaib yang dibawanya. Yang terbesar diantaranya adalah soal keakhiratan.
B. Asal Dan Kajian Perkembangan Kalam
Menurut Harun Nasution, persoalan-persoalan yang membawa kepada timbulnya persoalan-persoalan teologi adalah masalah dalam lapangan politik. Sebagaimana diketahui bahwa persoalan khilafat tentang siapa yang harus memimpin umat Islam setelah wafatnya Rasul sampai terbunuhnya Usman bin Affan dan pergolakan masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, melebar kepada persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Akibat dari peristiwa yang dikenal dengan tahkim (arbitrase), muncul aliran-aliran yang berpendirian pada masing-masing argumentasi kelompok seperti Khawarij, Murjiah dan Syiah.
Adapun sebutan ilmu kalam untuk suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang kita kenal sekarang, untuk pertama kalinya dipakai pada masa al-Ma’mun (Khalifah Abbasiyah w. 218 H), yaitu setelah ulama mempelajari kitab-kitab filasafat yang telah dterjemakan pada waktu itu, dimana mereka memadukan metodenya dengan metode ilmu kalam. Maka isue besar yang terpenting dan diusung dalam politik keagamaan Khilafah Abbasiyah diadopsi dari pemikiran-pemikiran Mu’tazilah.
Di dalam teologi Islam, kelompok yang paling agresif dan interes terhadap dialektika Yunani adalah Mu’tazilah. Dengan berada digaris perdebatan, dengan bersaing dengan trinitarianisme Kristen, materialisme Pagan, dan bahkan bersaing dengan konsep-konsep antropomorpis yang tersebar dikalangan Islam, Mu’tazilah berpendirian teguh terhadap keesaan dan transedensi Tuhan. Mereka menegaskan bahwa hanya terdapat satu Tuhan sebagai zat yang suci, Tuhan tiadalah menyerupai segala bentuk ciptaanNya, tidak seperti pribadi manusia, dan tidak terbagi-bagi dalam bagian yang manapun.Menurut istilah yang diadopsi oleh Mu’tazilah, esensi Tuhan adalah eksistensinya sendiri.
Bergabungnya al-Makmun kepada Mu’tazilah membuka zaman baru mazhab Mu’tazilah. Karena al-Makmun telah memberikan kepercayaan bahkan kerajaan al-Makmun juga kerajaan mereka. Masa al-Makmun adalah suatu masa yang menggambarkan kemenangan yang berturut-turut bagi kaum Mu’tazilah dalam majelis-majelis debat dan munazharah yang kerap kali mereka adakan melawan golongan-golongan Syiah dan golongan-golongan yang tak berketuhanan, umpama: Dahriah, Tsunaiah dll.
Sebagai seorang khalifah yang pertama kali mengangkat pemikiran Mu’tazilah, al-Makmun sangat sibuk antara lain dalam mengangkat isue bahwa “Alquran adalah makhluk” yang tergolong persoalan yang memunculkan mahkamah pemeriksaan yang pertama kali dalam sejarah Islam. Dialah yang mula-mula mendirikan gerakan pemikiran dalam sejarah, sekaligus sebagai pemrakarsa paling besar dalam penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani dan Suryani. Usahanya termasuk langkah pemula yang dilakukan oleh para pemikir dan cendekiawan Muslim untuk disumbangkan kepada kehidupan manusia.
C. Islam Sebagai Sumber Keyakinan dan Kepercayaan
Luasnya jangkauan wawasan Islam telah disampaikan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya, “Iman itu tersusun atas 69 rangka dan malu itu salah satu rangka iman”, (HR. Bukhori) lalu “setinggi-tingginya ialah menyakini keesaan Allah dan kerasulan Muhammad saw, sedang yang serendah-rendanya ialah menyingkirkan duri dari jalan yang dilalui” (HR. Muslim). Rangka atau cabang tersebut dimasukkan dalam tiga golongan besar, yaitu aqidah, syariah dan aklak.
Terkait diatas, bahwa Islam sebagai sumber keyakinan dan sekaligus sumber kepercayaan sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Islam sebagai sumber Keyakinan
Keyakinan atau yang dalam bahasa agama adalah aqidah membahas asas beragama yang berupa kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan supranatural dan tentang jagad raya. Konsepsi Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan aqidah Islam inilah yang dikenal dengan istilah tauhid. Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (faith in the unity God).
Manusia secara naluriah bertujuan akan mencapai kebahagian baik untuk dirinya maupun keluarga, bangsa dan masyarakat pada umumnya. Syarat pertama untuk mencapai kebahagiaan tersebut adalah adanya peraturan yang tegak yang akan mengikat suatu anggota masyarakat satu dengan yang lain dalam pergaulan hidup. Peraturan yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan hidup antara lain didasarkan kepada kepercayaan tentang yang gaib (Tuhan). Oleh karena itu dalam ajaran Islam seorang muslim harus terlebih dahulu bersaksi atas Allah sebagai Tuhannya dan Muhammad sebagai utusanNya (Syahadataini).
Doktrin Tauhid bagi kehidupan manusia menjadi sumber kehidupan jiwa dan pendidikan kemanusian yang tinggi. Tauhid akan mendidik manusia untuk mengikhlaskan seluruh hidup dan kehidupannya, kepada Allah semata. Ada sebuah riwayat yag diceritakan Abdullah bin Umar, bahwa suatu hari ia berjalan dengan Khalifah Umar bin Khatab r.a. dari Madinah menuju Mekkah, ditengah perjalanan beliau berjumpa dengan anak penggembala kambing:
Khalifah : “Wahai gembala, juallah kepadaku seekor anak kambing dari ternakmu itu.”
Gembala : “Aku ini hanya seorang budak”
Khalifah : “Katakan saja kepada tuanmu, anak kambing itu telah dimakan srigala”
Gembala : Kalau begitu dimana Allah ?
Jawaban pendek sang gembala tersebut membuat sang Khalifah bercucuran air mata lalu ia berkata:
ﺍﻋﺘﻘﺘﻚﻔﻲﺍﻠﺪﻨﻴﺎﻫﺬﻩﺍﻠﻜﻠﻤﺔﻮﺍﺮﺠﻮﺍﺍﻦﺘﻌﺘﻘﻚﻔﻲﺍﻻﺨﺮﺓ
“Kalimat ‘fainallah’ inilah yang memerdekakan kamu di dunia ini, semoga dengan kalimat itu pula akan memerdekakn kamu di akherat kelak”
2. Islam sebagai sumber Kepercayaan
Dalam Islam kepercayaan adalah iman. Iman adalah inti pelaksanaan atau implementasi dari keyakinan atau aqidah. Ketika seseorang yakin terhadap Islam maka ia wajib mempercayai keyakinanya yaitu yang termaktub dalam Arkanul Iman. Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa inti dari keimanan adalah “dua kalimat syahadat”. Oleh karena itu syahadat akan membawa arti asasi kepada rukun-rukun iman yang lain. Pertanyaannya, mengapa demikian?
Rasulullah saw berwasiat kepada sahabat Mu’adz ketika mengutus ke negeri Yaman: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab,maka hendaknya engkau memulai dakwahmu kepada mereka, penyaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah,. Kemudian jika mereka telah taat kepadamu ajarkan lagi kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atasnya shalat lima waktu”.
Berdasarkan riwayat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kepercayaan yang paling tinggi adalah percaya kepada Allah swt dengan implementasi rasa percaya pada Allah kemudian dilaksanakan dalam bentuk-bentuk keimanan yang lain. Yaitu antara lain: iman kepada malaikat, iman kepada para rasul, iman kepada kitab-kitab, iman kepada hari akhir, iman kepada qadha dan qadar.
D. Mazhab Pokok dalam Teologi dan Pendekatan Mereka
Peristiwa wafatnya Nabi Muhammad saw. Pada tanggal 8 Juni 632 M. melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarakat Islam yang kemudian mengakibatkan timbulnya perpecahan dikalangan umat Islam.
Perpecahan yang semula bersifat politis meningkat pada persoalan-persoalan teologis yang melahirkan empat aliran teologi, yaitu Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah dan Syiah. Menurut Harun Nasution, dalam tauhid atau teologi terdapat lima aliran yaitu: Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, As’Ariyah dan Maturidiyah. Perbedaan jumlah dalam aliran teologi ini menurut A. Hananfi karena memang tidak ada kesepakatan para ulama tentang jumlah golongan-golongan aliran. Oleh karena dalam pembagian mazhab pokok teologi penulis mengambil pendapat Harun Nasution.
1. Khawarij
Aliran ini walaupun pada mulanya karena motif politik akan tetapi meluas kepada masalah agama yaitu tentang sama’ dan akal (maksudnya apakah kebaikan dan keburukan dapat diterima dari syara’ atau dapat diketemukan akal fikiran) disamping masalah dosa besar.
Bagi mereka orang yang menyelesaikan masalah, seperti dalam kasus tahkim, tidak berdasarkan hukum Allah yang terdapat dalam Alquran dicap sebagai orang kafir, sesuai dengan ayat yang berbunyi:
ﻮﻤﻦﻠﻡﻴﺤﻜﻡﺒﻤﺎﺍﻨﺰﻞﷲﻔﺎﻮﻠﺌﻜﻬﻡﺍﻠﻜﺎﻔﺮﻮﻦ
Perkembangan term kafir inilah yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perpecahan ditubuh Khawarij menjadi 18 sekte. Akan tetapi dalam perjalanan sejarah hanya beberapa sekte yang dianggap besar dan mewakili sub sekte yang lebih kecil. Antara lain Azariqah, al-Najdah, al-Ajaridah, al-Sufriyah dan al-Ibadiyah.
2. Murjiah
Aliran Murjiah sebagaimana Khawarij pada mulanya ditimbulkan oleh kasus politik, tegasnya persoalan Khilafah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam. Aliran ini lahir sebagai reaksi terhadap paham-paham yang dilontarkan oleh Khawarij. Menurutnya, orang Islam yang berbuat dosa besar tetap mukmin tidak menjadi kafir. Soal dosa besar diserahkan kepada keputusan Tuhan kelak dihari perhitungan.
Pada dasarnya golongan Murjiah dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan moderat dan ekstrim. Golongan moderat, atau yang disebut Murjiah Sunnah pada umumnya terdiri dari para fuqaha dan muhadisin. Mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal di akherat. Ia akan dihukum di neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukan dan ada kemungkinan Tuhan mengampuninya. Sedangkan golongan ekstrim, mereka secara berlebihan mengadakan pemisahan antara iman dan amal perbuatan tanpa perhitungan sama sekali. Amal perbuatan tidak ada pengaruhnya terhadap iman. Iman hanya berkaitan dengan Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh karena itu selagi seseorang beriman perbuatan apapun tidak dapat merusak imannya sehingga tidak menyebabkan kafrnya seseorang.
3. Mu’tazilah
Aliran ini pada awalnya memang hanya menghadapi dan mempersoalkan perbuatan pelaku dosa besar (murtakib alkabari). Setelah berkecimpung dalam filsafat, mereka akhirnya memperdebatkan masalah-masalah ketuhanan, qadar, baik dan buruk, sifat-sifat Tuhan, perbuatan manusia dll yang kesemuanya dibahas dengan menggunakan argumen-argumen akal secara filosofis. Diantara tokoh utamanya adalah Washil bin Atho’.
Dalam alur pemikirannya, golongan Mu’tazilah berpedoman pada lima ajaran pokok (al-ushul al-khamsah) yang pada akhirnya konsekuensi logis tercermin dalam konsensus Mu’tazilah, antara lain :
1. Meniadakan sifat Allah
2. Alquran adalah makhluk
3. Perbuatan manusia adalah ciptaan sendiri
4. Orang fasiq diantara dua posisi
5. Adanya sejumlah kewajiban bagi manusia walaupun belum ada perintah
6. Tidak ada keistimewaan bagi rasul yang melebihi nabi-nabi lain.
4. As’Ariyah
Ialah mazhab teologi yang dipelopori oleh Abu Hasan al-‘Asyari sala satu sekte dalam aliran Sunni (Ahlus Waljamaah). Ajaran as-‘Ariyah banyak menolak pendapat golongan Mu’tazilah. Ia mendasarkan pada pernyataan nash Quran dan hadis (maksudnya wahyu).
Dalam pemikiran teologinya, ia berusaha mensucikan Tuhan dari segala yang tidak layak bagiNya. Kekuasaan Tuhan bersifat mutlak dan tidak terbatas. Di antara tokoh ‘Asariyah terdapat al-Gazali yang pada akhirnya menggunakan pendekatan tasawuf atau sufi.
5. Maturidiyah
Maturidiyah dibawa oleh al-Maturidi. Sebagai pemikir dan penentang paham-paham Mu’tazilah serta pembela Ahlussunah, al-Maturidi banyak berpegang pada astar. Sebagian pemikirannya cocok dengan pemikiran as-‘Ariyah dan sebagian lagi ada yang sesuai dengan pemikiran Mu’tazilah.
E. Tokoh Penting dan Literatur Dalam Studi Teologi
Yang dimaksud penulis dalam studi teologi tokoh ini adalah beberapa tokoh yang kemudian tertarik untuk menggeluti dunia teologi setelah zaman dimana beberapa aliran beserta penganutnya hilang dan sebagian yang lain masih tetap ada. Studi tentang teologi ini akhirnya berkembang dalam sebuah penelitian sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Abuddin Nata.
Secara garis besar, pekerjaan dalam lapangan ilmu kalam dapat dibagi kedalam dua bagian. Yaitu penelitian yang bersifat dasar (karena pada tahap ini sedang membangun ilmu kalam menjadi suatu disiplin ilmu dengan merujuk pada quran dan hadis serta berbagai pendapat tentang kalam yang dikemukakan oleh berbagai aliran teologi). Kemudian penelitian yang bersifat lanjutan, yaitu mendeskripsikan tentang adanya kajian ilmu kalam dengan menggunakan rujukan-rujukan yang dihasilkan oleh penelitian-penelitian model pertama.
1. Penelitian Dasar
Pekerjaan model pertama ini dapat kita jumpai sejumlah referensi yang telah disusun diantaranya:
a. Abu Mansyur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Samarqandi
Telah menulis buku teologi berjudul Kitab al-Tauhid. Ditahkik oleh Fathul Khalif, doctor filsafat Universitas Cambridge. Buku ini dikemukakan beberapa riwayat singkat al-Maturidy dan masalah-masalah detail serta rumit didalam ilmu kalam.
b. Al-Imam bin Abi al-Hasan bin Ismail al-‘Asyari
Menulis buku berjudul Maqalat Al-Islamiyyin Wa Ikhtilaf al-Muskallin. Seseorang yang ingin mengetahui banyak tentang teologi Ahlussunah mau tak mau harus mempelajari buku ini.
c. ‘Abd Jabbar bin Ahmad
Menulis buku yang berjudul Syarh al-Ushul al-Khamsah. Berisi ajaran-ajaran Mu’tazilah yang lima: al-tauhid, al-adl, al-wa’ad wal wa’id, al-manzilah baina manzilataini, dan amar ma’ruf.
d. Al-Gazali
Bukunya Al-Iqtishad Fi I’tiqad berisi tentang ilmu yang sangat diperlukan dalam memahami agama, perlunya ilmu sebagai fardlu kifayah, pembahasan tentang zat Allah, qadimnya Allah dll.
2. Penelitian Lanjutan
Yaitu pekerjaan mendeskripsikan, analisis, klasifikasi dan generalisasi. Termasuk diantara tokoh-tokohnya adalah:
a. Abu Zahrah, meneliti berbagai aliran dalam politik dan teologi yang dituangkan dalam karyanya yang berjudul Tarikh al-Mazahub al-Islamiyah fi-Alsiyasah Wal Aqaid. Meliputi obyek-obyej yang dijadikan pangkal pertentangan antara berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada masalah teologi.
b. Ali Musthafa al-Ghurabi, bukunya berjudul Tarikh al-Firaq al-Islamiyah Wa Nasy’atul Ilm al-Kalam ‘Inda Muslimin. Beliau mengungkapkan sejarah pertumbuhan ilmu kalam,keadaan aqidah pada zaman nabi Muhammad saw., Khulafaur Rasyidin, Umayyah.
c. Ahmad Mahmud Subhi
Dosen filsafat pada Fakultas Adab Universitas Iskandariyah. Fi ‘Ilm Kalam adalah bukunya yang dijadikan dua jilid. Jilid pertama tentang Mu’tazilah dan jilid kedua tentang Asy’ariyah.
d. Harun Nasution
Beliau adalah guru besar filsafat dan teologi di Indonesia. Bukunya Fi ‘Ilm Kalam (Teologi) berisi tentang sejarah timbulnya persoalan-persoalan teologi,aliran-aliran analisa dan perbandingan masalah akal dan wahyu, free will dan predestination dll.
F. Kegunaan dan Kontribusi Pendekatan Teologi
Sejak kedatangan Islam pada abad 13 M. hingga saat ini fenomena pemahaman keagamaan umat Islam khususnya Indonesia masih ditandai oleh keadaan amat variatif. Dalam wacana kekinian banyak orang yang berpengetahuan.
Tentang ilmu kalam, ilmu ini pernah menjadi primadona masyarakat. Sehingga setiap masalah dihadapinya selalu dilihat dari sudut pandang teologi. Keterlibatan ilmu tsb nampak dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul dimasyarakat . Keberuntungan dan kegagalan seseorang dalam kehidupan sering dilihat dari sisi teologi. Dengan kata lain berbagai masalah seringkali dilihat dari sudut teologi.
Dalam kontek sekarang studi Islam dengan pendekatan teologi melalui penelitian bermanfaat dalam rangka memberikan informasi yang mendalam dan komprehensif tentang berbagai aliran dalam teologi Islam. Sehingga seorang muslim akan bersikap bijaksana dan tidak mudah menganggap sesat bagi aliran-aliran tertentu.
Begitu juga ilmu kalam dalam kontek sejarah masa lalu, mempunyai peran yang sangat besar dan difungsikan sebagai:
1. Penguat atau hujjah bagi suatu faham tertentu. Misalnya, oleh kaum Khawarij mengambil ayat Quran dijadikan sebagai alasan pembenaran bagi pahamnya.
2. Apologi terhadap serangan dari luar Islam.
3. Ideologi suatu Khalifah. Hal ini terjadi pada Khalifah Al-Makmun yang menjadikan Mu’tazilah bagi pondasi politik keagamaannya.
4. Memperdalam Filsafat. Maksudnya, mengetahui kebenaran tentang ketuhanan yang didasarkan terlebih dahulu dengan keyakinan akan adanya Tuhan. Sehingga kebenaran filsafat tidak berseberangan dengan teologi dalam Islam.
Salah satu sisi pendekatan teologi dalam memahami agama ialah menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang benar dan mutlak adanya sehingga memahami agama tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu. Cara inilah yang kemudian menjadi buah kekurangan antara lain bersifat bersifat eklusif, dogmatis. Namun pendekatan teologi normative seseorang tsb akan menumbuhkan sikap militansi dalam beragama yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai sesuatu yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya.
G. Kesimpulan
Teologi (Theos/Tuhan+Logos/Ilmu) merupakan rangkaian ilmu tentang Tuhan atau keTuhanan. Istilah teologi lebih sering dipakai oleh penulis-penulis barat, oleh penulis-penulis Islam sendiri teologi mempunyai kesamaan dengan ilmu Kalam. Beberapa istilah yang mempunyai keterkaitan dengan teologi/ilmu kalam di antaranya ialah istilah tawhid, kalam dan ushul al din. Awal mula lahirnya ilmu kalam menumbuhkan beberapa aliran teologi sebagai akibat dari persoalan politik yang muncul pada saat pengangkatan Ali bin Abi Thalib menggantikan Usman bin Affan sebagai khalifah. Pada perkembangannya aliran-aliran teologi tersebut hanya beberapa yang bertahan sampai sekarang seiring dengan perkembangan pemikirannya masing-masing.
Akhirnya makalah pengantar ini dapat diselesaikan dan sudah pasti di dalamnya terdapat kekurangan dan kelemahan, mohon kritik dan saran yang bersifat konstruktif. WaAllahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
A.Hanafi, Theologi Islam, Jakarta, PT. Al-Husna Zikra
A. Subhi, al-Manhaj Islamiyah, Misriyah, 1993
Abu Su’ud, Islamologi (Ajaran dan Perannya dalam Peradaban Islam, Jakarta, PT . Rineka Cipta, 2003
Abd. Mu’thi, Pengetahuan Tentang Islam, Medan, Penerbit Saipul, 1950
Amin Nurdin, Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Dalam Islam, Jakarta,PT. Pustaka Antara, 1996
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta, PT.RajaGrafindo, 2008
Cassel Wellington House, Approaches To The Study Of Relegion ttj, Medan, Bina Media Perintis
Husyain A.Amin, Seratus Tokoh Dalam Islam, Bandung, PT Remaja Rosda Karya, 2001
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta, UI Press, 1986
_____________, Kedudukan Akal Dalam Wahyu, Jakarta,Idayu, 1979
IRA M. LAPIDUS, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta,PT RajaGrafindo Persada,2003
M.Abduh, Risalah Tauhid, Al-Manar cet XIII,1368 H.
Nasruddin Razak, Dienul Islam,Bandung,PT Al-Ma’arif,1973
Tidak ada komentar:
Posting Komentar